Lima

4K 612 62
                                    

[edited]

Hanna tidak tahu apa yang salah dengan otak Yoongi hari itu--ketika laki-laki yang masih gemar mengenakan pakaian lengan panjang dan turtle neck di tengah musim semi itu menjemputnya sepulang kantor. Terlebih, mengajak Hanna berbelanja keperluannya.

"Barang-barangmu yang kaupakai sewaktu bekerja dulu, kan, sudah usang semua. Aku akan belikan yang baru."

Yah, memang benar, sih. Hanna belum melengkapi semua kebutuhannya untuk bekerja; nota, stok pulpen, penjepit kertas, pin tambahan, lebih banyak kaus kaki, kemeja. Apalagi sekarang Hanna sadar bahwa dia harus meng-upgrade penampilannya juga. Uang tabungan Hanna tidak banyak dan memang tadinya dia berencana meminjam pada Yoongi. Bagaimana tidak, satu-satunya penghasil uang di keluarga mereka saat ini adalah dia. Tapi kalau sudah diajak begini, setidaknya Hanna tak perlu payah membahas untuk mengganti uangnya nanti. Meski Hanna sebenarnya tak enak, tapi mau bagaimana lagi. Yoongi juga pasti menolak.

Jimin benar-benar tidak kembali setelah jam makan siang, jadi Hanna menghabiskan waktu di tempat Jung Minhee, membuat beberapa catatan pribadi tentang jadwal Jimin untuk seminggu ke depan, mengurutkannya sesuai tanggal, juga hal-hal kecil yang Minhee dan rekan-rekannya di lantai enam ketahui tentang Jimin.

Sebagai asisten--meski Jimin tidak mengatakan apa-apa tentang menjadikan Hanna asisten pribadinya juga--Hanna harus tahu apa yang Jimin sukai dan apa yang tidak. Seperti makanan, hotel kesukaan, jenis pakaian, musik, restoran yang sering dia kunjungi bersama Abel, makanan yang sering dia pesan untuk dirinya atau Abel. Semua tentang Abel otomatis mengikut kalau membicarakan Jimin.

Jujur saja, Hanna memang tidak tahu bagaimana rasanya tumbuh besar tanpa seorang ibu, tapi untuk anak sekecil Abel yang ayahnya juga sibuk bekerja, Hanna merasa kasihan. Lagipula Hanna memang suka anak kecil. Dia akan melakukan dengan senang hati kalau misalnya nanti disuruh menjaga Abel juga.

Meski begitu, ada sedikit rasa jengah yang bercokol di pikiran tatkala teringat bagaimana karyawati yang baru hari ini dikenalnya bisa membicarakan hal buruk tentang Jimin, apalagi menyangkut hal pribadinya. Hanna memang tidak mengenal Jimin terlalu banyak, tapi membicarakan bosmu di belakang? Ya, Hanna tahu semua itu pasti terjadi dalam dunia kerja. Hanna hanya tidak mengerti.

"Jimin tidak banyak kerjaan di kantor, ya, hari ini?"

Hanna langsung menoleh, Yoongi sudah memecah gelembung pikirannya. Laki-laki itu berjalan di sampingnya, mendorong troli.

"Beberapa jadwal hari ini sudah dibatalkan dan direschedule minggu depan. Dia bilang mau menjemput Abel, kan? Katanya kalau tidak kembali berarti Abel sudah boleh pulang."

"Oh, iya. Dia pasti menemani anaknya di rumah dulu."

"Bukannya Jimin bilang dia mempekerjakan orang lain untuk menjaga Abel?"

Yoongi berhenti sebentar di rak handuk, memilih sambil berkata, "Ya, namanya anak kecil, dekat pada ayahnya, baru sembuh pula. Aku tidak bilang Abel manja, lho, ya." Yoongi mengambil dua helai handuk dan meletakkan mereka di dalam troli. "Tapi tanpa ibu, dia pasti bergantung sepenuhnya pada Jimin. Jimin juga, mungkin sudah bertekad untuk jadi ayah super."

Ayah super. Seperti ayah Yoongi yang super baik. "Oh, ya, Yoong. Kudengar, Jimin punya dua hyung. Benar, tidak?"

Yoongi mendelik di balik kacamata bacanya yang bulat sempurna seperti Harry Potter. "Tahu dari mana? Jimin yang bilang?"

"Tidak. Kami belum banyak berbincang, kok. Tadi aku bertemu dengan pegawai yang ternyata kakak kelasku dan dia mengajakku makan siang dengan teman-temannya. Di sana mereka mengatakan hal-hal tentang Jimin." Hanna berhenti, memindai kaus kaki yang digantung. "Aku tidak suka mereka."

Edenic {✓} SUDAH TERBITWhere stories live. Discover now