[28] curhat akbar

1.3K 99 0
                                    

/jika cinta, seharusnya tak usah peduli dengan masa lalu atau alasan lainnya yang mengganggu rasa/

Malam hari itu, tanpa penghangat ruangan yang menemani mereka semua, suara Fakhira terdengar jelas ketika bercerita. Semua benar-benar dia ceritakan, dimulai dari rasa ketidakadilan ayahnya dan juga perasaan yang disangkutkan dengan masa lalunya. Berulang kali Fakhira menarik napas dan diembuskannya dengan kasar, berharap rasa sesak di dadanya tak semakin parah.

Namun, mencoba sekuat tenaga pun ... Fakhira tak dapat menahan tangisnya lebih lama.

"Aku tahu, aku cuma gadis biasa yang merasa wajar untuk jatuh cinta. Beberapa kali aku meyakinkan hati, tapi semuanya tak kunjung usai juga. Keyakinan aku kalah dengan apa yang telah terjadi di masa lalu. Aku nggak bisa mengontrol diri untuk kedua hal yang jelas berbeda."

Dengan beberapa titik air matanya yang terjatuh, Fakhira menunduk dengan pandangan terfokus pada jari-jari tangan yang bertautan di atas pangkuannya.

"Lo cinta banget sama kak Alan itu, ya?" tanya Bastian tanpa raut wajah menyebalkannya lagi. Karena semenjak Fakhira membuka suara, semuanya merubah ekspresi menjadi lebih serius.

"Aku udah mencoba untuk nggak jatuh cinta, tapi nyatanya sulit ketika mata aku aja udah nggak bisa kedip kalau dipandang dia. Aku udah terlanjur menaruh hati."

Pengakuan itu direspons dengan anggukan oleh semuanya.

"Lalu, kenapa harus di satu paketkan dengan masa lalu?" tanya Rafi yang juga terlihat sangat penasaran. Karena dibanding Lisa dan Widia yang telah tahu sebagian besar cerita antara Alan dan Fakhira, Bastian dan Rafi yang jadi aktif bertanya.

"Kak Alan itu, datang ke aku karena masa lalu. Itu yang aku maksud dengan alasan kenapa kak Alan datang dan dekat sama aku, ya karena alasannya itu berhubungan dengan masa lalu aku." Fakhira mulai mengangkat kembali wajahnya dengan tatapan kosong.

"Masa lalu apa?" tanya Rafi, seakan sedang dalam sesi tanya-jawab dengan Fakhira.

"Dulu, sekitar dua tahun yang lalu ... ketika ibu masih ada dan sempat dirawat di rumah sakit milik ayah yang kak Alan juga kerja di sana. Itu kejadiannya setelah perpisahan kedua orangtua aku. Saat itu, kak Alan diutus ayah untuk menjadi perantara di mana kak Alan akan selalu menyampaikan setiap pesan yang ayah berikan untuk aku."

"Dalam zaman secanggih ini?" tanya Bastian, sedikit tak percaya.

Fakhira mengangguk. "Sebenarnya, sampai sekarang aku juga nggak tahu alasan jelasnya kenapa ayah menggunakan kak Alan untuk setiap pesan yang ingin dia sampaikan ke aku. Hingga akhirnya, kak Alan dekat sama aku meski keadaannya saat itu ... ibu udah nggak ada."

"Terus? Di mana letak kesalahan sebuah alasan itu? Bukannya wajar ya, kalau Alan nurutin perintah ayah kamu? Kan dia kerja di rumah sakit itu," kata Rafi. Mencoba menyatukan kepingan-kepingan alasan dan juga kemungkinan yang diungkap Fakhira.

"Masalahnya adalah ... ayah nggak pernah mau ketemu aku, meski tahu kalau ibu udah nggak ada. Ayah seakan udah nggak punya aku. Saat itu, aku selalu datang ke rumah sakit dan memaksa untuk bertemu ayah, tapi semua orang di sana melarang aku. Aku marah dan aku merasa tidak diadili. Di saat yang bersamaan, Alan kembali datang sama aku dan bilang kalau dia akan bantu aku untuk bertemu ayah."

Dengan suaranya yang mulai terdengar normal, Fakhira selalu kembali mengingat kejadian-kejadian bersama Alan beberapa tahun lalu.

"Terus apa yang terjadi?" tanya Rafi, seakan benar-benar penasaran dengan cerita Fakhira selanjutnya.

Komunikator (Completed) ✓Where stories live. Discover now