[20] k e t a h u a n

1.7K 112 0
                                    

/rasanya sangat memalukan ketika aku telah menutup mata untuk merasakan hangatnya bibirmu, tapi harus kembali terbuka ketika ada orang lain datang dan mengacaukannya/

Malam hari itu, Fakhira benar-benar tak memedulikan lagi pakaiannya yang basah dan juga tempat mereka tengah berpelukan. Karena ketika kedua matanya dengan nyaman tertutup rapat dalam dekapan eratnya Alan, hatinya terasa begitu nyaman dan hangat. Bahkan, kedua tangannya tak kuasa untuk tidak membalas pelukan itu.

Namun, tiba-tiba saja Fazar menghampiri Alan dan juga Fakhira dengan payung yang melindunginya. Dengan sedikit salah tingkah, akhirnya Alan dan Fakhira menyudahi pelukan itu dan masuk ke dalam rumah dengan payung biru yang dibawakan Fazar untuk mereka.

"Kalian dari tadi om lihatin, bukannya cepet masuk ke dalam buat neduh malah pada diem aja. Sengaja biar kelihatan romantis gitu, ya?" tanya Fazar ketika mereka sudah masuk ke dalam rumah. Di teras belakang dekat kolam renang.

Fakhira tersenyum canggung pada Fazar. Dia bahkan baru saja mengunjungi rumah ini, tapi sudah memberikan kesan yang sangat memalukan. Rasanya Fakhira ingin mengubur diri saja saat ini juga karena terlalu malu. Bahkan, sudah sangat dipastikan bahwa wajahnya memerah menahan malu.

"Iya, Om," jawab Alan dengan nada suaranya yang bahkan terdengar sangat normal. Tidak terlihat salah tingkah sama sekali. Bahkan, senyumannya masih terekspos dengan jelas.

"Kalian itu, ada-ada aja. Kalau nanti sakit bagaimana?" tanya Fazar sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ya gampang, Mas, kan ada dokternya," ujar Hanaya yang baru saja datang dari dalam rumah. Hanaya memberikan handuk putih untuk Alan dan Fakhira. "Kalian keringin dulu pakaiannya, ya. Abis itu langsung mandi dan ganti baju. Nanti biar Alan pakai bajunya mas Fazar aja. Nggak papa 'kan, Mas?"

Fazar memeluk pinggang Hanaya dari samping dan mencium pucuk kepalanya dengan sangat romantis. "Boleh dong. Lumayanlah, nanti baju akunya bisa dipake sama pak dokter," ujar Fazar dengan sedikit tawa renyah di akhir kalimatnya.

"Ya udah, karena hari udah malam banget dan hujannya masih deras, gimana kalau Alan nginep aja di sini?"

"Kayaknya enggak perlu, Tante. Aku pulang aja," tolak Alan dengan sopan.

"Kok pulang, sih? Ini udah malah loh," ujar Hanaya sembari menengadahkan pandangannya dan melihat awan menghitam dengan guyuran air hujan yang semakin kencang.

"Hujannya deras, Lan, nginep aja di sini nggak papa. Lagian nanti masih ada kamar tamu yang kosong buat kamu. Fakhira kan bisa tidur sama Famela atau Lisa. Nggak papa 'kan, Kira?" tanya Fazar tanpa melepas pelukannya di pinggang Hanaya.

"Nggak papa, Om."

"Nginep aja, ya? Hujannya deras banget loh, nggak mau reda-reda. Udah malem juga, takut kenapa-napa nanti di jalannya," ujar Hanaya dengan harap-harap agar Alan setuju dengan usulannya. Karena dia tahu, Fakhira akan bahagia dengan itu semua.

"Maaf ngerepotin ya Om, Tante."

"Nggak papa, kamu santai aja. Kan kamu juga calonnya Fakhira, jadi kita sih pasti welcome banget sama kamu. Kita dukung banget malah."

Lagi-lagi kalimat yang dilontarkan Fazar sangat mampu membuat pipi Fakhira semakin memerah menahan malu. Fakhira menggunakan handuk yang diberikan Hanaya untuk menutupi sebagian wajahnya karena tak kuasa menyembunyikan rasa malunya.

Namun ketika Fakhira berusaha keras menahan rasa malu, Alan bahkan masih saja tersenyum manis seperti tak terjadi apa-apa. Bahkan dia pun tak membantah sama sekali dengan kalimat yang dilontarkan Fazar tadi. Fakhira jadi merasa sedikit ... bahagia.

Komunikator (Completed) ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora