16. Bantuan dan Kerjasama

7K 316 25
                                    

Akhir pekan tiba, dengan semangat membalas budi Alex sudah bersiap-siap menuju kediaman sekretarisnya sebab wanita itu meminta untuk ditraktir beberapa perlengkapan bayi, mereka sudah membuat janji akan pergi hari ini. Dia yang merasa berhutang budi lantas mengiyakan permintaan itu.

Alex sudah berada di depan pintu rumah pasangan muda itu. Malau diingat cukup sering juga dia ke sini. Dia tidak menyangka sekretarisnya memiliki sebuah rumah yang terlihat mahal ini. Ya meskipun ini milik suami Al atau milik keluarga suaminya, tetap saja kehidupan Al serba berkecukupan. Tanpa repot-repot menjadi sekretaris gadungan pun, hidupnya tidak melarat.

Alex masih diam di depan pintu, kali ini dia berani memencet bel. Kedatangannya juga sudah disepakati, ya meskipun pergi mencari keperluan bayi agak abnormal untuk dilakukan. Barangkali Al memiliki alasan di balik permintaan ini. Ntah, Alex hanya membantu, dia tidak mau mencampuri urusan orang lain. Dia menganggap Al seperti adiknya sendiri.

Wanita yang sedari tadi dipikirkan itu akhirnya muncul sambil membuka pintu dan menyambut kedatangan Alex dengan ceria. “Well ... Al kau terlihat bersemangat,” sapa Alex ketika melihat wajah ceria ibu muda itu.

“Oh jelas saja. Ini waktunya mengeruk uang paman Alex, iyakan Sim," ujarnya sembari menatap perutnya yang semakin menonjol. Hari ini Al memakai pakaian rapih, tidak terlalu menonjolkan diri.

Alex ikut menatap perut Al yang semakin berisi, dia jadi teringat masa lalunya. Kalau mantannya tak berbuat nekat, pasti dia bisa melihat perut wanita itu yang semakin membesar. Tetapi dia tidak mau terlalu tenggelam dalam masa lalu. Mengingatnya tidak akan memberikan apa-apa. Pun saat ini dia mulai berusaha mendekati seorang wanita.

“Perutmu semakin mengembang, kapan akan meletus?” tanyanya santai. Sontak calon ibu itu  menatap Alex tajam, dalam hitungan detik tas jinjingnya mendarat di kepala Alex.

“Rasakan itu, dasar mulutmu terlalu pintar, kau kira perutku gunung,” omel Al menyusul pukulannya.

“Oh iya aku lupa, bukan perut yang disebut gunung, tapi___ ” Alex sedikit melirik ke gunung kembar milik Al, alisnya naik turun menggoda.

“Dasar pria mesum! Mesum! Rasakan ini!” Al semakin geram, memukuli Alex menggunakan tasnya lagi membuat pria itu meringis beberapa kali. Mereka membuat ribut di depan pintu.

“Al, sudah___ berhenti,  astaga kau ini bar-bar sekali.”Alex berhasil menjauh dari Al, lantas merapikan rambutnya yang berantakan. Sementara Al masih terlihat berapi-api.

“Sudahlah Al, atas lidahku yang keseleo tadi aku meminta maaf, ayo katanya ingin belanja.” Alex lalu menarik tali tas yang Al pegang untuk mengajaknya pergi, karena tidak mungkin merangkul takut ketahuan suami Al nanti.

“Aku tidak mengizinkannya pergi.”

Baik Al maupun Alex langsung berbalik dan menemukan atensi Garry yang berdiri dengan wajah datar di belakang mereka. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku, dengan setelan casual dan rapih, kemeja putih digulung sebatas lengan dipadukan dengan bawahan bewarna hitam, juga rambut yang tertata rapih. Dalam hati Alex berdoa semoga tidak terjadi baku hantam. Ini kali ketiga dia bertemu dengan suami Al, dan malangnya pria itu selalu menunjukkan wajah tidak suka.

“Oke Al, sepertinya niat buruk mu untuk mengeruk dompetku tertunda.” Dengan pelan-pelan Alex melepaskan genggamannya pada tali tas itu. Lantas melempar senyum terpaksa kepada Garry.

“Aku___ aku hanya mentraktirnya belanja, itu saja. Jangan tersinggung,” ucap alex terbata-bata. Garry tidak menjawab masih mempertahankan ekspresinya. Alex merasa semakin tidak nyaman, dengan kikuk dia memilih pamit meninggalkan pasangan suami istri itu.

ETHEREALWhere stories live. Discover now