[32] pesan bahagia

1.4K 105 3
                                    

/semoga dengan hadirnya dia lagi, seorang gadis dapat belajar jatuh cinta dengan benar nantinya/

Semenjak perbincangan Fakhira dengan Rendy di rumah sakit malam hari itu, hari-hari Fakhira sedikit lebih tenang dari sebelumnya. Karena sebelum itu, titik-titik keraguan selalu menghantui ketika Fakhira teringat akan Alan. Meski sampai saat ini rasa ragu dan harap cemas dengan segala yang akan terjadi nanti masih ada, tapi Fakhira buru-buru mengingat perkataan Rendy agar harapan baik selalu diingatnya.

Tiga tahun telah berlalu dan perasaannya tak pernah berubah untuk merasa bimbang. Bahkan ketika melihat sebuah foto pernikahan Lisa yang sengaja dia pajang di dinding kamarnya, Fakhira merasa sangat ikut bahagia, karena jasanya berbuah hasil. Pernikahan Lisa berlangsung begitu meriah. Bahkan, dua tahun pernikahan mereka ... kini Lisa telah dikaruniai seorang anak berjenis kelamin perempuan yang sangat menggemaskan meski baru berusia lima bulan.

Semenjak menikah pun, Lisa kembali tinggal di Jakarta bersama suaminya, Rafi. Mereka berdua hidup bahagia dengan kehadiran seorang anak yang melengkapi kebahagiaan mereka. Fakhira ikut bahagia atas hal itu.

Namun, kabar tidak mengenakan datang dari Widia yang kerap merasa bimbang untuk segera melaksanakan pernikahan dengan Bastian. Karena hadir di acara pernikahan Rafi dan Lisa, Bastian pun mengutarakan niat baiknya untuk segera menikahi Widia. Namun, semua rencana pernikahan mereka tidak selancar Lisa dan Rafi. Hingga akhirnya, keduanya memutuskan untuk sibuk dengan profesi masing-masing selagi memperbaiki sesuatu di antaranya.

Bertambah usia, bertambah pula kesibukan yang akan didapatkan. Hingga untuk berkumpul pun, dirasa sangat sulit. Namun di weekend ini, baik Fakhira dan Widia sama-sama menyempatkan waktu mereka untuk berkunjung ke rumah Lisa yang pasti tengah kerepotan mengurus anaknya.

"Leira mana, Tan?" tanya Fakhira ketika dia dan Widia memasuki rumah baru Lisa di Jakarta.

Lisa berjalan dengan nampan berisi tiga gelas jus jambu di atasnya. Dia letakkan di atas meja dan duduk di sofa. "Baru aja tidur, kalian sih telat datangnya."

"Fakhira tuh, ngaret! Gue udah bilang jam delapan harus udah siap, tapi baru mulai mandi jam sepuluh!" dengus Widia sembari melipat kedua tangan di depan dada. Menatap nyalang pada Fakhira.

Seharusnya mereka bisa datang masing-masing saja menggunakan mobil pribadi mereka. Namun karena mobil Fakhira tengah berada di bengkel sejak tiga hari yang lalu dan baru bisa diambil besok, jadi dia meminta tumpangan pada Widia.

"Namanya juga memanfaatkan weekend, gue tuh males bangun dan mandi pagi terus!" balas Fakhira. Karena semenjak dia masuk ke dalam dunia kerja, kegiatan bangun dan mandi siangnya jarang terjadi kecuali di hari weekend seperti ini.

"Tapi kan ...."

"Sudahlah, kalian ini," cela Lisa sebelum Fakhira dan Widia kembali saling sahut-menyahut.

Lisa begitu merindukan hal-hal kecil yang selalu dipermasalahkan oleh kedua sahabat itu. Mereka yang sering adu mulut, tapi juga saling peduli. Lisa sangat mengapresiasi pertemanan mereka yang begitu harmonis--bagian saling nyolot satu sama lain pun harmonis--meski telah mempunyai kesibukan masing-masing.

"Oh iya, Tante, gimana rasanya punya anak? Enak nggak, sih?" tanya Fakhira, penasaran. Dia yang duduk satu sofa dengan Widia saling pandang sembari tersenyum. Melupakan perdebatan yang hampir saja terjadi.

Lisa tersenyum. "Ya campur aduk, sih. Kadang seneng dan nggak percaya kalau ternyata tante udah punya anak, punya mainan baru."

Semenjak Lisa menikah, dia memang selalu menyebut dirinya sendiri sebagai tante. Tidak seperti waktu masih sendiri, meski kepada keponakannya ... dia masih mengakukan dirinya sendiri.

Komunikator (Completed) ✓Where stories live. Discover now