Sepuluh

3.4K 581 165
                                    

Hanna tidak tahu bagaimana dia bisa menghindari makan malam setelah situasi membingungkan bersama Nyonya Park

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hanna tidak tahu bagaimana dia bisa menghindari makan malam setelah situasi membingungkan bersama Nyonya Park. Malah, mungkin yang empunya rumah tidak sadar kalau ada eksistensi lain di istananya selain ketiga anak laki-laki yang tampan bak super model. Keseluruhan situasi sebenarnya membuat Hanna agak tidak nyaman, seolah dia penguntit, hama yang harus disembunyikan. Tapi, yah, mau bagaimana lagi. Mengingat bocah umur lima tahun yang sekarang tidur di kasurnya ini juga berada di kategori yang sama, Hanna merasa sedikit lebih baik.

Park Hoseok mengantarkan makanan untuk Hanna dan Abel. Untungnya, Abel tidak banyak bertanya. Dia sangat suka bermain di beranda, jadi menemaninya duduk meleseh di sana sudah mengalihkan seluruh perhatiannya. Hanna yakin rumah ini pasti punya banyak pembantu. Dia sangat berterima kasih karena Hoseok mau mengantarkan baki penuh makanan itu sendiri.

"Maaf, ya. Kau pasti tidak nyaman." Hoseok berkata. Pemuda kurus itu memainkan rambut Abel yang dikuncir satu. "Aku benar-benar tidak mengerti apa yang Jimin pikirkan dengan membawa Abel ke sini."

"Kurasa dia bingung, karena kami akan tinggal cukup lama di sini untuk beberapa pertemuan. Abel tidak bisa ditinggal sendiri."

Hoseok terkekeh pelan, sebelum meninggalkan ruangan dia berkata, "Jimin itu benar-benar butuh istri. Mau mencalonkan diri tidak, Han?"

Diberikan pertanyaan begitu, Hanna melongo saja. Mungkin Hoseok memang suka bercanda. Jadi istri Jimin? Itu akan jadi lelucon terheboh sepanjang masa. Bisa bekerja di GoldenCloud saja sudah syukur, membuat teman-temannya iri karena Hanna bekerja langsung untuk si CEO Tampan Park Jimin. Tidak perlulah berangan-angan lebih. Itu mengerikan. Lagipula, memangnya dia siapa? Jimin lebih pantas bersanding dengan wanita yang lebih pintar, lebih cantik, lebih sukses. Meski hatinya seberat jangkar kapal, Hanna membatin bahwa kurang lebih pasangan yang cocok itu ya yang cantiknya seperti Jiyeon. Hanya saja harus sedikit ramah dan bertanggung jawab sebagai seorang ibu.

Abel bergerak dalam tidur, membuat Hanna menahan napas sesaat. Anak itu berguling ke samping, memeluk lengan Hanna. Mereka sudah berganti pakaian tadi, sama-sama mengenakan piyama. Hanna penasaran piyama seperti apa yang Jimin pakai untuk tidur, karena Abel bilang menggunakan piyama adalah kewajiban sebelum tidur.

"Oh, jangan lupa sikat gigi, Tante!" Seruan Abel masih terngiang jelas di telinga.

Hanna sedang memberi tepukan ringan di punggung Abel ketika pintu dibuka dari luar. Kepala Jimin menyembul dari sana. Bibir bergerak tanpa suara, "Abel mana?"

Hanna melambaikan tangan mengundang Jimin masuk, lalu mengisyaratkan bahwa Abel sudah tidur dengan meletakkan telapak tangan di satu sisi wajahnya.

Jimin menutup pintu perlahan di belakangnya. Pelan-pelan, dia ikut berbaring miring di sisi lain kasur, berhadapan dengan Hanna. Dia merendahkan tubuh dan mengecup kepala Abel cukup lama, sebelum mengelus lengan putrinya.

Edenic {✓} SUDAH TERBITWhere stories live. Discover now