22: Keputusan

6.6K 744 24
                                    

Setelah diskusi selama seharian di rumah ibu Rose bersama dengan Danilo juga. Akhirnya mereka menyerah untuk menahan ku agar tidak mengiyakan Zephran agar aku menjadi pelayannya.

Ibu Rose bilang, bagaimana jika dia merindukanku. Aku menanggapinya dengan tersenyum, dan menyuruhnya tenang. Bagaimanapun caranya aku akan mengunjungi ibu Rose, minimal satu bulan sekali. Jikalau Zephran tidak mengizinkan, aku yakin ratu Magaly akan dengan senang hati memperbolehkan.

Karena Zephran hanya memberikanku waktu sehari untuk memikirkan permintaannya. Dan di sinilah aku sekarang, pagi-pagi sekali sudah di depan kerajaan Akalie, dengan ditemani Danilo.

"Aku akan merindukanmu..., Alyssa," ujar Danilo sembari memelukku sebagai tanda perpisahan.

"Demi Tuhan, Danilo. Aku hanya menjadi pelayan kerajaan, kau berkata seperti itu seakan aku seperti mati saja," dengusku sembari cemberut.

Danilo terkekeh dan mengacak rambutku. "Aku akan merindukan cerewet mu ini."

Akibat perbuatan Danilo, pipiku bersemu merah. "Kau masih bisa bertemu denganku, Danilo!" seruku sembari memutar mata. "Kalau begitu, sampai jumpa!" tutup ku dan berjalan menghampiri para penjaga.

"Tunggu, Alyssa," tahan Danilo secara tiba-tiba kepadaku. Matanya mengarah ke arah kalung kuning pemberiannya. Danilo tersenyum, "Rupanya kau memakai kalung pemberianku."

Aku memegang kalung yang tersampir di leherku sembari tersenyum. "Tentu saja, aku sangat suka kalung ini."

"Aku sangat senang melihat kau memakainya. Aku harap kau tidak melepaskannya, Alyssa."

Aku tersenyum dan memberi jempol ke arah Danilo, tentu saja aku tidak akan pernah melepas kalung secantik ini. Setelah dibalas dengan kekehan oleh Danilo, aku pun melanjutkan langkah kakiku ke arah gerbang kerajaan, bersama Pasia.

"Menurutmu, apakah mereka memperbolehkan aku untuk ikut bersamamu?" tanya Pasia. Menurutku dia agak khawatir, kalau Zephran tidak mengizinkan aku membawa hewan ke istana, oleh karena itu sedari tadi dia hanya diam.

Aku menenangkannya, "Tentu saja, Pasia. Bisa tidak bisa, mereka harus memperbolehkan aku membawamu."

Namanya Pasia, bukannya membalas ku dengan senyuman dan harapan, dia hanya menggerutu, "Kau terlalu percaya diri, Alyssa!"

Aku memutar bola mata dan tidak menggubris gerutuan anjing kecil berbulu putih ini.

Tak berselang lama aku sudah berhadapan dengan dua penjaga berbadan besar, seperti kemarin, wajahnya tetap sangar. "Ada perlu apa lagi kau datang kemari!?" tanya penjaga yang di sebelah kiri. Ck, sensitif sekali!

"Selamat pagi, para penjaga yang tampan..., wah beruntung sekali istri kalian mempunyai suami seperti kalian berdua." Aku tersenyum menatap keduanya, mencoba memuji agar setidaknya mereka bersikap lembut padaku.
Tapi apa mereka malah memelototi ku dengan tajam. "Astaga, Pak. Aku takut matamu akan keluar jika terus menatapku seperti itu."

"Jangan mencari masalah, Lyssa!" gonggong Pasia di kakiku.

"Lebih baik kau pulang, anak kecil. Kami tidak ada waktu untuk menanggapi lelucon mu," usirnya kepadaku.

Aku memekik, "Jangan panggil aku anak kecil paman!" astaga, aku jadi teringat kartun favorit ku, yang setiap pagi aku tonton bersama ayah dulu.

Aku berteriak lagi, "Aku bukan anak kecil, tahu! Umurku sembilan belas tahun!" Para penjaga tetap tidak menggubris ku. Mereka menetralkan ekspresi wajah kembali. "Kalian tahu, aku datang kemari untuk bekerja!" lagi-lagi mereka tidak menggubris perkataan ku. Malah tersenyum meremehkan.

Aku bersidekap dan menggoyangkan kaki kananku sembari berpikir dengan raut kesal. Tak lama, terdengar suara hentakkan kaki seekor kuda. Kuda putih berhenti tepat di depanku. Aku terpesona, kuda ini cantik sekali, putih bersih dan memiliki bulu mata yang cukup lentik.

Aku ingin menyentuh bulunya yang terlihat sangat halus, saat aku hendak mengarahkan tanganku ke kepala kuda itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku ingin menyentuh bulunya yang terlihat sangat halus, saat aku hendak mengarahkan tanganku ke kepala kuda itu. Suara seseorang yang sangat aku tidak suka, terdengar.

"Suruh siapa kau boleh memegang kudaku." Yang tak lain dan tak bukan itu adalah suara Zephran. Rupanya kuda cantik ini kudanya, betapa kasihannya kuda ini menjadi hewan peliharaan lelaki kasar. Aku menarik tanganku kembali sebelum menyentuhnya. "Minggir!  Kau menghalangi jalanku," ucapnya kasar. Dan ternyata gerbang kerajaan telah dibukakan. Huh, dasar para penjaga rasis! Giliran aku sedari tadi tidak dibukakan.

Aku tersenyum, Zephran mengusirku. Rupanya dia telah berubah pikiran untuk tidak menjadikan aku pelayannya. "Ayo Pasia, kita pulang," ucapku mengajak Pasia dengan sumringah.

Saat aku hendak melangkahkan kaki, tiba-tiba langkahku tertahan, seperti ada yang menahanku. Aku memutar badan, ternyata Zephran jahat itu sudah turun dari kudanya, dan dia yang menarik tas selempang rajutan ibu Rose yang aku pakai.

Aku menatapnya tajam. "Kau bisa merusak tasku!" bentak ku sembari menarik tasku kembali.

Zephran memasang wajah datar kembali, ingin sekali aku gores wajahnya yang mengesalkan itu. "Tas tidak berharga saja, rusak pun tidak masalah."

Kalau saja dia bukan pangeran, ingin sekali aku menarik rambutnya yang kaku seperti wajahnya itu!

"Mau ke mana kau? Cepat ikut aku." Dia pun berjalan meninggalkanku.

Dasar tukang perintah!

Sebelum aku mengekori Zephran, aku menatap dua penjaga, dan memeletkan lidahku ke arah mereka, lalu berlalu mengikuti Zephran.

• • •

A/N

Emang enak dimeletin lidah sama Alyssa, wkakak.

hari pertama Alyssa jadi pelayan pribadi Zephran gimana ya, hmm. Tunggu part selanjutnya yaa!

jangan lupa tekan 🌟!
komennya untuk part ini?

Makasyii yang udah baca, semoga sukaa<3

regards,

.Mosya Caramello.

10/Juli/2019

DzaldzaraWhere stories live. Discover now