22. Sulit Tapi Mudah

411 93 17
                                    

"Ish, bukan gitu caranya!"

Adhara mendesis frustrasi ketika melihat Angkasa yang sedang berusaha mengganti popok Bumi dengan bermodalkan video tutorial dari YouTube malah membuat kaki Bumi tertarik. Bayi laki-laki itu menangis keras karena merasa sakit pada kakinya.

Di sisi lain ruangan, Adhara sedang sibuk mengaduk masakan dengan Bulan yang tertidur lelap dalam gendongannya.

Merasa kesal karena Angkasa tak kunjung berhasil, Adhara mematikan kompornya lantas menghampiri Angkasa di ruang tengah.

"Sini, biar aku aja yang ganti. Kamu malah narik kaki Bumi makanya dia nangis. Kasian anak aku jadi kesakitan gitu," omel Adhara.

"Anak aku juga, by," ralat Angkasa. Rambutnya terlihat mencuat karena terlalu sering diremat selama setengah jam ke belakang.

Gadis Kartika itu melepas kain gendongannya, memberikan Bulan yang masih tertidur pulas pada Angkasa. Ia berusaha menenangkan anak laki-lakinya itu.

"Bumi, jangan nangis lagi, ya. Bumi 'kan anaknya kuat," monolog Adhara sembari membuka bungkus popok yang baru.

Beberapa menit berkutat dengan popok, tisu, dan baju Bumi, sesi pergantian popok selesai. Adhara menggendong Bumi yang mulai mengantuk untuk dibawa ke kamarnya di lantai atas.

Tepat setelah Adhara meletakkan Bumi ke dalam box bayi, suara tangis kencang Bulan terdengar menusuk gendang telinganya. Ia mengusap wajah frustrasi karena setelahnya, Bumi ikut menangis.

Dengan sebal, Adhara kembali menggendong Bumi sembari mengusap rambut anaknya lembut. Ia menuruni tangga dengan hati-hati sampai menemukan Angkasa yang sedang panik dengan Bulan menangis kencang di gendongannya.

"Kamu apain sih, by?" tanya Adhara gemas.

Angkasa menggeleng, mengusap punggung Bulan hingga perlahan-lahan tangisnya mereda. "Enggak kok, aku cuma nyubit pipinya," kilahnya.

"Ya, jangan dicubit dong, Angkasa?! Kamu pikir Bulan squishy apa?!" omel Adhara.

Bibir Angkasa mengerucut sebal. "Cuma kayak gini doang masa nangis, sih? Padahal pelan, loh." Tangannya bergerak mencubit pipi Bulan. Cukup keras, walau lelaki itu mengaku cubitannya pelan.

Bulan yang semula sudah tidak menangis sontak kembali terisak dengan suara melengking miliknya. Disusul dengan Bumi yang juga ikut menangis. Ikatan batin kali, ya?

Helaan napas lelah terdengar dari mulut Adhara. "Nih, liat, nih. Dua-duanya jadi nangis, 'kan? Kamu sih, pake cubit-cubit segala," gerutunya.

"Kok, jadi salah aku? Aku pelan-pelan tau nyubitnya. Dasar emang cengeng aja si Bulan makanya dikit-dikit nangis," kilah Angkasa.

"Kamu nyubit pipi bayi umur tiga bulan serasa nyubit pipi aku kali. Makanya sampe nangis gini. Lain kali kalo gemes gak usah nyubit-nyubit, ah. Kasian anak aku," cerocos Adhara tanpa henti.

"Anak aku juga by, ya Allah. Kamu anggep aku apa?" ralat Angkasa lagi.

Mata Adhara mendelik tajam. "Ya, makanya kalo emang anak jangan disakitin terus. Masih sensitif ini kulitnya. Nanti kalau kenapa-napa gimana?"

"Iya, aku salah. Maaf," ujar Angkasa mengalah.

Semenjak sudah melahirkan, Adhara menjadi semakin galak. Memang salahnya juga sih, karena kurang terampil dalam mengurus bayi. Tapi 'kan, wajar saja karena ia sehari-hari berada di kantor. Hanya pada akhir pekan saja ia bisa membantu merawat Bumi dan Bulan.

Tapi nyatanya, sesulit ini. Padahal ia sering melihat video orang mengurus bayi dan kelihatannya gampang-gampang saja. Ternyata benar, praktik lebih sulit daripada teori.

[2] Semesta | 2HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang