13. Teman Curhat

6.9K 322 8
                                    

Kali pertama dia membuka mata seketika itu sadar jika tempat ini bukanlah kamarnya, sangat asing, dan dia tidak suka tempat ini, ranjang rumah sakit mengingatkannya akan kehilangan. Perpisahan memilkukan dengan Ibunya terjadi di atas ranjang rumah sakit, membuatnya trauma.

Al tersadar sekitar pukul empat pagi, dari tempatnya berbaring dapat terlihat Cath yang sedang tertidur di atas sofa, ternyata ada Bruce dan Ayah juga. Al merasa terharu dengan sikap baik keluarga ini padanya. Tetapi ada setitik rasa sesak di hatinya, pria yang dianggapnya suami tidak ada di sini.

Beberapa hari dia berusaha melupakan Garry tetapi mengapa hati bodohnya tidak mau diajak kerja sama. Meskipun lisannya sombong mengatakan tidak membutuhkan Garry, kenyataannya dia rapuh. Pria itu begitu membencinya kah?

Ada banyak pertanyaan dan praduga menyangkut kehidupannya yang kacau ini. Al ingin semuanya berakhir, dia ingin hidup bebas, tapi selalu saja ada setitik dua titik rasa tak rela. Al masih bertanya-tanya bagaimana cara berdamai dengan hatinya sendiri.

Garry tidak pernah mengatakan hal buruk di depan wajahnya. Pria itu tak pernah berteriak atau mencaci maki secara langsung, meskipun Al yakin di belakang itu Garry meluapkan emosinya dengan cara lain. Garry memang pembangkang, tapi pria itu tak pernah memukul istrinya, dia tidak seperti pria kebanyakan yang berpikir pendek.

Al sedang berpikir, sampai kapan Garry bisa menahan emosinya. Sementara kekacauan semakin buruk saja, dia takut jika suatu saat Garry kehilangan kontrol dan melakukan hal buruk. Kasus-kasus pembunuhan berencana yang dilakukan pasangan marak terjadi, membuatnya khawatir.

Dia memikirkan hal aneh itu hingga pagi menjelang. Waktu demi waktu yang telah berlalu hanya dihabiskannya dengan merenung. Pikirannya semakin ruwet. Al melirik ke arah keluarga mertuanya yang masih tertidur pulas, sepertinya mereka kelelahan.

Cath bangun sekitar pukul delapan, begitu melihat sang adik ipar sudah terjaga dia langsung memeluk dan menciumi kening gadis itu, pagi-pagi Cath sudah menangis lagi.

“Kakak khawatir sekali, kenapa kau nakal, tidak sadarkah kau ini sedang  hamil, rasanya aku ingin memukul kepalamu.” Cath mulai mengomel sambil menangis, Al hanya mengangguk sambil mengucapkan kata maaf berulang kali.

“Banyak orang yang menyayangimu Al, tolong jangan membuat kami khawatir, jaga bayimu baik-baik.”

“Aku mengerti Kak, jangan marah padaku ya.”

“Apa pernah aku marah padamu?”

“Hehe tidak, tetapi aku sering melihat kakak memarahi Alex.”

Kemudian Cath melepaskan pelukannya, dia seperti teringat sesuatu. “Oh iya, Alex akan berkunjung sekitar pukul sepuluh, astaga bahkan kakak belum mandi.” Cath terlihat panik dan mulai mencari peralatan mandinya, “dan para lelaki ini belum bangun, astaga.” Cath semakin frustasi kemudian dia mulai sibuk membangunkan suami dan Ayah mertuanya.

Al tersenyum melihat cara Cath membangunkan suaminya, sangat tidak manis bahkan wanita itu sampai mengigit pipi suaminya. Lagi-lagi Al teringat Garry, dia tidak pernah mendapat kesempatan untuk membangunkannya setiap pagi, bahkan melihat wajah suaminya ketika bangun tidur juga tidak pernah.

Mereka sarapan bersama dengan posisi mengelilingi ranjang rawat Al, membuat ibu hamil itu terhibur. Berulang kali Cath menceritakan kebiasan dari calon keponakannya yang menolak makanan masakan ibunya sendiri. Cath mengerti masalah terbesar Al dengan calon anaknya yang masih janin. Anaknya tak menyukai masakan yang Al buat, pemilih.

“Dia lumayan nakal ternyata, bahkan sekarang menolak makanan rumah sakit dan lebih memilih makanan di luar sana,” ujar Ayah mertuanya masih tetap memasukkan makanan ke dalam mulut, Al hanya tersenyum. Mereka sangat hangat, dia merasa sangat beruntung di kelilingi orang baik seperti mereka.

ETHEREALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang