19. Hello, Sim

7K 346 18
                                    

Musim dingin telah tiba, makhluk di bumi disibukkan untuk menyambut suasana natal dengan penuh cinta. Di bulan desember orang-orang akan tersenyum bahagia, anak-anak akan sibuk menulis keinginannya atau para orang tua yang sedang sibuk menghias rumah mereka. Butiran putih itu turun silih berganti melewati jendela kaca tepat dimana Al sedang termenung.

Salju selalu membawa ketenangan pikirnya, senyumnya mengembang ketika mengingat salju pertamanya setelah menikah. Saat dimana dia dan kedua kakak iparnya bermain salju dengan ceria. Sekarang mana sanggup lagi dia melakukan hal itu.

“Halo nona snow, kalian dapat salam dari Sim.” Lalu dirinya terkikik sendiri seolah benda putih yang turun beramai-ramai itu membalas perkataannya. Ponsel miliknya berbunyi, ada pesan dari Cath yang berisi foto liburannya dengan sang suami.

“Selamat datang di bulan penuh kasih Al, selamat menikmati salju pertamamu. Salam untuk baby Sim, semoga Tuhan memberi berkat untuk kalian berdua.”

Begitu bunyi pesan yang Al baca. Pasangan itu tersenyum bahagia berlatarkan menara Eiffel, mereka menghabiskan liburan dengan  mengunjungi beberapa kota terkenal. Sungguh pasangan yang romantis.

“Terimakasih Kak, selamat menikmati liburan kalian. Jangan lupa bawakan oleh-oleh untukku dan baby Sim.”

Setelah membalas pesan, Al kembali termenung. Mungkin kali ini menjadi musim dingin yang sepi baginya. Satu-satunya semangat ketika memulai hari adalah kehadiran bayinya. Terkadang dirinya merasa iri dengan kemanisan orang-orang di sekitarnya. Untuk tersenyum bahagia bukanlah hal yang sulit namun mempertahankan senyum bahagia itulah yang sulit.

Al kembali teringat bagaimana dengan mudahnya Alex menemukan pujaan hatinya dan bagaimana dengan mudahnya pula Bella menerima Alex sementara yang dirinya tahu Bella sangat sensitif jika menyangkut suatu hubungan.

Al sedikit meringis ketika merasakan hal yang tidak biasa dengan perutnya, sejak tadi malam sebenarnya, tetapi barangkali hanya mulas biasa. Dengan malas dia menuju kamar mandi, rasanya ingin buang air kecil tetapi terlalu sakit sampai-sampai Al mengigit bibirnya setiap dia melangkah.

Suasana dingin jelas terasa tetapi Al merasa keningnya basah dengan keringat. Dirinya semakin kalut setelah mengetahui ada warna merah, naum tidak terlalu pekat di dalam closetnya. Jadi yang barusan dia keluarkan bukan air seni? Tiba-tiba saja rasa keram di perutnya semakin menjadi. Pijakannya hampir goyah untung saja dia masih dapat menopang diri dengan tembok kamar mandi.

Ada apa dengan Sim? Apa dia ingin keluar? Tetapi kata dokter seminggu lagi bayinya akan lahir. Dengan langkah gemetar Al menuju kasurnya, mengambil ponselnya dengan terburu-buru. Ponsel itu beberapa kali terjatuh karena tangan Al yang mendadak tremor.

Pikirannya semakin kalut ketika melihat cairan bening bercampur darah tampak merembas dan mewarnai piyamanya. Bella adalah satu-satunya orang yang dapat Al harapkan. Dia terisak sambil menanti Bella menjawab panggilannya.

“Tuhan kumohon ... ”  Semakin kalut ketika panggilan pertama tidak mendapat jawaban.

“Ayah ... iya Ayah ... ” Dengan penuh harap Al menghubungi Ayah mertuanya, namun lagi-lagi panggilannya tidak mendapat jawaban. Panik dan takut kini total menguasai Al. Pada akhirnya Al menghubungi Garry yang sejak tadi malam pergi keluar. Tangis Al semakin menjadi ketika ternyata Garry menjawab panggilannya. Dia sangat bersyukur hingga menangis.

“Halo Al?”Garry tidak cukup tega mengabaikan panggilan itu, pagi ini salju turun ditambah kondisi Al yang sedang hamil besar, dia was-was jika ada hal buruk terjadi.

“Garry ... Garry tolong kembali sekarang, Garry sepertinya aku akan ... tidak, tidak jangan matikan panggilanku.” Al semakin terisak dan panik tatkala panggilannya terputus begitu saja.

ETHEREALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang