Dua Puluh Empat

2.7K 452 110
                                    

Kalau bukan karena Abel ada di gendongannya sekarang, Hanna akan meronta sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari rengkuhan lelaki menjijikkan ini

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

Kalau bukan karena Abel ada di gendongannya sekarang, Hanna akan meronta sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari rengkuhan lelaki menjijikkan ini.

Namun ketika telapak tangan Kang Kyungjoon meraba organ intimnya, Hanna seolah dipaku ke lantai, disiram air minus derajat hingga membeku total. Napas tercekat bahkan ia tak mampu menenggak saliva, seakan bongkahan batu besar disumbat secara paksa ke kerongkongan membuatnya tercekik.

Batinnya menjerit kuat-kuat, air luruh tanpa pertahanan dari matanya yang memanas.

Kenapa tak ada yang lihat?

Abel mengangkat kepala, mata membola dengan ekspresi bingung melihat aliran air di pipi Hanna. “Tante Hanna kenapa menangis?”

Kyungjoon mengencangkan cengkeramannya di tubuh tak berdaya itu, “Ssh. Jangan bersuara,” bisiknya. “Setelah ini kau pasti akan mengadu, kan, Hanna?” Kyungjoon lalu meloloskan tawa kering. “Jiyeon bercerita banyak sekali tentang dirimu, kau tahu? Lalu aku ingat, kau ini gadis SMA yang dulu diikutinya setiap hari. Ternyata dunia ini sempit juga, lepas dari Jiyeon dia berhasil menggaetmu lagi. Aku minta maaf kalau harus menghancurkan rencana masa depan kalian, ya.”

“Tolong berhenti.” Hanna mencicit semampunya, dada terasa luar biasa nyeri karena amarah, kesal, dan ketakutan membuncah. Dia terkesiap ketika tangan Kyungjoon berpindah ke pinggul dan mencengkeramnya sangat kuat sampai berdenyut sakit.

“Denganmu, aku hanya ingin main-main. Kasihan sekali, tapi aku janji tak akan melukaimu. Nikmati waktu kalian yang ada dengan baik, ya.” Kyungjoon membungkukkan tubuh dan meninggalkan kecupan kasar di leher Hanna. “Mungkin aku akan kembali untukmu setelah semua ini selesai, Cantik. Aroma tubuhmu membuatku gila.”

Lalu tanpa peringatan apapun, Kyungjoon menghilang seperti daun ditiup angin. Jeratan di leher terasa dilepas. Hanna meraup udara sebanyak mungkin hingga dada terasa pilu. Air mata menyesak lebih kuat meluber melewati pelupuk membuat kepala berdenyut pening. Perlahan, Abel merosot turun dari gendongannya, menatap dengan wajah polos yang kebingungan.

Hanna mencoba menahan isakan sebisa mungkin, merasa bisa pingsan kapan saja.

Tubuhnya sudah limbung dan bersiap menghantam lantai kalau Jimin tidak mendadak menopang bobot, merasakan cengkaman lembut pria itu di kedua lengan.

“Hanna, apa yang—“ Mata sabit Jimin membola penuh kekhawatiran mutlak mendapati wajah Hanna pucat pasi dan cairan merah kental di sudut bibirnya. “Kau kenapa?!” Jimin menyisir rambut Hanna ke belakang berhati-hati, mendengar retakan ngilu di hatinya kala merengkuh wajah Hanna yang sedingin es. “Apa yang terjadi?!”

Dunia terasa bergetar hebat, Hanna mencoba memfokuskan mata pada Jimin yang ikut memucat melihatnya, lalu menggenggam bahan jas pria itu seerat mungkin. Dia tak bisa memikirkan satu pun kata untuk diucap, segala macam hal di kepala berlalu cepat seperti di arena balap; bising, berpacu, pusing, sesak. Kepalanya tambah sakit.

Edenic {✓} SUDAH TERBITWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu