Realisasi

778 89 4
                                    

Kiara, listen. Kamu boleh aja nolak aku. Aku terima itu. But please, anggap aku sebagai temen kamu. Kita masih bisa jadi temen kan? Anggap aja yang tadi itu cuma cara aku buat bantu kamu sebagai teman. Buat kamu yang saat ini sedang butuh bantuan.

Omongan Jae tempo hari terus terngiang di pikiran Kiara, membuat pikirannya kusut. Beberapa hari ini, rasa-rasanya Kiara jadi serba salah. Ada saja hal yang Kiara kerjakan, yang sepertinya malah menjadi kacau.

"Ra? Ra? Haloo Kiaraa." Terdengar suara Jamie memanggil-manggil Kiara. Tangannya sudah melambai-lambai di depan muka Kiara.

"Hah? Eh? Oh iya, kenapa Jam?" Balas Kiara, malah terlihat seperti orang linglung.

"Lo kenapa, Ra? Nggak biasanya lo keliatan nggak fokus kayak gini." Tanya Jamie bingung, pena yang sedari tadi ia genggam sekarang terlihat ia putar-putarkan. "Lagi mikirin orang yaaa?" Tambah Jamie lagi, tersenyum jahil.

Iya, mikirin temen lo. Ungkap Kiara, dalam hati tentu saja. Ia tak berani jika harus menjawab jujur. Kiara hanya mengulas senyum tipis, sembari menggelengkan kepalanya pelan, memberi tanda bahwa ia tak apa-apa.

Oke fokus Kiara, fokus.

*****

"Oh iya Ra, ngambil data kemaren gimana jadinya? Aman?" Tanya Mytha, patner penelitian Kiara, yang duduk disamping Jamie. "Maaf banget ya gue mendadak nggak bisa, gue jadi nggak enak banget sama lo, sama Bang Joseph juga." Tambahnya, wajahnya tampak menunjukkan ekspresi bersalah.

"Nggak apa-apa kali, Myth. Santai aja." Balas Kiara tenang. "Gimana nyokap lo? Udah baikan? Masih di rumah sakit?"

"Udah baikan sih, cuma masih mesti rutin kontrol." Mytha tampak menghela napas. "By the way, berarti kemaren cuma lo sama Bang Joseph dong? Kantor dia libur kan kalo weekend?"

"Ah nggak kok, nggak berdua doang. Gue ada minta temenin temen." Jawab Kiara sekenanya.

"Matthew?" Tanya Jamie, mengangkat alis.

"Bukan, Jae." Tukas Kiara singkat.

Sesaat kemudian ia baru menyadari ucapannya.

Oh shoot!

*****

Kiara uring-uringan. Semenjak tadi ia hanya terus-terusan berputar di tempat tidurnya. Miring ke kanan, salah. Miring ke kiri? Salah juga. Bayangan tentang Jae terus menerus berputar di kepalanya.

Kiara kembali teringat akan interaksi-interaksinya dengan Jae. Ia tersenyum. Berbagai kejadian, baik yang lucu maupun manis kembali terngiang. Sadar Kiara, sadar! Ucapnya pada jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat.

Aduh, udah mulai nggak beres nih. Gue butuh nasihat. Kembali Kiara berucap pada dirinya sendiri. Tangannya meraih handphone yang terletak di nakas.

Calling.....
Sonya Jepang KW

*****

"Halo?" Sonya berucap sesaat setelah sambungan teleponnya dengan Sonya terhubung.

"Oyyy Ra. Kenapa Ra?" Jawab Sonya di ujung telepon.

"Lagi sibuk nggak Ra? Mau curhat nih." Tanya Kiara langsung, tangannya memilin-milin seprai tempat tidurnya.

"Silahkan, silahkan. Mau curhat apaan, Ra?" Nada suara Sonya terdengar antusias.

"Ini tentang Jae." Kiara menghela napas. "Lo... kenal Jae kan?" Tanya Kiara yang segera disahut Sonya dengan kata 'ya'. "Gimana ya gue mulai ceritanya? Ehm, jadi gini. Akhir-akhir ini gue jadi kepikiran Jae terus, bikin gue jadi nggak fokus." Ucap Kiara, memulai ceritanya.

"Oh wow." Begitu respon pertama yang diucapkan Sonya. "Kepikiran gimana dulu nih? Lo mulai tertarik sama dia?" Tanya Sonya tanpa basa-basi.

