25. Pengakuan

6.5K 150 71
                                    

Memang benar kata orang, cinta itu seperti api. Jangan mencoba untuk bermain-main jika tidak ingin terbakar. Tetapi menurut Yolanda dia tidak sedang bermain dengan cintanya, dia sedang berusaha mengambil kembali cintanya yang ternyata bukan ditakdirkan untuknya. Tiga hari setelah pengakuan menyakitkan yang Garry lontarkan membuat Yolanda seperti  kehilangan arah, dia kecewa, tentu saja. Di saat dirinya mencoba bertahan, mencoba menerima Garry, dianggap sebagai wanita tidak tahu malu oleh kelurga Garry, hingga dia harus kehilangan pekerjaannya, setelah sejauh ini bagaimana rasanya jika ternyata semua berakhir pada kata selesai? Selesai tanpa hasil.

Bianca sedang berdiri di depan kamar Yolanda, wajahnya terlihat cemas. Dia berulang kali mengetuk pintu meminta Yolanda untuk keluar tetapi tetap saja Yolanda tidak berniat menjawab. Tiga hari yang lalu, tepat pada malam hari ketika Bianca baru kembali dari tempatnya bekerja, Yolanda tiba-tiba memeluknya sambil menangis memaki Garry berulang kali, semua keluh kesahnya Bianca dengar dengan baik. Ini yang Bianca takutkan, Yolanda sudah tersakiti tetapi dia masih tidak rela melepas Garry.

Setelah malam itu semua berubah. Yolanda jarang sekali ke luar kamar membuat Bianca was-was jika suatu waktu Yolanda berpikir pendek, melompat dari jendela apartemen, memotong nadinya dengan pisau buah atau menggantung diri di kamar mandi. Astaga, Bianca memukul kepalanya sendiri,  jahat sekali pikirannya.

“Yo, aku akan  pergi bekerja. Kau tak apa sendiri? Bagaimana jika kita pergi minum kopi sebentar?” Tidak ada jawaban dari dalam, Bianca mencoba sabar, menarik napas berusaha berbicara dengan Yolanda kembali.

“Ayo kita pergi ke kantor Garry, dan melabraknya.” Masih tidak ada jawaban, akhirnya Bianca perlahan meninggalkan kamar itu dengan malas. Sebenarnya dia merasa khawatir meninggalkan Yolanda sendiri tetapi mau bagaimana orang patah hati memang susah dibujuk.

Setelah Bianca pergi, tak lama kemudian pintu utama apartemen kembali terbuka. Pria yang baru saja masuk itu terlihat tidak senang, membuang sekantong cemilan di atas meja begitu saja dan berakhir dengan duduk malas pada sofa. Pagi yang buruk baginya, kalau tidak karena Bianca dia tidak akan mau berdiam diri menjaga seseorang yang sedang mendekam di dalam kamar. Terlebih karena putus cinta, astaga mengapa drama sekali, batinnya.

Sekitar hampir pukul sepuluh pagi akhirnya Yolanda keluar dari kamarnya. Berjalan lunglai dan heran melihat kekasih Bianca ada di sini. “Astaga aku bisa mati bosan menunggumu ke luar kamar.” Pria itu mengomel membenahi posisinya lalu bersandar pada sofa.

Yolanda melihat banyak bungkus makanan di atas meja juga beberapa botol cola yang sudah kosong, dia menatap pria itu tidak enak. “Maaf__ kau boleh pulang, aku akan ke luar sebentar.”

“Aku akan ikut.” Yolanda menatapnya heran, padahal dia ingin menyendiri mengapa orang-orang tidak bisa membuatnya tenang barang sebentar.

“Apa maksudmu?”

“Tentu saja mengikutimu pergi, itu perintah Bianca.” Pria itu bangkit dan merapihkan kausnya juga mengumpulkan sampah-sampah di atas meja.

“Dasar budak cinta,” ucap Yolanda sarkas.

“Jangan lupa kau juga begitu nona.” Yolanda memicingkan matanya, lalu pergi meninggalkan pria itu begitu saja.

Yolanda menatap tidak suka pada Jack, pria kebangsaan inggris yang tidak sengaja Bianca temui ketika kuliah dan akhirnya mereka menjalin hubungan asmara. Pria itu sering mengunjungi Bianca ketika hari libur, tetapi mereka tidak menghabiskan waktu berdua di luar melainkan duduk bersama di sofa, memakan camilan sambil menonton beberapa film. Tentu saja Yolanda jengah melihatnya, mereka seperti menghemat uang karena tidak memilih pergi kencan di luar. Namun kali ini dia akan berteriak pada Bianca untuk berhenti bertindak berlebihan sampai meminta kekasih anehnya menemani ke mana dia pergi.

ETHEREALWhere stories live. Discover now