Part VIII

2K 227 2
                                    


"Ibu, yang tenang disana ya. Taehyung sangat menyayangi ibu. Ayah juga menyayangi ibu. Jiminie juga menyayangi ibu. Aku akan sering sering mengunjungi ibu. Semoga ibu lebih bahagia di sana."

Taehyung mengelus nisan ibunya. Kini hanya ada ia, Jimin dan Jungkook. Beberapa menit lalu Namjoon dan Seokjin sudah izin pamit duluan.

Kini ia bangkit dan mengucapkan selamat tinggal untuk ibunya. Jimin dan Jungkook berada di sisi kanan dan kiri. Mereka berjalan bersama. Jungkook melihat Taehyung meneteskan air mata. Ia segera mengambil tissu dan menhapus jejak. Jimin tertegun. Kekasihnya pun sama. Taehyung lupa bilang bahwa Jimin adalah kekasihnya.

"T-terimakasih."

Jungkook hanya tersenyum. Jimin masih diam. Hanya melihat Taehyung sekilas.

"Kalau begitu aku akan langsung ke Caffe ya. Taehyung, jangan bersedih. Aku akan selalu ada untukmu."

Taehyung mengangguk. Mengucap terimakasih dan Jungkook pergi setelah memeluk tubuh mungil Taehyung.

Setelah kepergian Jungkook. Taehyung dan Jimin sama sama tidak membuka percakapan. Taehyung sudah berprasangka jika Jimin sangat marah padanya. Sedangkan Jimin tak tau harus berprilaku seperti apa.

Taehyung tidak protes sama sekali saat orang lain memeluknya. Toh Jimin bisa berbuat apa.

Taehyung pulang ke rumah orang tua Jimin. Mereka menyambut Taehyung. Serta mengerti bagaimana perihnya menjadi Taehyung.

"Tae, nanti kamu ikut Jimin saja ke Busan. Daripada di Seoul sendiri."

Taehyung terdiam. Ia bingung. Ia sudah cinta pada Seoul. Ini tempat kelahirannya. Berbeda dengan Jimin yang memangnya lahir di Busan.

Taehyung melihat Jimin keluar dari kamar dengan wajah yang sulit diartikan. Tidak ikut duduk dengan Taehyung dan kedua orang tuanya.

"Aku belum pikirkan paman Park. Lagipula, aku tidak mungkin satu rumah dengan Jiminie."

"Kenapa tidak? Asal tidak macam macam juga tidak akan terjadi apa apa. Kamu pindah, paman biayai semua nya. Setelah lulus, jadi arsitek di perusahaan paman deh."

Orang tua Jimin memang sangat baik. Dia seperti orang tua Taehyung juga. Bodohnya Taehyung saat itu tidak meminta bantuan orang tua Jimin.

"Jiminie juga pasti senang kamu kuliah di Busan. Nanti bibi yang bilang pada ayah Taetae biar izinin Taetae tinggal disana."

"Biarkan Tae di Seoul saja bunda. Tae pernah bilang pada Jimin sangat tidak mau pergi dari Seoul."

Semua mengalihkan fokus pada Jimin yang baru saja datang dengan sebuah roti. Kemudian duduk di samping Taehyung.

Raut wajahnya masih datar. Tidak seperti Jimin yang biasanya. Taehyung jadi bingung.

"Aku akan pikirkan lagi paman, bibi. Terimakasih sebelumnya. Aku sangat menghargai tawaran paman dan bibi."

Taehyung tersenyum. Ia melirik pada Jimin yang memandang lurus ke depan. Roti di tangannya sudah padat karena di kepal erat.

***

"Kamu marah, Jiminie?"

Malam itu, mereka memutuskan jalan dari rumah orang tua Jimin ke kosan Taehyung. Padahal sangat dingin. Tapi Taehyung memaksanya untuk berjalan kaki saja. Karena lumayan dekat.

"Tidak ko. Kamu mau tinggal di Busan kan, Tae?"

Pertanyaan itu lagi. Taehyung tidak bisa menjawabnya.

"Aku akan di Seoul Jiminie. Aku tidak bisa meninggalkan Seoul. Lagipula masih ada ayahku. Aku kan harus menunjunginya setiap minggu."

"Aku bisa antar kamu setiap minggu Tae. Sekarang apa masalahnya?"

ANGLE [KookMinV] ; EndWhere stories live. Discover now