Dua Puluh Tujuh

2.5K 419 186
                                    

Sewaktu Park bersaudara kecil, Namjoon selalu berhasil memuaskan kuriositas si bungsu Jimin atas pertanyaan-pertanyaannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sewaktu Park bersaudara kecil, Namjoon selalu berhasil memuaskan kuriositas si bungsu Jimin atas pertanyaan-pertanyaannya.

Entah hal membingungkan yang dia lihat di televisi, bagian dalam dongeng yang menurutnya menarik, atau hal-hal yang dilihatnya dengan mata kepala sendiri dan masih sulit dinalar oleh bocah kecil yang terlalu murni untuk dunia. Bukannya bermaksud sombong atau pamer, tapi kenyataannya memang begitu. Namjoon menyukai setiap pertanyaan yang dilontarkan bibir merah tebal itu, lebih senang kalau melihat mulutnya membentuh 'o' sempurna sembari berucap, "Ooh, begitu, ya, Hyung."

"Hyung, kira-kira kita harus terbang setinggi apa, sih, supaya bisa meraih bintang?" Jimin kecil mendongak menatap wajah abangnya seraya memeluk lutut, netra berbinar penuh keingintahuan. "Terus kalau disimpan di toples dan diletakkan di bawah kolong tempat tidur, bisa tidak, ya?"

Namjoon yang tengah menyedot sisa susu cokelatnya lantas terhenti, memproses pertanyaan itu sejenak. Sekilas, ya sudah pasti terdengar konyol. Mau menyimpan bintang di dalam toples katanya. Terus mau diletakkan di bawah tempat tidur pula. Habislah rumah kita tinggal setumpuk debu kalau itu terjadi, Jim.

Di belakang, Namjoon bisa mendengar sayup-sayup percakapan rendah Hoseok bersama ayah dan ibu. Di akhir pekan penghujung bulan begini, sudah jadi kegiatan wajib untuk mereka menghabiskan malam di halaman belakang; membangun tenda, memanggang daging, ayam, jagung, atau ubi manis. Suara musik klasik dari pemutar mp3 di teras melantunkan Andante dengan volum rendah. Ketika Hoseok menceritakan kegiatan amalnya hari ini di sekolah pada ayah dan ibu, Jimin kecil menempati posisi favoritnya begitu semua tenda selesai dibangun; duduk di samping Namjoon.

"Kenapa kau mau menyimpan bintang di dalam toples, Jim?"

"Ya, buat koleksi saja, begitu. Seperti Hoseok Hyung yang mengoleksi figuran Super Man, atau seperti Joonie hyung yang mengoleksi buku. Tapi kalau aku ikut koleksi buku juga, sepertinya akan membosankan." Jimin lalu mengalihkan tatapannya ke langit penuh bintang di penghujung November. "Tapi bintang, kan cantik. Berkilauan begitu di atas sana. Aku jadi mau punya satu."

Namjoon berdeham pelan lalu menyilang kaki panjangnya. "Kalau dari bawah sini, bintang itu memang terlihat cantik dan imut, ya? Kecil dan kerlap-kerlip seperti lampu hias di pohon natal. Tapi tahu tidak? Kalau sebenarnya bintang itu ukurannya sangat sangat sangat besar."

"Sebesar apa?"

Namjoon mengulum bibir, menoleh kanan dan kiri mencari apa saja yang bisa digunakan menggores tanah. Ia hanya menemukan stik bekas menusuk barbeque tadi, lalu menggambar sebuah lingkaran.

"Ini bumi, tempat manusia tinggal. Masih ingat yang waktu itu kita pelajari, kan?"

"Iya."

"Lalu, ini matahari. Yang ini juga tahu, kan?"

"Tahu, dong." Jimin mengangguk yakin. "Yang setiap hari terbit dan terbenam, bohlam lampu raksasa yang bertengger di langit kalau siang hari, kan?"

"Benar. Lalu bintang itu," Namjoon menggambar lingkaran yang dua kali lebih besar daripada lingkaran sebelumnya, "sebesar ini."

Edenic {✓} SUDAH TERBITWhere stories live. Discover now