[3] pesan yang lalu

6K 388 9
                                    

/aku mengingatnya, mengingat setiap pesan yang sampai kini membuat hatiku tak berdaya untuk meninggalkan kenangan pahitnya/

Seperti hari-hari sebelumnya. Setiap Fakhira mendapatkan jadwal kuliah pagi, dia akan diantar Lisa ke kampusnya. Lagi-lagi mendapatkan amanah yang mengharuskan dirinya bertemu Rafi sepagi ini. Fakhira tak tahu apa dosennya itu telah berada di kampus atau tidak, jadi dia putuskan untuk menunggu di parkiran mobil khusus dosen saja.

Sudah sekitar dua puluh menit dia berdiri dengan satu tepak pemberian dari tentenya untuk Rafi, tapi yang ditunggu belum terlihat sampai saat ini. Hingga pada akhirnya, yang datang menghampiri Fakhira bukanlah Rafi, melainkan Widia.

"Harus banget nunggu di sini lagi?" tanya Widia dengan tawa yang tertahan di ujung lidah.

Fakhira memutar kedua bola matanya ketika melihat Widia kini berdiri di sampingnya. "Udeh deh, Wid, mau nemenin mah nemenin aja. Jangan ledek, oke?"

Widia mengangguk sembari menahan tawanya ketika melihat Fakhira memegangi satu tepak berisi roti bakar.

Kejadian selanjutnya membuat Fakhira mengembuskan napasnya dengan lega. Kedatangan Widia membuat keberuntungan. Karena tak berselang lama setelah itu, mobil Rafi terlihat dan terparkir rapi di tempat biasanya.

"Tunggu sini, ya!"

Fakhira memerintahkan Widia untuk tetap di tempat selama dirinya menghampiri Rafi. Menunggu dosennya itu keluar mobil.

"Pagi, Pak!" sapa Fakhira, sesopan yang dia bisa.

"Pagi, Ra, ada apa?" tanya Rafi sembari menutup rapat pintu mobilnya.

"Aku dapet titipan buat Bapak nih, dari tante Lisa."

Fakhira menyerahkan tepak berwarna bening itu ke arah Rafi dan diterimanya dengan penuh heran.

"Lisa ... yang kemaren bertemu?" Rafi kembali bertanya dengan menautkan kedua ujung alisnya.

Fakhira mengangguk. "Iya, itu tante Lisa. Dia katanya mau mengucapkan terima kasih ke Bapak karena kemarin mau nemenin dia ngobrol gitu. Gimana, Pak? Rotinya pasti diterima, 'kan?"

"Rotinya udah ada di tangan, mana mungkin saya tolak, 'kan?"

Fakhira menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Benar juga."

"Sampaikan terima kasih sama tante kamu, ya!"

"Kenapa enggak ngucapin langsung aja?" Fakhira sedikit memiringkan kepalanya dan menarik Rafi ke dalam niat awalnya. "Bukannya hari ini kalian akan bertemu lagi?"

"Kalau ada waktu sih bisa aja, tapi memangnya tante kamu nggak sibuk? Dia kan pekerja bank?"

"Memang pekerja bank, terus kenapa?"

"Dia pasti sangat sibuk," jawab Rafi, menyimpulkan.

"Sangat sibuk, sampai-sampai dia lupa untuk bertukar nomor handphone sama Bapak."

Rafi mengerutkan dahi dengan kedua mata menyipit. Sorot matanya menandakan bahwa dia sedang berpikir dan mencerna kalimat yang baru saja diucapkan Fakhira.

"Ah, iya!" Rafi tertawa kecil ketika terpikir apa maksud Fakhira. "Bisa kamu kasih saya nomornya?" Mengeluarkan handphone dan diberikan kepada Fakhira untuk mengetikkan nomor handphone tantenya.

Lebih mudah dari apa yang Fakhira kira. Rafi ternyata bisa menangkap maksud Fakhira lebih cepat dari dugaan sebelumnya.

"Kalau begitu saya pergi dulu, ya? Makasih rotinya."

Komunikator (Completed) ✓Where stories live. Discover now