[16] mengungkit keputusan

1.7K 130 1
                                    

/rasanya aku ingin kembali pada inti dari keresahan ini hanya sekadar untuk memperbaikinya/

Ke esokan harinya, Fakhira dan Lisa telah berada di perjalanan meski waktu masih menunjukkan pukul delapan pagi. Memang jarak yang ditempuh tak akan terlalu lama, tapi karena hari weekend seperti ini, jalanan pasti akan ramai dan tidak menutup kemungkinan mereka akan terjebak macet jika tidak bergegas berangkat sedari pagi.

"Kenapa?" Seolah sadar dengan gerakan tak nyaman Fakhira ketika terduduk di sampingnya, Lisa bertanya dengan penuh perhatian. "Tadi perasaan udah dikasih makan banyak deh. Masih laper?"

"Apaan sih, Tante," ujar Fakhira yang tiba-tiba membenarkan posisi duduknya. "Aku cuma gugup aja."

Lisa tersenyum maklum ketika fokus pada jalanan di depannya. Sebelum dia menemani Fakhira tinggal di Jakarta, terlalu banyak kejadian yang dia tak boleh ketahui. Bahkan bukan hanya Lisa, tapi semua keluarganya. Padahal, keluarga besar Lisa selalu memberikan pengertian bahwa kepedulian pada diri mereka tak akan pernah pudar untuk Angela maupun Fakhira.

Namun, layaknya remaja pada umumnya. Fakhira terlalu cepat mengambil keputusan sehingga dia benar-benar memutus hubungan begitu saja dengan keluarga ibunya sendiri. Semua itu terjadi setelah Fakhira bertemu Alan dan mendapatkan harapan lebih karenanya. Hingga semua berakhir begitu saja.

"Mamah juga nggak masalah kok, nggak papa." Lisa mengelus singkat pertumpuan kedua tangan Fakhira di atas pangkuannya menggunakan tangan kiri untuk beberapa detik. "Lagian ... mamah, papah, sama kakak juga nggak pernah nyalahin kamu. Semua orang yang ada di rumah tahu, kamu udah mengambil keputusan yang benar. Jadi, nggak usah dipikirin lagi. Yang penting sekarang kita bisa kumpul lagi."

Fakhira mengalihkan pandangan pada Lisa. Rasanya dia begitu malu dengan kebaikan hati keluarga ibunya. Jika saja dulu dia tidak egois dan menerima keluarga ibunya, mungkin hatinya tak akan sesakit ini. Karena jika dipikir kembali, keputusan Fakhira dulu itu hanya membuat hidupnya semakin menderita saja. Hidup sendiri seolah tak mempunyai keluarga. Padahal, Lisa dan anggota keluarganya telah mencoba beberapa kali untuk meminta Fakhira tinggal bersama saja.

Fakhira hanya terlalu egois dan tak memikirkan apa pun lagi selain kesembuhan ibunya saat itu. Sehingga dia tidak menyadari bahwa keputusannya untuk menjaga Angela sendiri bahkan telah menjadi keputusan yang paling buruk.

"Makasih ya, Tante." Jika telah berubah menjadi melankolis, Fakhira seketika akan terlihat menjadi keponakan yang sangat lucu bagi Lisa. "Aku sayang, Tante!"

Fakhira bergerak mendekat dan mendaratkan satu kecupan basah di pipi kiri Lisa. Membuat rasa lucunya telah berubah menjadi terlalu enggan mengakuinya.

Karena mereka berangkat benar-benar pagi, jam sepuluh pagi mobil Lisa telah terparkir di pekarangan rumah keluarganya di Bandung. Dengan satu koper berisi baju Fakhira maupun Lisa, mereka ke luar dari dalam mobil dan berjalan menghampiri pintu utama sebuah rumah yang telah lama tak mereka kunjungi itu.

Ketika keduanya telah berdiri di depan pintu kayu berwarna cokelat, Fakhira dan Lisa saling pandang satu sama lain untuk memutuskan siapa yang akan mengetuk pintunya.

"Tante aja," bisik Fakhira sembari mendekatkan mulutnya pada telinga Lisa.

Lisa mengangkat alisnya tinggi. "Kamu aja."

"Tante aja!" seru Fakhira sembari menghentakkan kedua kakinya. "Aku malu."

Lisa berdecak sebal sebelum akhirnya dia mengetuk pintu beberapa kali dan tak kunjung ada jawaban.

Komunikator (Completed) ✓Where stories live. Discover now