Tiga Belas

3.7K 578 138
                                    

Dua hari terbaring di rumah sakit, Min Hanna akhirnya menyerah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dua hari terbaring di rumah sakit, Min Hanna akhirnya menyerah. Pagi hari di hari ketiga, dia akhirnya memohon pada Jimin agar diizinkan pulang saja. Mau menginap di hotel atau pergi jalan-jalan saja dengan Abel. Hanna sadar permintaannya itu gila, bangkit untuk duduk saja kepalanya masih berdenyut nyeri. Tapi dia sudah terlalu bosan. Langit di luar sana menggoda hasrat seakan mengajak Hanna untuk main ke luar di bawah naungan mereka.

Butuh beberapa waktu untuk meyakinkan Jimin. Parahnya butuh sedikit usaha untuk mendapat izin dokter juga. Harus tunggu empat sampai lima hari lagi sampai jahitan dibukalah, harus hati-hati akan sindrom pasca gegar otak dan semacamnya. Rasanya, Jimin mendengarkan lebih baik daripada Hanna. Dia tidak menyesal sudah menolong bocah kesayangannya, sama sekali tidak, tapi menyesal karena diomeli dokter gara-gara ngotot minta pulang.

Setelah segala macam peringatan dan tetek-bengek sejenisnya, kini Hanna duduk di kasur, pergelangan kakinya ditautkan dan diayunkan maju mundur perlahan; memperhatikan Jimin yang memasukkan semua barang-barangnya ke dalam tas. Tidak banyak, tapi Hanna merasa tidak enak karena 'atasan'nya sendiri melakukan itu untuknya.

"Kau seharusnya biarkan aku membereskan itu sendiri," kata Hanna, ketika Jimin memasukkan setelan piyamanya ke dalam tas. Abel datang berkunjung kemarin, membawakan pakaian dari katun bercorak Doraemon itu untuknya, mengira Hanna tidak bisa tidur tanpa itu. Mengerikan. Sudah hampir tiga puluh masih saja pakai pakaian bercorak kartun anak-anak.

"Kau duduk diam saja. Nanti kalau banyak gerak pusing lagi. Sedikit saja, kok."

Hanna tidak bisa mengalihkan tatapan dari bibir Jimin. Bibir merah muda itu tampak sedikit manyun ketika Jimin menunduk seperti itu. Jimin bukannya pria dewasa tembam yang masih menyimpan sisa lemak bayi atau bagaimana, malahan wajahnya lumayan tirus kalau dia sedang berdiri diam saja. Namun Jimin begitu fokus pada apa yang sedang dikerjakan, seperti balita yang tengah berusaha memasukkan donat plastik berwarna-warni ke pasaknya. Rambut hitam yang dibelah tengah itu membingkai kening porselen dengan sempurna. Berapa kali pun Hanna melakukan ini--mengamati Jimin dengan detil--dia tidak pernah merasa puas. Nampaknya memang sudah rusak otakmu, Hanna.

Dengan sendirinya ingatan Hanna kembali berputar ke hari sebelumnya, saat Hoseok menceritakan cukup banyak hal tentang Jimin. Perasaan aneh ini sekarang bercokol di dada Hanna ketika memandangi Jimin; di mana dia ingin memeluk pria dewasa itu, menyisipkan tangan di antara rambut tebalnya, menjaganya tetap rapat dan terlindungi dari dunia serta manusianya yang kejam sambil membisikkan, "kau akan baik-baik saja," ke telinganya. Sungguh, Hanna ingin melakukan itu sekarang, seandainya dia tidak punya tatakrama, sopan santun, atau sedikit rasa malu.

"Hanna, nanti malam kita akan langsung terbang ke Korea."

Tanpa memproses, Hanna mengangguk sekali. Dua detik berlalu, otaknya baru merespon. "Hah, apa?"

Edenic {✓} SUDAH TERBITWhere stories live. Discover now