Bonus Chapter: Girls Like You

774 102 27
                                    

Semuanya terasa sulit bagi Angkasa. Ia tidak tahu harus apa ketika dihadapkan pada dua keputusan. Kembali bersama Adhara atau memulai lembaran baru dengan Kanaya. Keduanya begitu berharga di mata lelaki Athara itu.

Dan di sinilah Angkasa duduk sekarang. Tepat di hadapan Kanaya yang kini tengah menatapnya penasaran setelah ia mengatakan bahwa ia akan membicarakan hal penting dengannya.

"Jadi, kamu mau ngomong apa?" tanya Kanaya, memecah hening yang semula mengungkung ruang tamu.

Angkasa meneguk ludahnya gugup. Ia menipiskan bibir, memberanikan diri menatap balik Kanaya. "Kamu udah nunggu lama?"

Pada akhirnya, empat kata satu kalimat dilengkapi tanda tanya itu yang meluncur dari bibir Angkasa. Ia memejamkan mata sejenak, merutuk dalam hati mengapa bisa ia melontarkan pertanyaan yang salah.

Seharusnya bukan itu. Seharusnya Angkasa memberanikan diri setelah selama tiga tahun terakhir hanya bisa memendam. Tapi ternyata, ia memang tidak pernah bisa mengutarakan yang sebenarnya. Atau ia masih ragu? Entahlah.

Kanaya tertawa, tawa kecil yang terdengar manis di telinga Angkasa. "Kirain mau nanya apa. Suasananya udah serius padahal," balasnya. "Aku baru dateng jam lima tadi, kok. Gak terlalu lama juga. Untung ada Bumi nemenin."

"Oh, aku kira dari siang. Aku takut kamu nunggu kelamaan. Makanya nanya gitu," alibi Angkasa.

"Kamu udah makan belum? Aku barusan masak bareng sama Bumi. Dia pinter masak ya, ternyata?" tanya Kanaya mengalihkan topik.

Terdiam sejenak, Angkasa hanya menggeleng pelan. Ia jadi teringat sosok Adhara sekarang. Sosok yang mengajari Bumi masak sejak pemuda itu duduk di bangku SMP. Sosok yang seringkali Bumi ceritakan ketika mereka bercengkrama sembari menonton film. Dan Angkasa selalu ingat kalimat terakhir yang Bumi ucapkan sebelum ia masuk ke kamar,

"Andai aja Papa sama Mama bisa bareng-bareng lagi."

Sayangnya, kata andai membuat semuanya terasa semakin menyakitkan. Kata andai selamanya hanya akan menjadi angan alih-alih kenyataan.

"Angkasa?"

Panggilan lembut dari Kanaya membuat fokus Angkasa kembali teralih. Ia tersenyum tipis, mengulurkan tangan, memunculkan kernyitan bingung di kening gadis Alisha itu.

"Apa?" tanyanya heran.

Angkasa tersenyum lagi. "Ayo, makan bareng aku. Sama Bumi sekalian."

Kanaya terkekeh kecil, menerima uluran tangan Angkasa dengan senang hati. Ia beranjak dari duduknya, berjalan di samping lelaki itu menuju meja makan.

"Tunggu bentar, ya. Aku panggil Bumi dulu di atas," pamit Angkasa. Sepersekian detik kemudian, ia melesat menaiki tangga untuk memanggil Bumi.

Helaan napas Kanaya terdengar di udara. Ia memutuskan bangkit, mengambil piring, sendok, dan garpu serta menyiapkan lauk pauk yang sudah ia masak tadi.

Sejujurnya, ia tidak pernah tahu seberapa lama ia akan bertahan dalam kondisi hubungan tanpa kejelasan seperti ini. Kanaya takut kejadian buruk di masa lalunya akan terulang kembali. Ketika tunangannya tiba-tiba memutuskan ia tanpa alasan. Padahal hanya tinggal selangkah lagi menuju pernikahan. Tapi jika bukan jodoh, Kanaya bisa apa?

Lalu setelahnya, Kanaya kembali bertemu Angkasa. Kala itu, mereka bertukar cerita di salah satu cafe dekat SMA lama mereka. Dari situlah ia tahu Angkasa sudah tak lagi bersama Adhara.

"Udah siap, Tante?"

Bumi yang baru saja sampai di meja makan menepuk bahu Kanaya pelan. Ia menarik salah satu kursi lantas duduk menghadap Kanaya yang masih berdiri. Tangan kiri pemuda itu memegang ponsel sementara tangan kanannya mencomot perkedel kentang di atas meja.

[2] Semesta | 2HyunjinWhere stories live. Discover now