11. Yolanda dan Pengorbanan

7.3K 331 12
                                    

“Astaga, Sial!” Garry berdecak sebal setelah menerima panggilan telepon dari seseorang, kemudian berjalan tidak semangat menghampiri kekasihnya yang sedang meminum segelas lemon tea hangat.

“Ada apa Gar? Mengapa mengumpat?” Yolanda meletakkan lemon hangatnya, lalu beranjak menghampiri Garry.

“Ayahku mengajak bertemu,” jawab Garry singkat

It's not a big problem honey, kalian hanya perlu berbicara," ujar Yolanda sembari salah satu tangannya merangkul bahu kekasihnya sambil tersenyum.

“Aku tidak bodoh, pasti dia membicarakan masalah rumah tanggaku. Mereka selalu mengaturku.”

Garry melepaskan rangkulan itu dengan wajah tidak senang, Yolanda dapat memakluminya karena Garry memang sedang kesal, dia harus menguatkan Garry demi keberlangsungan hubungan mereka.

“Besok aku akan menemanimu," sambung Yolanda.

Garry menatapnya heran, tumben sekali Yolanda ingin bertemu dengan Ayahnya. Selama ini sang kekasih paling enggan berkomunikasi dengan keluarganya. Yolanda tipikal wanita bebas yang membenci formalitas seperti itu.

“Memangnya besok tidak ada kesibukan? Aku khawatir nanti ayahku mengatakan hal buruk di depanmu. Biar aku saja yang bertemu dengannya.”

Yolanda menggenggam telapak tangan Garry, dia tersenyum lagi seolah menyalurkan kekuatan untuk kekasihnya.

“Masalah ini menyangkut kebahagian kita, mari kita hadapi bersama-sama.”

Garry menatap dalam bola mata Yolanda dengan rasa kagum dan cinta, tidak dipungkiri Yolanda itu sempurna di matanya. Lantas dengan cepat membawa wanita itu dalam pelukan hangatnya, pelukan yang selama ini hanya dia beri kepada Yolanda.

...

Ternyata sang Ayah memintanya untuk datang ke rumah utama keluarga mereka, sudah lama sekali Garry tidak menginjakkan kaki di sini. Sepanjang jalan dari gerbang hingga ke pintu utama matanya sibuk memperhatikan kondisi rumah masa kecilnya itu, tidak ada yang berubah. Tentu saja, Ayahnya tak ingin menghapus kenangan bersama Ibu di sini.

Garry menekan bel beberapa kali, kemudian pintu dibuka dan mereka disambut oleh seorang pelayan, Garry tentu tidak lupa pembantu rumah tangga keluarganya. Wanita paruh baya itu membungkuk kemudian mempersilahkan tuan mudanya untuk masuk.

“Tuan besar menunggu anda di ruangan kerjanya.”

Garry hanya bergumam dan mengangguk. Diraihnya jemari Yolanda dan menggenggamnya hangat, kini mereka berdua menuju ruangan kerja Ayahnya.

Tok … tok … tok …

“Ayah___ ini aku.” ucap Garry di depan ruangan kerja Ayahnya.

“Pintunya tidak dikunci.”

Garry menghela napas pelan, ditatapnya Yolanda sebentar kemudian membuka handel pintu. Ayahnya sedang duduk di kursi kebesarannya, ketika mereka berhadapan Ayahnya langsung menatap tidak suka kepada Yolanda.

“Aku memintamu bertemu empat mata, lalu mengapa kau mengajak orang lain?” tanya Ayahnya dingin.

Yolanda mulai tidak nyaman namun Garry tetap mengeratkan genggaman mereka. Melihat gelagat keduanya membuat pria paruh baya itu berdecak remeh.

“Dia kekasihku, dan dalam waktu dekat akan menjadi istriku. Jadi bukan masalah jika aku mengajaknya ke sini,” jawab Garry lantang, wajah Ayahnya semakin tidak bersahabat.

“Suruh dia keluar dari sini, atau aku yang ke luar,” ucap Ayahnya menahan geraman.

Garry menggelengkan kepala seolah tidak percaya dengan perkataan Ayahnya barusan. “Mengapa Ayah selalu mengaturku? Dia kekasihku___ dia___”

ETHEREALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang