[36] tak lagi berjanji

1.3K 97 0
                                    

/tanpa janji, keresahan datang menghantui. dengan janji, hidup terasa terbebani/

Semalaman pada pertengahan cerita yang terputar di laptop, Fakhira bersandar pada pundak Alan dengan keadaan kedua matanya yang tertutup rapat. Dia terlelap tanpa memikirkan tengah berada di mana dirinya. Sehingga ketika Alan menyadari bahwa Fakhira telah terlelap, dia segera memindahkan Fakhira ke dalam kamarnya.

Untuk kedua kalinya, Alan kembali tertidur di atas sofa panjang. Dengan membiarkan Fakhira bergumul bersama selimut hangat di dalam kamarnya.

Sepagi ini, di jam menunjukkan pukul 07.00 WIB, teriknya mentari pagi masuk ke dalam celah jendela kamar apartemennya Fakhira. Dengan perlahan dia bangkit dan menyesuaikan mata agar dapat menerima cahaya yang begitu terik masuk ke dalam penglihatannya.

Tanpa lupa sedikit pun dengan jadwalnya hari ini, Fakhira segera menyingkap selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Dia kenakan sandal jepit berbulunya dan berjalan ke luar kamar untuk melihat Alan yang pasti tengah terlelap di atas sofa.

Namun, Fakhira tak mendapati keberadaan Alan di ruang depan. Hanya menyisakan laptop dan juga selimut beserta karpet yang masih berada di atas lantai. Fakhira tak menemukan keberadaan Alan di sana. Dia berjalan dengan mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan Alan yang tak mungkin pergi karena kopernya masih dia dapati di ruang depan.

Dengan pintu dan juga gorden yang terbuka untuk menuju balkon, Fakhira yakini bahwa Alan tengah berada di balkon apartemennya. Fakhira berjalan ke arah balkon dan benar, dia mendapati Alan tengah berdiri di ujung pembatas balkon dengan kedua tangan menggenggam pembatasnya. Memandang kota ibu kota dengan teriknya mentari pagi.

"Aku pikir Kak Alan belum bangun," ujar Fakhira yang tentu saja membuat Alan segera membalikkan badannya.

Alan tersenyum. "Aku juga baru bangun, terus entah kenapa pengen ke sini. Tempatnya nyaman."

"Ya, itu salah satu alasan kenapa aku bisa betah di sini. Tempatnya menenangkan," kata Fakhira sembari berjalan mendekat dan melakukan hal yang sama dengan yang tadi Alan lakukan.

"Kamu juga baru bangun?" tanya Alan sembari menoleh pada Fakhira yang kini berdiri di sampingnya.

Fakhira mengangguk. "Iya, aku baru bangun."

"Tadi aku udah pesenin sarapan. Kamu pasti lapar, 'kan?"

Karena profesinya sebagai seorang dokter yang akan selalu mengutamakan kesehatan, sarapan adalah hal yang wajib dilakukan.

Fakhira menoleh pada Alan dan kembali mengangguk. "Bubur ayam?"

Masih dengan kepalanya yang menoleh pada Fakhira, Alan mengukir senyuman dan mengangguk kecil. "Iya, aku pesen dua porsi bubur ayam."

"Rasanya kangen banget makan bubur ayam sepagi ini sama Kak Alan lagi," kata Fakhira sembari tersenyum tipis dan kembali mengalihkan pandangannya pada bangunan-bangunan tinggi ibu kota yang terlihat begitu cerah atas cahaya mentari pagi. "Aku malah mengira ... mungkin aku nggak akan pernah bisa mengulanginya lagi."

Alan tersenyum dan kembali membalikkan badannya. Menggenggam kembali pembatas balkon dengan menempatkan kedua tangan berada tepat di sisi kedua tangan Fakhira. Membiarkan tubuhnya bersentuhan dengan punggung Fakhira yang terasa menegang di tempat.

Dengan deru napas Alan yang begitu terasa menggelitiki leher Fakhira, Fakhira mengedipkan matanya dengan sedikit tidak percaya. Merasakan begitu hangatnya keadaan di pagi hari dengan Alan sedekat ini.

"Aku tak akan kembali berjanji," ucap Alan dengan jarak wajahnya yang kini begitu menempel di pipi Fakhira. "Tapi dengan ini, aku ingin kamu tahu bahwa ... aku tak pernah berharap kita akan kembali berpisah."

Komunikator (Completed) ✓Where stories live. Discover now