Her Story

733 97 7
                                    

Untuk beberapa saat, Jae tertegun. Ia pandangi kepergian Kiara yang tiba-tiba itu. Tak lama, karena kemudian Jae langsung mengejar Kiara yang belum berjalan jauh.

"Ra tunggu!" Kejar Jae pada Kiara. Untung saja Jae bergerak cepat, karena sekarang ia sudah dapat mensejajari Kiara, menahan langkahnya sebelum terlalu jauh.

"Ra, mungkin gue emang kedengeran konyol, dan maaf juga karena gue nggak punya alasan saat gue suka sama lo. Tapi seenggaknya...." Jae menahan napasnya sebentar, "seenggaknya biarin gue jadi alasan buat sedikit dari kebahagiaan lo." Jae berucap mantap.

Mendengar ucapan Jae tersebut, langkah Kiara lantas terhenti. Ia menarik napas panjang, sebelum kemudian menghembuskannya dengan keras. Sedikit mendongakkan kepalanya, Kiara menatap Jae, dengan tatapan yang Jae juga tak bisa artikan. Kiara lantas berucap, "well Jae, let me tell you a story. A story about a young dumb girl, who's once fell hard for no reason, and got broken instead."

*****

"Sebenernya gue malu buat cerita gini sama lo, Jae." Kiara menatap mata Jae, bulir air mata masih tampak di pelupuk matanya. "Tapi udah terlanjur gini, gue rasa lo harus tau juga. Gue harap dengan cerita gue ini, lo bisa berpikir lagi Jae." Ucap Kiara mantap.

Kiara lantas memulai ceritanya. "Dulu gue sempet punya hubungan sama seseorang. Udah lama, tepatnya pas gue SMA." Kiara menarik napas, tampak berat untuk melanjutkan. "Namanya Joseph. And he was my first love, my love at the first sight."

*****

"Pas denger alasan lo barusan, gue langsung berpikir, kadang-kadang takdir bisa selucu itu ya?" Kiara tertawa, namun tawanya terasa pahit. "Lo bilang, lo ngeliat gue nyebrangin anak-anak TK, terus jadi jatuh cinta pada pandangan pertama?" Jae mengangguk menjawab pertanyaan Kiara tersebut.

"Alasan bodoh." Ucap Kiara tiba-tiba. Jae jadi terkejut juga mendengar ucapan Kiara itu. "Tapi ya sama, gue juga pernah bodoh. Soalnya kurang lebih itu juga alasan gue buat jatuh cinta sama Bang Joseph." Kiara tersenyum getir. "Skenario Tuhan kadang-kadang lucu ya?"

Kiara terus melanjutkan ceritanya. "Hubungan gue dan Bang Joseph baik-baik aja, saat itu. Bang Joseph orang baik. Dia itu kayak heroine di drama-drama, nggak bercela. Dia baik, cakep, berprestasi, tipe-tipe kebanggaan guru gitu lah. Pada saat itu.... gue bahagia, dia bahagia, kita bahagia." Jae masih menyimak cerita Kiara dengan seksama, dengan mata yang nampak khawatir.

"Maaf, kalo boleh tau kenapa...." Tanya Jae hati-hati. Omongan Jae terpotong oleh jawaban Kiara yang sungguh tidak diduga Jae, membuat Jae membelalakkan matanya dan mengepalkan tangannya keras.

"Ya, lo pasti mau nanya kenapa kalo bahagia gue malah putus, kan?" Sambar Kiara cepat. Ia lantas melanjutkan ceritanya. "Saat itu, kami memang bahagia. Until he left me." Kiara mendesah pelan, menggantung ucapannya. "Eh, bukan. Yang bener until I asked him to left me. Karena dia punya tanggung-jawab yang lebih besar, jauh lebih besar dibandingkan gue. Tanggung-jawabnya adalah orang-orang yang sekarang jadi istri dan anaknya."

*****

"Sebelum lo ikut-ikutan marah atau kesel sama Bang Joseph, gue harus kasih tau lo dulu. Nggak, disini gue nggak menyalahkan siapa-siapa. Well, Bang Joseph orang baik. Gue yakin dan bisa jamin hampir 100% tentang itu. Saat itu dia cuma khilaf. Ya, walaupun dampaknya ternyata sebesar itu." Kiara tampak tersenyum getir. "Lagian kalo mau dipikir positif, mungkin takdir gue emang bukan sama Bang Joseph."

Kiara lantas kembali menatap Jae. "Nah Jae, gue tau, eh bukan, gue yakin dan percaya kalo lo orang baik." Kiara tampak meremas jari-jari tangannya. "Masalahnya, looking at you sometimes makes me remember about that good old days, yang sebenernya perlahan mau gue kubur dalem-dalem."

Bahu Kiara tampak bergetar, menahan tangisan yang bisa pecah kapan saja, tapi ia tetap melanjutkan curahannya. "Di satu waktu, you looked like the old me. Di waktu yang lainnya, lo terasa kayak the old Joseph. Dan kalo mau jujur, gue emang bodoh. Saat ini, gue belum sekuat itu. Gue masih terlalu lemah. Gue... gue..." Ucapan Kiara terpotong oleh tindakan spontan Jae yang memeluk Kiara, sembari menepuk-nepuk pelan puncak kepala Kiara.

"It's okay Ra, you have me. Kalo lo nggak sanggup, nangis aja. Nggak apa-apa, lo punya gue buat bersandar." Ucap Jae pelan, masih mengelus lembut puncak kepala Kiara. Sejenak Kiara menahan napasnya, menahan deru jantungnya yang secara tiba-tiba berdetak dengan tidak normal. Kiara lantas melepaskan dirinya dari pelukan Jae secara kasar, kemudian berucap, "ya Jae, makasih buat semuanya. Maaf, buat sekarang gue nggak bisa."

Dan kembali, Kiara meninggalkan Jae seorang diri.

*****

Hai!
Seperti biasa, aku kembali dengan satu lagi cerita dari Kiara dan Jae.
Segala bentuk komentar, kritik dan saran masih dengan senang hati diterima.
Akhir kata, selamat membaca!

First Sight | Jae Day6Where stories live. Discover now