1. Bintang yang Temani Kita Bercerita

1.4K 232 62
                                    

"Mama udah beliin tiket buat kalian ke Bali."

Meja makan yang semula lengang kini riuh oleh sorakan gembira Angkasa dan Adhara. Kemala dan Kejora hanya bisa terkekeh melihat interaksi kedua anak mereka.

"Tapi jangan lupa kasih Mama cucu," goda Kejora diiringi tawa kecilnya.

Adhara refleks tersedak makanannya. Ia terbatuk keras selama beberapa detik kemudian meneguk segelas air putih yang disodorkan Angkasa.

"Mama bikin kaget aja, sih," protes Adhara. Ia mengerucutkan bibirnya sebal kemudian kembali menyuapkan makanannya.

Kemala terkekeh pelan. "Kalo udah, simpen aja piringnya. Nanti Mama yang nyuci. Kalian langsung tidur aja. Besok pesawatnya berangkat pagi," jelasnya. Ia beranjak dari duduknya lantas membereskan piring-piring kotor di atas meja.

Tangan Adhara menahan tangan Kemala. Ia mengambil alih tumpukan piring kotor dari tangan Kemala lantas beranjak pergi ke dapur.

"Mama aja yang istirahat. Biar Ara yang nyuci."

"Sini, biar Mama aja. Kamu istirahat," kukuh Kemala, mengikuti anak perempuannya hingga ke dapur.

Adhara menggelengkan kepalanya. Ia menyimpan piring yang dibawanya di bak cuci piring lantas mulai menggosok keramik bundar itu dengan sabun.

Wanita yang mulai menginjak usia lanjut itu tersenyum tipis. Ia mengusap pundak Adhara lembut sebelum meninggalkan gadis Kartika itu sendirian.

Adhara berjengit kaget ketika sebuah tangan melingkar di pinggangnya. Ia menoleh kemudian memutar bola mata malas ketika melihat Angkasa berdiri di belakangnya.

"Jangan peluk-peluk, ih. Tangan aku susah gerak," protes Adhara. Ia memukul tangan Angkasa, berusaha menyingkirkannya agar tak mengganggu kegiatan mencuci piringnya.

Angkasa menggelengkan kepalanya. Ia malah meletakkan dagunya di pundak Adhara lantas memejamkan mata. Angkasa selalu suka wangi buah-buahan yang menguar dari rambut panjang Adhara.

Setelah selesai, Adhara mengelap tangannya dengan lap tangan lantas membalikkan tubuhnya menghadap Angkasa.

"Kenapa, sih?" tanya Adhara lembut. Tangannya bergerak memainkan surai hitam legam Angkasa, mengelusnya pelan. Sementara itu, Angkasa masih memejamkan matanya dengan dagu bersandar di pundak gadis itu.

Kepala Angkasa bergerak pelan. "Ngantuk terus punggung aku pegel-pegel," gumamnya.

Adhara terkekeh pelan. Ia melepas pelukannya lantas menarik tangan Angkasa ke kamar mereka di lantai dua. Tentunya dengan kepala Angkasa yang masih bersandar padanya.

***

Bandara Soekarno-Hatta itu terlihat ramai pagi ini. Adhara mengeratkan jaket yang dipakainya lantas mengekori Angkasa menuju terminal keberangkatan. Ia membenarkan posisi beanie hat warna soft pink-nya menggunakan tangan kanan sementara tangan kirinya menyeret koper dengan susah payah di antara lalu-lalang orang.

"Ayo, by. Jangan sampe ketinggalan," ujar Angkasa bersemangat. Ia meraih tangan Adhara yang menggantung di sisi tubuhnya lantas menariknya agar berjalan lebih cepat.

Dengusan sebal keluar dari mulut Adhara. "Aku masih ngantuk gara-gara mijitin kamu. Lain kali gak usah sok main basket segala. Udah tua juga," sahutnya pedas.

Angkasa terkekeh pelan. Ia berhenti sebentar untuk mengusak surai hitam Adhara lantas menguyel-uyel pipi gadis itu gemas.

"Maaf, deh. Jangan ngambek, ya?"

[2] Semesta | 2HyunjinWhere stories live. Discover now