05: Kalung dari Danilo

11.2K 1.5K 126
                                    

Aku menatap aksesoris yang berada di depanku. Ternyata yang aku tatap dari jauh seperti benda aneh, itu adalah kalung, yang liontin nya seperti batu, namun berbeda-beda warna. Kalau terkena cahaya maka liontin ini akan kerlap-kerlip, yang akan terlihat sangat cantik.

Aku terpaku menatap jejeran kalung-kalung ini. Warnanya bermacam-macam. Namun mataku mulai terpaku kepada satu kalung yang berwarna kuning cerah.

 Namun mataku mulai terpaku kepada satu kalung yang berwarna kuning cerah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sungguh indah. Dengan ukiran-ukiran kecil di pinggir batu itu membuatnya menambah kesan mewah.

Suara dehaman pria mengagetkan ku, sehingga membuatku tersadar, dan menatap penjaga dagangan ini. Dia seorang pria yang menurutku masih cukup muda, dan pria itu memiliki wajah yang cukup tampan.

 Dia seorang pria yang menurutku masih cukup muda, dan pria itu memiliki wajah yang cukup tampan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Wajahku tidak terlalu kelihatan, karena tudung topi yang aku gunakan ini terlalu besar.

Pria itu membuka suara, "Jika kau tertarik, kau boleh mencobanya dahulu." Pria itu seakan mengerti dari tadi aku ingin mencoba kalung berwarna kuning bercampur putih perak itu.

"Benarkah?" ucapku pelan.

Pria itu mengangguk, lalu mengambil kalung itu. "Ini, biar aku pakaikan."

Aku menggeleng. "Aku bisa sendiri."

Pria itu tersenyum lalu mengangsurkan kalung itu ke tanganku. Lagi-lagi aku terpaku dengan kalung ini, namun langsung membuka tudung topiku yang tersampir menutupi kepala dan wajahku.

Aku langsung memasangnya di leher. Lalu aku menatap pantulan di cermin, aku terpaku dengan pantulan ku sendiri. Kalung ini menambah aura kepadaku.

Aku menatap penjual itu. Ternyata ia menatapku tanpa berkedip. Membuatku berdeham, lalu pria itu kembali menguasai diri, dan bertanya, "Apakah kau orang sini?"

Aku bingung menjawab apa. Pasia yang mengerti kebingunganku, berucap, "Bilang saja kau baru berpindah dari kerajaan Alelo." Yang mengerti ucapan Pasia tentu hanya aku, jadi pria itu hanya mendengar gonggongan lembut dari Pasia.

Aku mengucap, "Aku baru saja berpindah dari kerajaan Alelo."

Pria itu mengangguk-angguk mengerti. "Ah, kerajaan Alelo. Tapi wajahmu beda dari gadis kebanyakan .... Ngomong-ngomong, aku Danilo," ucapnya, lalu menjulurkan tangan.

Aku mengangguk. "Aku Alyssa." Sembari tersenyum dan menyambut jabatan tangannya.

Lagi-lagi pria itu menatapku dengan intens. Aku berdeham, lalu melepaskan jabatan.

Danilo berucap, "Semoga kau betah di sini."

"Tentu saja." Aku tersadar kalung ini masih kupakai, lalu aku berusaha melepasnya, namun sebelum aku melepasnya, Danilo menginterupsi. "Janga dilepas." Aku menatapnya heran, lalu ia melanjutkan, "Anggap saja itu ucapan selamat datang dariku dan kerajaan Akalie."

Aku menatap Danilo tak percaya. "Benarkah? Aku kira harga kalung ini cukup mahal, kau akan rugi jika beri kepadaku dengan cuma-cuma."

Danilo menggeleng. "Tidak apa-apa. Lagipula, kau sangat cocok memakai kalung itu."

"Biar aku bayar setengahnya."

Danilo terkekeh. "Kau sungguh keras kepala." Lalu melanjutkan, "Tapi, jika kau masih bersikeras ingin membayarnya. Bayar itu dengan bertemu denganku nanti, saat hari mulai senja. Jika kau setuju, aku akan menganggapnya lunas."

Aku berpikir, menerima tawaran Danilo atau tidak. Di antara pikiran ku, Pasia berucap, "Terima saja. Kau harus berbaur dengan masyarakat sini."

Aku memandang Danilo, lalu mengangguk. "Baiklah..., tapi aku belum terlalu mengenal tempat-tempat di sini. Bagaimana, kau dan aku akan bertemu?"

Danilo tersenyum, yang menurutku senyuman itu sangat manis. "Kau sepertinya saudara Rose, benar?" Ia pun menatap ibu Rose di seberang, yang sedang melayani para pembeli.

"Ya, dia bibiku. Namun sudah aku anggap seperti ibuku sendiri."

"Ah, baiklah. Aku akan menjemputmu nanti sore di depan rumah Rose," ujarnya, lalu mengerling kepadaku.

Aku mengangguk. "Terima kasih sudah memberiku kalung ini sebagai ucapan selamat datang darimu. Kau tahu, kau orang pertama yang memberiku barang di sini."

Danilo tertawa. "Aku merasa terhormat dengan sanjunganmu."

Aku ikut tertawa, sehingga Danilo lagi-lagi menatapku. Lama-lama bulu kudukku bisa meremang jika ia selalu menatapku se-intens ini.

"Ah, ibu Rose sepertinya kebanjiran pembeli. Aku harus membantunya. Sampai jumpa, Danilo!" pamitku lalu berlari tanpa memperhatikan jalan, sehingga tanpa sengaja aku menabrak seseorang, membuatku tersungkur ke tanah.

• • •

A/N:

Aduh, kalo Danilo di Indonesia pasti udah jadi artis bukan jadi pedagang, hahaha.

Part 05 is published!
Jangan lupa tekan 🌟!
Jangan lupa komen.
dan
Jangan lupa tersenyum untuk hari ini:D

Terimakaci yang sudah membaca part 05, semoga suka!

regards,

. Mosya Caramello .

19/April/2019

DzaldzaraWhere stories live. Discover now