10. Sebuah Opsi

7.4K 340 9
                                    

Alex itu orang yang humble, meskipun terlihat sedikit aneh dengan sikapnya yang suka berubah-ubah. Setelah sesi curhat itu Al merasa pria itu seperti memiliki kepribadian ganda. Suatu saat Alex bersikap sangat ramah, ceria, dan kadang pula bersikap melankolis. Dengan alibi rasa sayang akan Ibu hamil dia meminta untuk mengantarkan Al pulang setelah selesai bekerja. Supaya tidak terciduk Garry dia hanya mengantar sampai depan pagar saja.

“Maaf aku tadi tidak sengaja curhat, setelah ini kau jangan menganggap pria cengeng ya,” ucap Alex sambil menyetir, kali ini Al mulai mencoba memperbaiki ekspresinya yang kata Alex suka cemberut. Jadi Al selalu tersenyum sepanjang jalan.

“Kau kenapa tersenyum terus?” Sekarang justru Alex yang protes menatap Al heran.

“Katamu cemberut tidak baik, jadi aku selalu tersenyum.”

Alex memutar bola matanya merasa heran dengan alasan Al kali ini. Tumben sekali wanita itu mau menurutinya di luar jam kantor.

“Baiklah Al, terserah kau saja.”

Mereka kembali terdiam, dalam keheningan Al sedikit melirik pakaian yang dikenakannya. Al memang mengenakan setelan kantor tetapi rasanya sangat jauh berbeda dengan setelan yang biasa Yolanda kenakan. Wanita itu terlihat lebih menarik, tentu saja bentuk tubuhnya sangat indah tidak seperti dirinya yang sedang mengandung. Tetapi Al tidak menyalahkan Sim, menjadi ibu hamil adalah berkat yang harus disyukuri.

“Alex, menurutmu apa aku terlihat menarik?”

Alex menatapnya dengan kening berkerut, tentu saja. Itu pertanyaan aneh, dasar mulut! Rutuk Al dalam hati.

“Sebelum menjawab aku ingin kembali bertanya. Kau ingin terlihat menarik untuk siapa? Karena porsi menarik setiap orang berbeda.”

Al yang awalnya antusias kini kembali berpikir, benar juga kata Alex. Al mencoba berpikir untuk mencari jawabannya, Alex sesekali menatapnya namun tetap fokus pada setir kemudi.

“Sebaiknya sebelum bertindak kau harus bertanya Al. Jika ingin menarik di mata suamimu, kau bisa berbasa-basi sedikit. Yah pura-pura saja bertanya wanita cantik di mata dia seperti apa. Kalau aku tidak perlu bertanya karena sudah tampan, baik hati, dan selalu menghargai wanita.”

Al mendengar saran Alex sambil mengangguk paham, untuk dialog menyombongkan diri yang terakhir Al sudah tidak heran, iyakan saja.

“Tapi Al, dari berbagai drama percintaan yang sering Kakak iparmu lihat kebanyakan para suami melihat wanita hamil itu menarik,” ucap Alex santai sambil menaikkan kedua alisnya.

Tatapan mesum!

“Awww!”

“Dasar kau!” Al memukul lengan Alex dengan tasnya, dia tidak peduli dengan ringisan Alex. Tatapannya tadi terlihat mesum sambil melihat kearah perut Al.

“Kenapa kau memukulku?” Alex mencoba kembali fokus pada setirnya.

“Tatapanmu mesum!” jawab Al ketus.

“Astaga, aku hanya belajar berbagai ekspresi tadi. Barangkali aku bisa lulus casting, bermain film keren. Wajahku juga tampan seperti Charlie Puth.”

Bukannya iba Al justru semakin jengah dengan pria banyak omong seperti Alex.

“Jadi ... kau yang menangis tadi juga bagian dari latihan ekspresimu?” Al menatapnya tajam, kalau iya dia tidak segan-segan memukul kepala Alex dengan sepatunya.

“Kalau itu tidak, kebetulan saja ada contoh nyata jadi hasilnya keren.”

“Kau menganggap ceritamu itu sebuah lelucon begitu?”

ETHEREALWhere stories live. Discover now