[40] datang, lagi

2K 116 1
                                    

/Mungkin dulu dia sangat menakuti terungkapnya kebenaran, tapi kini dia lebih takut pada perpisahan dan kemungkinan untuk saling melepaskan/

✓✓✓

Setelah pulang dari apartemen Fakhira, Alan kembali ke rumah sakit dan bertugas menggunakan jas khas dokternya. Namun, tidak seperti hari-hari biasanya sebagai Alan yang sibuk dan sangat bersemangat untuk kerja. Di hari pertama Alan bertugas, dia lebih banyak terdiam di dalam ruangannya dan tak ingin ada satu orangpun mengganggunya.

Sebenarnya memang tidak ada juga yang menyuruhnya langsung bertugas di rumah sakit, tapi Alan merasa belum siap jika dia harus pulang ke rumah dan membicarakan semua dengan kedua orangtuanya nanti. Alan sadar, semua ini ternyata jauh lebih sulit dari apa yang sempat dibayangkan. Rasanya, Alan pun tak menyangka semua akan menjadi seperti ini.

Terduduk dengan kedua tangan memperhatikan layar handphone, Alan merasa sangat tidak tenang karena Andre tak kunjung memberinya kabar tentang Fakhira. Akhirnya Alan pun bangkit dari kursi itu bertepatan dengan pesan masuk dari Andre tentang kabar dari Fakhira yang baru saja terbangun dari pingsannya. Tentu membuat Alan merasa sangat senang dan bergegas untuk menemuinya.

Dengan sedikit berlari melewati lorong-lorong rumah sakit dan juga lobi, Alan terlihat sangat buru-buru agar segera sampai di tempat parkir. Sebelumnya, Alan memang sengaja meminjam mobil Rendy untuk menemui Fakhira. Sehingga kini, kunci mobilnya masih bersama dia dan dapat dia gunakan lagi tanpa perlu izin terlebih dahulu.

Sepanjang perjalanan dengan laju mobilnya yang sedikit di atas rata-rata, Alan tak hentinya memikirkan beberapa kemungkinan yang akan terjadi padanya nanti ketika bertemu dengan Fakhira. Alan tahu Fakhira kecewa padanya, tapi dia tak mau semua rasa kecewa itu larut terlalu dalam dan juga berlama-lama. Alan tak ingin kehilangan segalanya.

Setelah memarkirkan mobil, Alan bergegas keluar dan berjalan cepat memasuki gedung apartemen yang disewa Fakhira. Dengan menggunakan lift, kaki terbalut sepatunya terus dia ketuk-ketukkan di atas lantai. Dia merasa sangat gugup dan juga tidak sabar untuk kembali bertemu dengan Fakhira. Meski dia tahu, mungkin nanti hanya sebuah pertengkaran yang terjadi di antaranya.

Saat lift terbuka dan Alan dapat melihat pintu apartemen Fakhira, dia segera mengetuk pintu itu dan menampilkan sosok seorang Widia yang membukakan pintunya dari dalam.

"Kak Alan?" tanya Widia dengan sedikit tidak percaya karena melihat Alan kini berdiri di depan apartemen sahabat baiknya. "Masuk, Kak!" Widia mempersilakan sembari membuka pintunya lebih lebar.

Alan mengangguk dan masuk ke dalam. Saat itu juga, Widia kembali menutup rapat pintunya.

Sesaat itu, kedua mata Alan menilai cara Widia menatap ke arahnya. Dengan begitu, bisa dia pastikan dengan jelas bahwa Widia berusaha tampak biasa saja meski tidak menutup kemungkinan bahwa gadis itu telah tahu semua kebusukan apa yang telah dilakukan Alan pada sahabatnya.

Jika boleh menilai, Widia memang jauh lebih dewasa ketimbang Fakhira. Hingga dalam masalah seperti ini, Alan berharap bahwa dia bisa mengajak Widia bekerjasama agar hubungannya dengan Fakhira bisa baik-baik saja.

"Widia, apa Fakhira sudah bangun?" tanya Alan sembari memfokuskan pandangan pada sebuah pintu kamar yang tertutup. Memutuskan untuk berterus terang.

"Tadi sih sudah bangun sebentar, Kak, tapi kayaknya barusan dia tidur lagi deh," jawab Widia seadanya.

Widia menautkan jari-jari tangannya. Menandakan kegelisahan saat dia harus mengingat hal apa yang terjadi sesaat sebelum Alan datang. Setelah menangis kencang, sudah bisa Widia pastikan bahwa Fakhira akan terlelap tanpa harus mengeceknya lagi.

Komunikator (Completed) ✓Where stories live. Discover now