39: Leaves and Stars

5.3K 634 34
                                    

Di malam yang cerah akan bulan, angin berhembus cukup kencang malam itu. Suara-suara menyeramkan dari hewan liar terdengar sampai kastil perbatasan.

Malam itu, para prajurit dan Zephran berkumpul di tenda untuk berdiskusi tentang Clarzarea's witch—kumpulan penyihir jahat yang sudah merebut banyak kerajaan—salah satunya kerajaan Lavera, dan kerajaan Akalie berdekatan dengan kerajaan Lavera. Itulah mengapa, para pemimpin kerajaan Akalie sedang awas diri, karena takut Clarzarea akan menyerang kerajaan Akalie secara tiba-tiba.

Semua desas-desus tentang Clarzarea's witch sudah terdengar seantero jagat kerajaan Akalie. Kecuali gadis lugu yang bodoh yang belum tahu tentang cerita itu semua. Gadis yang tiba-tiba masuk melalui pintu misterius di kamarnya. Gadis malang yang dibenci ibunya.

Siapa lagi kalau bukan Alyssa si gadis lugu yang cerewet dan lambat berpikir—ah, banyak kekurangan darinya. Alyssa terduduk di bawah pohon–tidak jauh dengan tenda diskusi–hanya sendirian. Pasia sudah tidur seperti orang lelah, padahal kerjaannya hanya duduk dan mengomel.

Alyssa menundukkan kepalanya, menatap rumput lebat yang ia duduki. Angin yang berhembus kencang membuat rambutnya terurai tak beraturan. Angin sejuk yang menerpa kulit mulusnya membuat dirinya teringat akan kehidupan di dunia aslinya. Jika dikatakan rindu, Alyssa sudah pasti rindu, walaupun kehidupan aslinya tidak semenyenangkan itu, mustahil Alyssa tidak berkata bahwa ia tidak rindu.

Rumput hijau yang ia pandangi ikut bergoyang karena terkena angin. Seketika Alyssa teringat akan perkataan ayahnya yang sudah meninggal.

Alyssa kecil sedang bermain di depan rumah sederhananya yang ditumbuhi rumput kecil. Alyssa kecil tidak mempunyai banyak mainan, itulah mengapa Alyssa hanya terduduk di rumput sembari mencabuti rumput itu dengan kasar. Hari sudah semakin sore, angin yang berhembus pun semakin kencang.

"Alyssa sayang, ayo masuk rumah," ucap pria bertubuh sedang dan tidak terlalu berisi berbicara kepada Alyssa kecil yang sedang mencabuti rumput. Ayah Alyssa tersenyum sembari menghampiri Alyssa dan berjongkok di samping Alyssa.

"Anak ayah lagi ngapain sih, hm?" tanya ayahnya dengan tatapan lembut seorang ayah. Alyssa masih diam dan mencabuti rumput itu.

Ayahnya memegang kedua tangan Alyssa, menghentikan Alyssa mencabut rumput itu. Alyssa menatap ayahnya dengan wajah cemberut yang dibuat-buat. Ayahnya terkekeh dan mengacak rambut Alyssa kecil yang masih sebahu.

"Anak ayah tahu gak, kalo rumput ini makhluk hidup juga."

Alyssa yang tidak mengerti menyangkal, "Kalo idup kenapa rumputnya enggak bicara, Ayah?"

Lagi, ayahnya terkekeh. "Dari tadi rumputnya bicara kok, cuma Alyssa enggak ngerti aja. Coba liat rumputnya, dia sedari tadi kesakitan Alyssa cabutin terus." Ayahnya menunjuk ke arah rumput dan menampakkan wajah pura-pura sedih.

Dengan serius Alyssa menatap rumput-rumput itu sembari memicing, cukup lama Alyssa memperhatikan, dan tiba-tiba setetes air keluar dari mata Alyssa, lalu bertumpah ruah, Alyssa kecil menangis.

"Anak ayah kenapa, kok nangis?"

"Lica minta maaf, udah buat rumputnya meninggal...," masih dengan air mata yang keluar tanpa suara.

Sang ayah menghapus air mata Alyssa dengan lembut. "Gak apa-apa, anak ayah kan gak tahu sebelumnya, rumputnya pasti maafin Alyssa kok.... Tapi lain kali jangan diulangi lagi ya, soalnya rumputnya mau hidup juga seperti Lyssa."

Alyssa mengangguk dengan polos.

"Janji?" ucap ayahnya sembari mengacungkan jari kelingking di depan Alyssa.

DzaldzaraDonde viven las historias. Descúbrelo ahora