16. Good News

426 104 14
                                    

Ini masih pagi tapi Adhara sudah bulak-balik kamar mandi selama tujuh kali. Perutnya serasa diaduk-aduk hingga rasanya sangat mual.

Adhara bersandar pada pinggiran wastafel, menatap pantulan wajahnya dari cermin. Bibirnya terlihat pucat sekali ditambah dengan matanya yang sayu.

Terakhir kali Adhara merasakan gejala seperti ini adalah ketika ia mengalami kehamilan yang pertama. Atau mungkin sekarang ia hamil lagi?

Gadis Kartika itu kembali ke ranjang lantas duduk di pinggirnya. Ia membuka laci lalu mengambil minyak kayu putih untuk dioleskan di sekitar leher dan untuk dihirup agar mualnya hilang.

"Kenapa, by? Masuk angin?" tanya Angkasa dengan suara khas orang bangun tidur.

Sebenarnya Adhara masih marah pada Angkasa. Ia ingin meminta klarifikasi pada suaminya itu mengenai foto kemarin. Tapi baru saja hendak membuka mulut, gadis itu sudah hendak muntah lagi.

Dengan cepat, Adhara bergegas lari ke dalam kamar mandi. Ia mual lagi, delapan kali dalam waktu kurang dari satu jam. Kepalanya sampai pusing.

Karena guncangan yang disebabkan Adhara, Angkasa terlonjak dari tidurnya. Ia menyusul Adhara ke dalam kamar mandi, melebarkan mata ketika melihat istrinya tengah bersandar lemah di wastafel.

"Ya ampun, kamu kenapa?" tanya Angkasa panik.

Adhara menggeleng, hendak menjawab. Namun kalah cepat oleh rasa ingin muntahnya.

Angkasa berjalan mendekat, memijat tengkuk Adhara seperti yang biasa ia lakukan jika gadis itu muntah-muntah seperti ini.

"Kita ke rumah sakit, ya?" tawar Angkasa.

Kepala Adhara tergeleng. "Nanti aku ke rumah sakit sama Mama aja," jawabnya dingin.

"Lho, sama aku aja, by. Sekarang. Takut kamu kenapa-napa."

Kedua bahu Adhara terangkat acuh. "Urusin aja Ghaitsa. Gak usah urusin aku," ketusnya.

"Ghaitsa? Kok jadi dia, sih?" tanya Angkasa heran. Barulah setelah menyadari bahwa Adhara marah karena mengetahui kejadian kemarin, Angkasa menjentikkan jarinya. "Kamu tau dari mana?"

"Pokoknya aku tau. Udah sana gak usah urusin aku."

Angkasa meraih tangan Adhara, menggenggam jari-jemarinya. "Kamu salah paham, by. Aku bisa jelasin," bujuknya.

Tangan Angkasa dihempaskan begitu saja. Adhara berjalan keluar kamar mandi lalu kembali meraih minyak kayu putihnya.

"Itu kemaren salah paham, by. Kamu harus percaya sama aku," bujuk Angkasa lagi.

Wajah Adhara mengeruh. "Salah paham apanya. Orang kamu jelas-jelas ngebales," cibirnya.

"Gak gitu, by. Aku ditarik Ghaitsa. Kejadiannya terlalu cepet. Aku gak tau kalo dia bakal kayak gitu. Kamu tau 'kan dia orangnya gimana," kilah Angkasa.

Adhara diam, masih memasang wajah cemberutnya. "Gak percaya," kukuhnya.

"Ya Allah, by. Beneran salah paham."

"Boho---"

Ucapan Adhara terpotong ketika Adhara menutup mulutnya lalu lari ke kamar mandi. Angkasa menghela napas kasar, meremat rambutnya pelan. Bagaimana caranya agar Adhara mau percaya?

Tubuh Adhara semakin lemas. Sekembalinya dari kamar mandi, ia segera bersandar pada tubuh Angkasa. Wajahnya terbenam di bahu lebar milik suaminya, mulai menangis pelan.

"Kamu gak tau aku sakit hati banget waktu dapet foto kamu. Aku berusaha percaya tapi rasanya susah banget buat percaya kalo itu semua bohong," ujar Adhara dengan suara bergetar.

[2] Semesta | 2HyunjinWhere stories live. Discover now