4. Ayah Mertua dan Kisah Masa Lalu

8.1K 369 5
                                    

Ketika masih remaja dahulu, Al sangat senang membayangkan masa depan. Memilik karir yang bagus, memiliki suami yang tampan dan penyayang, anak-anak yang lucu dan keluarga yang harmonis.

Saat itu yang terlintas hanya kesenangan semata, memang benar manusia dituntut untuk berpikir positif tetapi terlepas dari itu semua kehendak Tuhan adalah segala-galanya. Al tidak pernah menyesal atau marah akan takdir yang sedang dijalaninya saat ini. Sesuatu yang pasti, dan Al selalu percaya bahwa Tuhan selalu bersamanya.

Kandungannya sudah menginjak usia tiga bulan, dan belakangan ini harus dihadapkan dengan morning sickness. Sangat menyiksa sungguh, Al bingung harus mengadu kepada siapa. Kakak iparnya bahkan belum pernah mengandung, kepada Garry? Tidak mungkin, suaminya sangat sibuk bahkan jarang pulang, lebih memilih menghabiskan waktu berharga dengan kekasih tercintanya.

Seperti pagi ini, sejak tiga puluh menit yang lalu Al belum beranjak barang sedikit dari kamar mandi. Berdiri menghadap wastafel sambil mengurut tengkuk guna mempermudah keluarnya muntah, namun hanya air bening yang keluar. Pelipisnya sudah basah dengan keringat dan cukup lelah berdiri di sini hanya untuk memuntahkan air. Setelah selesai dengan wastafel yang Al lakukan hanya duduk diam di atas ranjang.

Tubuhnya menjadi lemas dan kakinya mulai terasa sejuk. Belum lagi rasa pegal yang menyiksa pada tengkuk, apakah semua wanita hamil merasakan hal yang demikian?.

Parahnya lagi, Al tidak bisa memakan masakan rumah. Setiap mencium aroma masakannya sendiri rasanya ingin muntah, akibatnya Al terpaksa vakum memasak beberapa bulan ke depan. Garry jelas tidak masalah, justru bagus karena dia tidak perlu repot-repot melewati ritual makan bersama yang sangat kaku itu.

Al selalu memperhatikan tingkah laku dan mimik wajah Garry ketika mereka makan bersama. Pria itu terlihat enggan untuk makan, bahkan sering terburu-buru atau tidak menghabiskan makanannya demi menghindari Al.

Rasanya Al ingin menangis ketika merasa lapar tetapi Garry tidak ada di rumah. Pergi pagi dan kembali pada malam hari, seakan tidak ada nyawa dalam pernikahan ini. Hormon wanita hamil memang luar biasa, terkadang Al sangat kesal dengan Garry dan berkahir dengan menangis sesenggukan di kamar, kadang kala juga merasa kesal dengan Oliver kucing betina hadiah pernikahan dari Ayahnya. Emosinya menjadi kacau bahkan terkadang dia juga merasa heran, dirinya sedang mengandung atau sedang sakit jiwa?.

"Halo ... hmmm Kakak sibuk?" Al menghubungi Cath, sejak menjabat menjadi menantu baru hanya wanita itu yang menjadi teman berbicaranya sekarang.

"Bisakah Kakak ke sini? Bawakan sarapan untukku, tolong sekali aku sedang kelaparan. Aku tidak menerima penolakan atau aku dan calon keponakanmu akan sakit karena kelaparan," ucap Al dramatis, sebenarnya tidak masalah sebab Kakak iparnya tidak akan marah.

Setelah selesai dengan acara negosiasi dengan Kakak iparnya, Al segera bergegas untuk membersihkan diri dan bersiap-siap duduk manis menunggu wanita itu datang. Tidak lupa pula makanan yang dia pesan.

"Astaga ... Kukira kau adik yang lucu, ternyata suka sekali menyuruh. Aku lebih cocok jadi babu mu daripada Kakak iparmu," omel Cath sambil meletakkan bungkusan makanan di atas meja makan. Al memajukan bibirnya mendengar omelan wanita itu.

"Kurangi marah-marah atau Kakak akan cepat menua, andai saja aku bisa memakan masakan rumah pasti tidak akan seperti ini." Al sedikit memelankan suaranya sambil mengeluarkan beberapa cup sup kentang hangat, wajahnya murung.

ETHEREALWhere stories live. Discover now