[33] kembali

1.3K 95 0
                                    

/kembalinya kamu, bikin hati aku cenat-cenut tak menentu/

Dokter Alan

Lusa aku pulang. Kira-kira pesawatnya landing jam lima sore. Kalau kamu mau ketemu aku, jemput aku di bandara ya.

Pesan itu yang membuat Fakhira tak bisa tidur dengan nyenyak sedari kemarin. Setelah kunjungannya ke rumah Lisa, dia langsung meminta bantuan Widia agar mengantarkannya ke bengkel untuk menanyakan kabar mobilnya. Untungnya, mobil Fakhira telah selesai di-service.

Hari Selasa, di mana laporan-laporan keuangan tidak sedikit yang harus dikerjakannya di kantor. Bahkan, Fakhira sengaja tidak keluar untuk makan ke kantin dan lebih memilih untuk menyelesaikan pekerjaannya agar bisa pulang sebelum jam lima sore. Itu membuat Andre bertanya-tanya dan akhirnya dia memberikan satu cangkir kopi hangat karena Fakhira menolak untuk pergi makan siang.

Dengan rambut tergerainya yang sedikit berantakan, Fakhira masih berkutat dengan laporannya di depan layar monitor. Beberapa kali melirik arloji putih di tangan kirinya, untuk memastikan bahwa dia masih mempunyai waktu untuk menyelesaikan semuanya. Hingga jarum jam menunjukkan pukul lima sore kurang dua puluh menit, Fakhira mulai kewalahan.

Fakhira mengacak rambutnya dengan frustrasi. Kini, dia hanya perlu menunggu kertas-kertas keluar dari printer. Menata rapi laporannya dan segera beranjak keluar ruangan. Karena ruangan untuk memberikan laporan itu berada sekitar tiga lantai di atas lantai ruang kerjanya, Fakhira memerintahkan seorang office boy untuk mengantarkan laporannya saja agar dia bisa segera pergi ke bandara.

Setelah masuk lift untuk ke lantai dasar, Fakhira mengetuk-ngetukkan kedua kaki terbalut sepatunya. Bergerak gelisah karena takut akan membuat Alan menunggu lama kehadirannya. Lift terbuka sebelum di lantai dasar dan beberapa karyawan lainnya masuk dengan berdesakan. Membuat Fakhira terpojokkan.

Lift yang digunakannya sangat ramai. Fakhira bahkan sampai tidak bisa melihat pintu lift karena seorang pria tinggi menghalangi pandangannya. Hingga akhirnya lift terbuka di lantai dasar dan Fakhira dengan segera berdesak keluar. Sedikit berlari menuju parkiran untuk masuk ke dalam mobilnya.

Ketika tengah memegang kemudi, Fakhira melempar tasnya ke jok belakang. Menyalakan mesin mobil dengan sedikit tergesa dan langsung melaju dengan kecepatan di atas rata-rata.

Di sepanjang perjalanan menuju bandara, matanya tak lepas dari arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Karena jarum jam panjang telah meninggalkan angka dua belas, Fakhira semakin kalut dan menginjak gas. Berharap masih dapat datang dengan selamat nantinya.

Bandara telah terlihat. Mobil Fakhira segera dia parkirkan. Dengan tergesa dia keluar tanpa membawa tasnya. Yang dia pikirkan hanya satu, segera berlari dan temukan di mana Alan berada.

Namun, setelah berada di bandara dengan sepuluh menit keterlambatannya, Fakhira bahkan malah berdiri kebingungan. Jari telunjuknya bergerak ke kanan dan kiri, memastikan dia harus berlari ke arah mana tanpa melihat terlebih dahulu monitor informasi atau petunjuknya. Fakhira hanya berjalan mengikuti nalurinya. Karena dia yakin, pesawat yang ditumpangi Alan pasti telah mendarat sedari tadi.

Banyak orang berlalu-lalang di sana. Entah itu orang luar atau dalam negeri, pria atau wanita, Fakhira tak memedulikan itu meski dia tak sengaja menubruk mereka karena terlalu tergesa untuk mengedarkan pandangan agar segera menemukan Alan.

Hingga ketika pandangannya terfokus ke samping kanan dengan masih berjalan cepat, dia menubruk sesuatu sehingga dia tersungkur.

"Aduh ...," ringis Fakhira sembari mengusap keningnya yang terasa menubruk sesuatu yang cukup keras. Ketika dia terjatuh ke atas lantai, kedua matanya terbuka dan mandapati sepasang kaki di depannya. Baru ketika gerakan kaki itu memutar ke arahnya, Fakhira menengadah.

Komunikator (Completed) ✓Where stories live. Discover now