tiga puluh enam

4.2K 332 28
                                    

Sehun nahan perut gue yang mau gue tindihin selesai bercinta. Kandungan gue udah masuk bulan ke-tujuh. Semalam, pengajian tujuh bulanan buat kandungan gue, dan selesai pengajian, Sehun minta jatah malamnya ke gue.

"Jangan di tindih, dek. Kasian baby Keenan-nya," Sehun coba ingetin gue kalau di perut masih ada baby Keenan.

Gue ngangguk dan ubah posisi dari nungging jadi rebahan miring setelah Sehun ngelepas kejantanannya dari inti gue. Padahal, di rumah lagi ada ayah sama bunda. Semalam lebih rame. Saudara gue sama Sehun yang tinggal di Jakarta turut hadir di pengajian. Belum lagi, mama papa Sehun, kak Nana, kak Kiky (suami kak Nana), mbah Hio sama bang Jojon. Krystal sama bang Kai juga hadir.

Setelah mereka pulang, sisa ayah bunda, Sehun langsung ngajakin. Gue juga gak bisa nolak. Siapa yang mau nolak kenikmatan duniawi?

"Baby Keenan, OK?" Sehun ngusap perut buncit gue tanpa terhalang sehelai benang pun.

"Baby Keenan OK, dad," gue ngusap peluh yang ada di kening Sehun dan lemparin senyuman gue ke Sehun. Sehun pun ngelakuin yang sama ke gue. Dia ngusap keringat gue di kening.

Sebenarnya gak enak bercinta ketika hamil. Capeknya berasa dua kali lipat dibanding sebelum hamil. Tapi ada hal yang beda aja ketika bercinta dengan adanya satu nyawa di perut. Sehun lebih perhatian dan utamain keselamatan baby. Dia gak seliar dulu ngerjain gue-nya. Lebih hati-hati, karena Keenan penerus Darmawan. Calon pangeran kecil kita berdua. Pelengkap kehidupan pernikahan kita berdua. Jadi, Sehun terlalu utamain keselamatan baby dibanding nafsunya.

Sehun juga nyesuain temponya sama gue. Kalau sekiranya gue udah mastiin dia, gue baik-baik aja, dia bakal nerusin mompa liang gue. Tapi sekiranya gue udah gak kuat, dia berhenti dan minta tangan gue yang kerja di kejantanannya. Selama hamil, gue lebih egois. Lebih suka dapetin kenikmatan gue, dan seakan gak peduli kalau Sehun belum mencapai puncaknya. Dan selama hamil, gue sekali klimaks udah selesai. Kalau Sehun belum sampai klimaks, tangan gue yang kerja.

Sehun ngusap kepala gue, "Tidur, dek,"

Gue ngangguk, "Kira-kira ayah sama bunda denger gak ya, mas? Tadi aku terlalu keras gak suaranya?"

Sehun menggeleng, "Gak, kok. Ayah sama bunda pasti gak denger. Kalau kamu sampai, mas kan langsung cium kamu. Jadi ayah sama bunda gak akan denger. Lagian, kalau denger emang kenapa? Wajar, kan? Kita suami istri, bukan abg labil yang lagi zina,"

"Ya kan gak enak sama ayah bunda, mas. Nanti di bilang gak sopan,"

Sehun bawa gue ke dalam pelukannya dengan kepala gue yang nindihin lengan dia, "Gak, kok. Resiko ayah bunda yang milih nginep di rumah kita. Jadi gak perlu heran sama suara erotis kita,"

Gue mukul dada Sehun pelan dan terkekeh, "Kamu, tuh! Bukannya malu, malah bangga!"

"Yang penting cucunya gak kenapa-napa. Gak masalah buat ayah sama bunda. Percaya sama mas,"

Gue ngangguk, "Mas, mau tidur kayak gini? Lengket badan kita," gue rada risih, karena pelukan gak pakai baju. Jadi kerasa lengket.

"Mau berendam dulu di bathtub?" gue ngangguk, "Mas nyalain air hangatnya dulu, ya," gue ngangguk lagi, sedangkan Sehun lepas pelukannya dan beranjak ke kamar mandi yang ada di kamar kita.

Sebelum pindah, Sehun emang ngasih bathtub buat kamar mandi kita. Karena kamar mandinya luas, jadi muat-muat aja buat di tambahin bathtub. Sehun juga pasang boiler buat nyesuain air kerannya, hangat, panas atau normal. Jadi kalau badan letih abis kerja, bisa berendam di air hangat tanpa masak air dulu.

Sehun balik rebahan disamping gue. Tangan gue terulur buat nyingkirin anak-anak rambut Sehun yang ngehalangin padangan gue liat wajah tampan daddynya Keenan. Sehun senyum ke gue dengan mata yang sedikit sayu. Gue tau kalau Sehun ngantuk, tapi Sehun lebih tau kalau gue gak suka tidur dengan penuh keringat kayak gini.

"Udah di nyalain krannya?" gue nanya ke Sehun dan di jawab dengan anggukan. Gue ngecup dada bidang Sehun, "I love you, mas,"

Sehun ketawa kecil, "Kok tiba-tiba?"

"Gak tau. Mungkin aku wakilin baby Keenan,"

Sehun ngeratin pelukannya ke gue walau terhalang perut buncit gue, "I love you more.."

"Baby Keenan?"

"Of course. I love baby Keenan too," gue senyum dan balas pelukan dia. Hirup aroma campuran kayu manis dan mint khas Sehun yang selalu buat gue tenang, "Setiap harinya, aku selalu gak sabar liat baby Keenan. Sembilan bulan, rasa kayak satu abad. Sama rasanya ketika aku kangen kamu di kantor. Maunya cepet pulang, tapi Lay selalu ngomelin aku karena pekerjaan aku belum selesai,"

Gue senyum denger penuturan Sehun, "Mas, kalau udah delapan bulan, bisa gak, kerjaan kamu di handle dulu sama Lay?"

"Emang mas berencana kayak gitu juga. Kecuali ada meeting yang mengharuskan mas buat hadir. Selama meeting itu bisa di handle Lay, mas suruh dia buat gantiin mas. Tapi kalau udah sembilan bulan, mas selalu di rumah. Gak peduli klien penting atau gak. Mas mau nemenin kamu. Mas gak mau nanti baby Keenan lahir, yang adzanin malah ayah atau papa,"

Gue terkekeh, "Berendam dulu, yuk. Airnya udah penuh kali, mas,"

Sehun ngelepasin pelukannya dan bantuin gue bangun dan jalan ke kamar mandi. Gue jalan ke kamar mandi tanpa sehelai benang, sedangkan Sehun udah pakai boxer dengan telanjang dada. Biasanya, Sehun selalu gendong gue ala bridal kalau mau berendam habis bercinta gini. Tapi akhir-akhir ini gue gak mau. Gue malu karena badan gue nambah berat. Berat badan itu aib bagi wanita. Makanya gue gak mau di gendong Sehun. Selain badan gue yang berisi, sekarang juga beratnya nambah karena kehadiran baby Keenan.

Posisi berendam, gue ngebelakangin Sehun. Kepala gue bersandar di dadanya. Nyaman banget. Bantal aja kalah. Sehun raih tangan gue dan di usapin pakai sabun cair, sedangkan mata gue udah mulai nutup. Sesekali tangan Sehun menjalar ke perut, ke payudara juga. Ena, tapi gue paling anti yang namanya bercinta di kamar mandi.

Selesai Sehun sabunin tubuh gue, kita sama-sama diam dan menikmati waktu masing-masing. Sehun nempelin dagu lancipnya ke puncak kepala gue. Tangan dia ada di perut gue, seakan lagi berinteraksi sama baby Keenan.

"Besok jadwal kamu senam hamil, kan?" gue bergumam, " Jam berapa?"

"Jam delapan pagi. Kenapa?"

Sehun ngecup tengkuk leher gue, "Mas temenin, ya,"

"Tumben. Gak kerja?"

Sehun menggeleng, "Lay bilang, besok gak ada jadwal yang penting. Jadi bisa nemenin kamu besok. Pasti kamu juga bosen, senamnya di temanin mama, bunda, Krystal,"

"Kamu emang udah bilang sama Lay?"

"Besok aku bilang,"

"Kalau gak boleh?"

"Kamu yang bilang. Kan Lay takut sama kamu," gue terkekeh pelan. Terakhir Sehun nemenin gue senam hamil, satu bulan yang lalu. Selanjutnya, di temenin mama, bunda, Krystal, secara bergilir, "Tapi pasti mas usahain,"

"Nanti kamu di ketawain ibu-ibu hamil yang lain, lho," gue inget pertama kali gue senam hamil dan Sehun yang anterin. Ibu-ibu hamil yang ikut senam, sebagian ngetawain Sehun. Mungkin aneh ngeliat suami yang nemenin istrinya buat senam hamil. Tapi beda pemikiran sama gue. Menurut gue, Sehun romantis. Walau di ketawain gitu, dia bahkan gak malu. Malah pandangan dia gak pernah lepas dari gue. Palingan, takut gue kenapa-napa.

Sehun ngecup kepala gue dari belakang, "Mereka cuma iri, karena suaminya gak bisa nemenin kamu, kayak aku yang nemenin kamu,"

"Iya, mereka cuma iri," tangan gue menyampul ke tangan Sehun yang ada di perut. Baby Keenan pasti anteng kalau daddynya udah megang dia. Seakan kehangatan tangan Sehun tersalur buat baby Keenan.

Selagi itu, gue sama Sehun kembali nikmatin waktu berdua dalam damai. Biasanya kalau romantis-romantisan di rumah, ada bunda yang selalu ganggu. Cuma di waktu malam doang yang gak ada gangguan. Apalagi posisinya lagi berendam gini. Rasanya sepi, damai, pikiran juga tenang. Ditambah, Sehun yang meluk gue dari belakang. Nikmat Allah mana yang kamu dustakan?

eternal love between us ✔Where stories live. Discover now