"Bukann, bukan gitu, Nya." Kiara menggigit bibirnya. "Ya gue kepikiran aja gitu, dia baik banget sama gue, padahal gue udah jahat banget sama dia." Kiara menyahut cepat, kemudian kembali menghela napas kencang. "Gue nggak enak hati sama dia."

"Kiara yang gue kenal sih bodo amat ya sama orang." Sonya menyahut santai. Kiara merengut mendengarnya. "Ya tapi bagus deh, artinya secara nggak langsung lo mulai peduli sama dia."

"Hmm, peduli?" Kiara mengangkat alisnya, kembali tertarik dengan apa yang akan diucapkan Sonya selanjutnya.

"Iya, peduli. Peduli nggak mesti in a romantic way kok, tapi ya kalo mau in a romantic way juga nggak apa-apa hahaha. You've got one step ahead. Ututu Mama bangga padamu, Nak." Balas Sonya serius, tapi mencoba terlihat bercanda.

"Ihh apaan sih, Nya." Kiara mencoba menepis omongan Sonya. "Tapi serius nih Nya, orang kayak Jae tuh terlalu baik buat gue. Gue tuh udah jahat banget sama dia." Kiara mengeluarkan keluhannya. Ia sekarang sudah kembali merebahkan dirinya di tempat tidur.

"Ra!" Suara Sonya seketika mengeras. Kiara jadi kaget juga. "Lo tuh jangan suka mendiskreditkan diri sendiri gitu lah." Suara Sonya masih terdengar tegas. "Lo juga orang baik kok, baik banget malah." Nada suara Sonya mulai melembut. Ia kemudian menambahkan, "lagian kalo lo emang orang jahat, lo kali udah dari kapan tau nyumpah-nyumpahin si Joseph."

"Nya...."

"Iya, iya iyaa. Joseph orang baik, iyaa." Sonya terdengar menghela napas. Tiba-tiba, nada suara Sonya kembali terdengar excited. "Eh by the way Ra, did your heart beat faster when you're with him?" Tanya Sonya kembali.

Kiara tertegun mendengar pertanyaan iseng Sonya. Harus ia akui, jantungnya memang beberapa kali sempat berdetak lebih cepat saat ia bersama Jae. Ragu-ragu Kiara menjawab, "yaa... pernah sih, Nya."

"Nah kan, apa gue bilang." Sonya bersorak senang. "Lo tuh mulai tertarik sama Jae." Seru Sonya antusias. "Tenang aja, gue dukung sepenuhnya."

"Nggak gitu juga, Nya." Kiara segera membantah. Tapi kembali, pikirannya menjadi bercabang-cabang.

"Hahaha iya iya, maaf." Sonya tergelak. "Don't mind me, Ra. Gue ngomong serius sih, tapi mau lo ikutin atau nggak itu urusan lo. Gimanapun juga, ini hidup lo. Lo sendiri yang tau mana yang baik dan mana yang buruk. Gue cuma bisa mendoakan dan berharap yang terbaik buat lo." Tambah Sonya panjang lebar.

Ada selang waktu beberapa saat setelah nasihat Sonya itu. Kiara butuh waktu untuk mencerna semua yang telah Sonya ucapkan padanya. Belum sempat Kiara berucap, Sonya kembali menambahkan,

"oh iya Ra, inget ya, ini hidup lo. Cuma lo yang berhak untuk menentukan kemana arah hidup lo selanjutnya, don't let others control you. Be you! Be your own you!"

Kiara makin pusing mendengarnya.

*****

Setelah perbincangan panjangnya dengan Sonya tadi, Kiara kembali memikirkan keputusannya. Ia kembali meragu. Hati dan otaknya bagaikan tidak berjalan seirama. Kembali, Kiara memikirkan dalam-dalam percakapannya dengan Sonya, mencoba mencerna kepingan-kepingan yang terserak.

Kali ini, Kiara membiarkan hatinya mengambil alih tindakannya. Tangannya bergerak, mencari handphone yang tadi ia lempar sembarangan.

Damn it, Kiara!

*****

Calling.....
Jaeris Vespa

Halo Jae? Boleh aku bicara sama kamu?

- Finish -

Hahaha kaget nggak? Ya, cerita Jae dan Kiara memang berakhir sampai disini. Tapi jangan sedih dulu, soalnya cerita Jae dan Kiara tidak benar-benar berakhir (?)
Masih ada chapter bonus sehabis ini, yang (mungkin) akan menjawab rasa penasaran kalian semua.

Sampai jumpa di chapter berikutnya ^^

First Sight | Jae Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang