3. Kunjungan Tak Menyenangkan

965 179 39
                                    

Gadis itu merotasikan bola matanya malas, menatap jalanan kompleks di depannya tak minat. Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya lantas mengutak-atik ponselnya, menekan beberapa kombinasi nomor. Sudah sepuluh menit lebih ia berdiri di sana tanpa melakukan apa-apa. Gadis bersurai hitam itu menempelkan ponselnya di telinga kanan, menunggu hingga teleponnya diangkat.

Baru satu kali nada sambung, terdengar suara dari seberang telepon.

"Ada apaan nih, nelepon-nelepon gue lagi?"

"Ck, sewot amat sih, lo sama gue." Gadis itu iseng menendang-nendang kerikil di bawah kakinya. "Gue mau minta tolong."

Terdengar suara benda jatuh dan gemerisik pena di telepon. "Katanya lo cuma minta tolong sekali."

Lagi-lagi gadis itu berdecak. "Yaelah, yang penting gue gak minta duit sama lo. Please, sekali lagi, Sha."

"Yaudah, apa? Jangan yang aneh-aneh. Gue males diinterogasi sama Axel."

Seringai gadis itu terbit. "Gampang, kok. Gue cuma mau nanya alamat kantor Angkasa."

"Gue chat-in alamatnya nanti."

"Thanks, Shasha."

"Hm."

Gadis itu menurunkan ponselnya. Ia mengetuk notifikasi Line yang baru masuk ke ponselnya, memeriksa alamat yang baru saja dikirimkan Shasha.

"Sampai ketemu di kantor, Angkasa," gumamnya pelan.

Baru saja gadis bersurai hitam itu melangkahkan kakinya, sebuah mobil berwarna silver berhenti tepat di sampingnya. Kaca mobil pengemudi mobil tersebut diturunkan, menampilkan wajah tampan seorang lelaki kulit putih berhidung mancung.

"Mau kemana?" tanya lelaki di dalam mobil.

Tawa sinis gadis itu menguar. "Gue mau kemana juga bukan urusan lo, 'kan?"

Pengendara itu menumpukan dagunya pada jendela mobil yang kacanya sudah ia turunkan sepenuhnya. Bukan urusan katanya? Jelas saja ini menjadi urusannya meskipun mereka hanya berstatus sebagai mantan.

"Urusan lo, urusan gue juga," ucap lelaki itu tegas.

Gadis itu menyilangkan tangannya di depan dada, mengangkat sebelah alisnya. "Oh, ya? Lo gabut banget apa sampe gangguin gue mulu?" sarkasnya.

Lelaki itu tersenyum miring. Sejujurnya ia sengaja mengulur-ulur percakapan ini. Ia hanya ingin mendengar gadis itu berbicara lebih lama di depannya.

"Gangguin lo itu hobi baru gue. Mau gue anter?" tawarnya final.

Gadis yang menyandang tas di tangan kanan itu tersenyum remeh. Apa katanya barusan? Ia hendak mengantarnya? Apa gadis itu tidak salah dengar?

"Anter aja tuh, selingkuhan lo."

Senyum lelaki itu mengembang. "Cemburu, ya?" godanya.

"Berisik. Mending lo pergi aja sana," ketus gadis itu sembari menggerakkan tangannya dengan gerakan mengusir.

Lelaki itu mendengus geli. "Yakin, nih? Yaudah, gue pergi dulu. Dah, sayang."

"Jauh-jauh lo, Ardian!"

Mobil berwarna silver itu melaju membelah jalanan kompleks yang lengang. Meninggalkan gadis bersurai hitam yang kini misuh-misuh sembari berjalan menjauhi rumah Angkasa.

***

Adhara mengerjapkan matanya pelan. Ia meregangkan tubuhnya yang kaku lantas melirik jam di atas nakas. Matanya melebar ketika jarum pendek jam sudah berada di pukul delapan.

[2] Semesta | 2HyunjinNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