[23] k e c u p a n

1.9K 111 0
                                    

/mungkin hanya kecupan singkat, tapi rasanya tetap menegangkan/

Tidak ada banyak hal yang mereka lakukan setelah keluar rumah dan masuk ke dalam mobil. Karena Fakhira menolak untuk pergi ke pusat perbelanjaan atau hiburan, mereka berdua akhirnya hanya berkeliling di sekitar kota Bandung yang siang hari ini terasa sangat terik. Melihat sebuah kedai ice cream beratapkan tenda berwarna kuning di pinggir jalan, Alan memutuskan untuk berhenti sejenak dan mampir ke kedai itu. Fakhira pun menyetujuinya.

"Rasa apa?" tanya Alan ketika Fakhira terduduk di atas kursi dan dia berdiri di samping penjual ice cream-nya.

"Strawberry plus chocolate. Ditambahin seres yang banyak," jawab Fakhira.

Alan pun mengangguk dan memesankan ice cream yang dimaksud Fakhira beserta ice cream vanilla untuknya.

"Panas juga cuacanya," ucap Fakhira sembari mengipaskan tangan kanan di sekitar lehernya.

"Mau aku tiupin?" Alan duduk di samping Fakhira dan mendekatkan bibirnya ke leher Fakhira. Menarik napas dalam dan ditiupkan dengan sangat perlahan di sana.

Kedua mata Fakhira berkedip gugup dengan alisnya yang kini terangkat. Rasanya sangat hangat dan menegangkan. Bahkan,  dadanya bergemuruh hebat. "Merinding aku, Kak," ucap Fakhira gugup sembari mengelus permukaan leher yang ditiup tadi dengan telapak tangan kanannya.

"Katanya tadi kegerahan," ujar Alan yang kini menumpukkan kedua tangan di atas meja dan membuat pandangannya hanya tertuju pada Fakhira yang terlihat sangat gugup di tempatnya.

Kedua bola mata Fakhira bergerak turun karena tak ingin berkontak mata secara langsung dengan Alan. "Ya jangan ditiup pake mulut gitu juga, Kak, aku jadi ngerasa mau di ...." Fakhira menggantungkan ucapannya dan menoleh pada Alan.

"Di?" tanya Alan.

"Digigit sama vampir gitu," kata Fakhira sembari menampilkan deretan gigi putihnya di depan Alan.

"Mana ada seorang dokter jadi vampir. Nanti kalau lagi ngobatin pasien, malah disedot semua darahnya."

"Iya juga sih, ha-ha-ha."

Ketika Fakhira tertawa renyah di hadapan Alan, Alan dengan gemasnya mengacak rambut Fakhira dengan senyuman yang tak kunjung terlepas. Karena semenjak mereka mengobrol di halaman belakang malam hari itu, entah mengapa terasa banyak hal yang berubah. Baik itu Alan atau Fakhira, keduanya merasakan hal serupa.

"Ini ice cream-nya, Mbak, Mas," ujar penjual ice cream berpakaian seragam warna kuning dan biru dengan gambar ice cream di depannya. Penjual ice cream pria itu pun menaruh dua wadah berisi ice cream pesanan Alan dan Fakhira di atas meja mereka. "Semoga setelah mencicipi ice cream ini, hidupnya lebih bahagia dan hubungannya langgeng terus," kata penjual ice cream itu sembari mengangkat kedua tangan seperti tengah berdoa.

"Makasih ya, Pak," ucap Alan dengan mengangguk kecil dan mengusap-usap bagian luar wadah ice cream vanilla-nya. "Ice cream-nya dingin."

"Kalau mau anget, minta aja sama si enengnya itu. Jangan sama ice cream, ice cream itu dingin dan membekukan."

"Tapi bisa bikin orang bahagia," sahut Fakhira ketika tukang ice cream itu tengah mengobrol dengan Alan.

"Pacarnya aja kalah sama ice cream ya, Mbak?" tanya penjual ice cream itu dengan sedikit tawa kecilnya.

Fakhira menyendok ice cream miliknya dan dicicipi dengan penuh penghayatan sembari memejamkan kedua matanya sesaat. "Ya, kalah berat."

"Serius?" Alan kembali mengalihkan pandangannya pada Fakhira dan memiringkan kepalanya di sana.

Komunikator (Completed) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang