9. Yang Tak Diinginkan

6.4K 312 1
                                    

Al menghela napas untuk yang kesekian kalinya. Kata orang jika sering menghela napas berarti sedang banyak beban hidup dan Al tidak menyangkal itu memang benar adanya. Mungkin dia belum cukup dewasa dalam menyikapi masalah, dia ingin masalah ini cepat selesai tetapi tidak siap dengan risikonya. Karena tidak semua kisah cinta berakhir indah terlebih cinta yang tidak bersambut.

Apa Al menyukai Garry? Sebenarnya malu untuk mengakui hal itu, tetapi Al tidak bisa menyangkal. Wanita sangat mudah jatuh cinta dan terbawa rasa, selama ini dia pikir pernikahan ini akan memiliki akhir yang indah nyatanya semakin membuatnya terluka. Dia tau benar hubungan ini tidak bisa dibawa lebih jauh, dia juga tau banyak masalah antara mereka. Tapi tetap saja, impian untuk menjalani kehidupan pernikahan yang normal menjadi harapannya.

Al mencoba bekerja untuk mendistraksi pikirannya dari hal runyam yang terjadi. Sekaligus agar Yolanda dan Garry tidak lagi memandangnya sebagai wanita tidak berguna, perebut kekasih orang, penghianat bagi sahabatnya dan pemalas. Mereka menganggapnya tersangka, parasit atau apapun itu, yang jelas mereka sangat tidak menyukai Al.

Dari lantai lima ini perhatiannya hanya berfokus pada kegiatan orang-orang selayaknya kehidupan kota. Al memutuskan untuk pergi bekerja meskipun harus berdebat kecil dengan sepasang suami istri itu. Berdiam diri di rumah membuat kesedihannya semakin terjebak walaupun setelah bekerja tetap saja pikirannya memutar balik hal yang berusaha dia lupakan.

“Kau melamun?”

Suara Alex memecah cabang-cabang di kepalanya. Sedari tadi Al berdiam diri di mejanya, tidak melakukan  apapun tapi dia sebut ini bekerja.

“Kau memperhatikanku?” Al menoleh sebentar pada Alex yang justru sedang menatapnya, membuatnya buru-buru mengalihkan pandangan.

“Tidak sih, tapi air mukamu cukup jelas. Kau pasti sedang sedih.”

Pria itu berbicara seperti aktor dalam drama, setelah berucap dia selalu tersenyum tipis. Al hampir lupa, manajer gadungannya kan memang aneh.

“Kau mengataiku ya?” hardik Alex dengan percaya diri pasalnya wajah Al seperti mencemooh.

“Tidak, percaya diri sekali,” jawab Al memasang wajah ketus. Dia juga ingin Alex menganggapnya seperti Kakak iparnya, barangkali Alex akan menghormatinya.

“Yasudah aku mengalah, oh iya aku belum minta maaf soal tindakan bodohku yang terciduk oleh suamimu itu, padahal niatku baik tetapi wajahnya sangat tidak menyenangkan. Jika saja kami bisa berteman pasti sangat menyenangkan, setiap hari libur pergi minum bersama, bermain golf di pagi hari .... ”

“Kau bicara saja langsung dengannya!” sahut Al memotong ocehan Alex.

Pria itu terlihat  heran. Apa setiap saat wanita hamil selalu sensi? Pikirnya.  “Jangan muda emosi, tidak baik untuk janin mu.”

“Tetapi itu benar, wanita hamil memang mudah emosi,” jawab Al tak mau kalah.

“Astaga, bukan seperti itu. Kita biasa menyebutnya mood, apa mungkin selama sembilan bulan mood mu buruk terus? Mudah tersulut emosi, kau tahu konon katanya ketika kita sering memasang wajah marah keriput akan cepat muncul.” Alex menjelaskan sambil menakut-nakuti Al.

“Darimana kau mengetahui hal itu?”

“Dari Ibuku,” jawab Alex kelewat santai, Al hanya memasang wajah berang lalu terdiam.

“Jadi kau menerima permintaan maafku?”

Al mengangguk sebagai jawaban, “terima kasih, ternyata induk dari bayi Sim baik hati.” Al menatapnya sinis, dia baru saja menyebut bayi ini dengan sebutan apa tadi? Sim?.

ETHEREALWhere stories live. Discover now