Enam Belas

3.4K 575 219
                                    

Hanna tidak mengabari Jimin kalau dia akan datang hari ini, dan sekarang suara tapak stiletto-nya bergaung di lorong apartemen yang sepi

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Hanna tidak mengabari Jimin kalau dia akan datang hari ini, dan sekarang suara tapak stiletto-nya bergaung di lorong apartemen yang sepi. Hanna berpikir dua kali untuk merogoh ponsel di tas, meski dia tahu tidak akan membawa perubahan apa-apa. Hanna melihat mobil Jimin masih di basement, sudah pasti ayah satu anak itu belum berangkat. Biasanya Hanna akan bertemu Jongsuk di sana, tapi tidak ada senyum manis kebapakan dari pria bertatapan teduh itu hari ini. Hanna melambatkan langkah ketika mencapai pintu kayu cokelat tua dengan angka 03 keemasan yang timbul, berdiri tegak menggenggam tali tas jinjingnya erat-erat.

Tidak masalah, kan? Anggap saja tidak pernah terjadi. Bersikap biasa saja. Kau ke sini untuk bekerja.

Hanna memencet bel beberapa kali, membuat jantung semakin berdebar tak karuan. Di percobaan keempat, terdengar suara gaduh, seruan Jimin yang teredam membuat Hanna tidak bisa mendengar dengan baik dia bilang apa, sebelum pintu dibuka dan kedua mata Hanna membelalak. Wajah lelah Jimin seketika dipenuhi keterkejutan.

"Lho, Han. Kau masuk hari ini?"

Hanna menatap naik ke rambut Jimin yang basah, air menetes dari ujungnya, beberapa helai rambut menempel di wajah. Kaus putih lengan pendeknya juga basah, mencetak bagian depan tubuh, belum lagi kening Hanna dibuat semakin berkerut ketika menatap turun, Jimin hanya mengenakan celana pendek hitam di atas lutut yang basah kuyup, berikut kedua tungkainya.

"Apa yang terjadi?"

Jimin menggaruk belakang kepala, tertawa canggung. "Ah, itu. Bibi Lee sedang sakit jadi--Eh, ya, ampun. Hanna masuk dulu." Jimin cepat-cepat berbalik lalu berseru, "Abel diam di tempat, ya! Jangan keluar, nanti terpeleset."

"Abel baru mandi? Ini sudah jam setengah delapan. Bukannya--" Ketika Hanna mengangkat kepala dari arlojinya, yang diajak bicara sudah menghilang ke kamar mandi di lorong, menyisakan jejak kaki basah di lantai. Hanna mendengar suara tawa Abel dan riuh rendah percakapan mereka karena sudah terlambat ke sekolah. Tawa kecil lolos begitu saja dari bibir Hanna, menyadari ada hal yang dia rindukan dari tempat ini.

Hanna mengikuti ke kamar mandi, melongo sedikit dan Abel berseru semangat, "Tante Hanna datang!"

Tertawa pelan, Hanna berdiri di ambang pintu. "Wah, sepertinya kita akan terlambat ke sekolah, nih."

"Kami semua terlambat bangun, Tante. Sudah dua hari Bibi Lee tidak ke sini."

"Benarkah?" Hanna beralih pada Jimin. Laki-laki itu berlutut di samping bath up, menyiramkan air ke rambut Abel yang masih sedikit berbusa. Dia tidak bereaksi apa-apa. Bahkan saat meraih handuk yang tergantung di kenop pintu, Jimin bahkan tak melirik. Hanna menggigit bibir atas, mendadak diliput rasa canggung. Dia lalu menoleh ke luar menyadari mainan dan buku cerita bergambar milik Abel masih berantakan di ruang tengah.

Edenic {✓} SUDAH TERBITDonde viven las historias. Descúbrelo ahora