14. Konspirasi

427 107 20
                                    

Sejak book event kemarin, intensitas pertemuan Adhara dan Angkala semakin meningkat. Selain karena sama-sama suka membaca, Angkala juga suka menulis artikel. Hal itu membuat Adhara seolah menemukan partner-nya.

Sejujurnya Angkasa tidak pernah mempermasalahkan. Tentunya bagus, bukan, jika saudara kembar dan istrinya akur satu sama lain? Lagipula, Angkasa sadar ia mulai sibuk mengurusi kantor hingga jarang memiliki waktu dengan Adhara.

Akhirnya, setelah tiga minggu tanpa libur, Angkasa mendapat jatah liburan. Hari Sabtu pagi, dengan surai hitam yang masih berantakan karena baru saja bangun, Angkasa sudah duduk di meja makan sembari memperhatikan Adhara yang sedang memasak.

"Udah bangun, by?" tanya Adhara dengan mata terfokus pada wajan berisi nasi goreng di hadapannya.

Angkasa berdehem pelan, kentara masih mengantuk. Ia berjalan gontai menghampiri Adhara lantas memeluk istrinya dari belakang. Dagunya ia simpan di atas bahu si gadis Kartika.

"Ka, kebiasaan, deh." Adhara memukul tangan Angkasa yang melingkar di pinggangnya. "Aku lagi masak ini, susah gerak."

Tanpa peduli, Angkasa membenamkan wajahnya di ceruk leher Adhara. "Masih ngantuk, by," rengeknya seperti anak kecil.

"Ya, kalo masih ngantuk tidur lagi sana," usir Adhara. Ia mengambil mangkuk sedang untuk memindahkan nasi gorengnya yang sudah matang dengan Angkasa yang masih bergelayut manja.

Angkasa menggeleng, membuat surai hitamnya beradu dengan kulit leher Adhara. "Enggak ah, aku kangen kamu."

"Tiap hari ketemu masa kangen?" cibir Adhara.

"Kangen, lah. Aku 'kan, pulang malem terus."

Mata Adhara mendelik. "Dih, tapi 'kan, tiap malem kamu peluk-peluk," protesnya.

"Pokoknya kangen."

Setelah selesai memindahkan nasi goreng buatannya, Adhara menata meja makan dibantu Angkasa. Iya, akhirnya lelaki Athara itu bersedia melepas pelukannya.

"Ayo, makan," ajak Adhara. Ia mengambilkan piring lantas menyendokkan nasi goreng untuk Angkasa. Lalu setelahnya, ia mengambil untuk diri sendiri.

Suara dentingan sendok mengisi keheningan di meja makan. Angkasa menatap Adhara yang sedang mengunyah makanan hingga pipinya membulat.

"By, kamu masih trauma gak?" tanya Angkasa tiba-tiba.

Trauma yang Angkasa maksud adalah trauma kehilangan anak yang dialami Adhara beberapa waktu kemarin. Gadis itu sempat drop hingga bilang tidak ingin punya anak dahulu.

Adhara bergeming, menatap sisa nasi di piringnya. "Kamu pengen cepet-cepet punya anak, ya?" tanyanya getir.

"Iya, sih. Tapi kalo kamu masih belum mau gapapa, kok. Aku gak akan maksa."

Hening sejenak. Adhara menyelesaikan suapan terakhirnya lalu mengunyah dengan cepat. Ia mengerti Angkasa sangat senang ketika mengetahui dirinya hamil dulu. Mungkin sekarang saatnya ia mengabulkan keinginan Angkasa.

"Aku udah gapapa. Kamu bilang pengen bayi kembar, 'kan?" tanyanya sembari tersenyum tipis.

Mata Angkasa berbinar. "Beneran, by?" serunya heboh.

"Iya, bener. Udah ah, mukanya jangan mesum gitu, dong. Aku lempar piring, nih," ancam Adhara melihat raut wajah Angkasa.

Kekehan kecil Angkasa mengudara. Ia mengusak surai hitam Adhara lantas mengecup keningnya lembut.

"I love you, by."

"Love you more."

***

[2] Semesta | 2HyunjinWhere stories live. Discover now