#12 - Bukan Dilan

154 23 4
                                    

Gunardi, ayah kandung Risa baru saja pulang dari kantor. Aini merasa kesal karena suaminya baru pulang selarut ini. Sang suami yang melihat istrinya cemberut menghembuskan napas panjang sambil tersenyum.

"Sayang, maafin aku. Aku tadi lembur di kantor, nggak kemana-mana kok."

"Bohong!" jawab Aini tidak percaya, "mana handphone Ayah? Sini, aku liat."

Gunardi hanya menurut. Ia menyodorkan ponselnya dan langsung dirampas oleh Aini.

"Tuh, kan. Siapa ini Afiyah? Ayah selingkuh? Ayah jahat!"

"Bukan, Aini. Itu klien kerja aku," jawab Gunardi lembut sembari memegang lengan Aini. Namun, Aini langsung menepisnya.

"Ayah bohong! Kenapa dia ngajak Ayah di restoran? Kenapa nggak langsung temui Ayah di kantor? Ayah memang keterlaluan. Aku nggak mau lagi tinggal sama kamu. Kamu keluar sekarang! Pergi dari sini. Pergi!" bentak Aini kepada suaminya.

Gunardi terdiam menikmati rasa sakitnya. Ia tak kuasa menahan air matanya. Ia memandangi istrinya dengan tatapan sendu.

"Cepat pergi! Aku muak liat kamu! Keluar dari rumah ini! Aku bisa urus Risa sendiri."

Gunardi turun dari ranjang dengan pasrah. Ia menyiapkan pakaian-pakaiannya ke dalam sebuah koper besar. Setelah selesai, ia berjalan ke kamar Risa. Risa yang masih berusia empat belas tahun itu tidur pulas di atas kasur empuknya.

"Risa, maafin Ayah. Ayah bukan Ayah yang baik buat Risa. Risa jaga diri, jaga kesehatannya, nurut sama Bunda ya, sayang. Ayah sayang sekali sama Risa. Tapi, Ayah harus pergi sekarang. Semoga suatu saat, kamu dan Bunda mengetahui semuanya. Selamat tinggal, putri kecil Ayah," ucap Gunardi kemudian mengecup kening putri tunggalnya itu.

Gunardi berjalan perlahan meninggalkan rumah itu. Ntah kemana arahnya, ia hanya berbekal keyakinan bahwa suatu saat Risa dan Bundanya akan menyadari kesalahpahaman itu.

Pagi telah tiba, Risa bangun dari tidurnya. Ia keluar kamar berencana untuk mandi. Namun, langkahnya terhenti di depan kamar orangtuanya.

"Bunda? Bunda kenapa nangis? Kenapa, Bunda? Bunda, Ayah mana?" tanya Risa dibalas pelukan oleh Aini.

"Nggak pa-pa, sayang. Bunda baik-baik aja, kok," jawab Aini diselingi isak tangisnya.

"Bunda, Bunda jangan sedih. Risa sayang Bunda," ucap Risa yang mulai ikut menangis seraya membalas pelukan Bundanya.

"Bundaaa! Risa mau berangkat nih!" teriak Risa dari pintu rumahnya.

Aini yang terhanyut dalam ingatan masa lalunya langsung tersadar. Ia menghapus air matanya dan memastikan wajahnya kembali segar sebelum keluar. Ia sungguh tak ingin siapapun melihat ia bersedih.

"Iya, sayang. Kamu pergi sama siapa?" tanyanya seraya menuruni tangga.

"Sama saya, tante," jawab seseorang dengan suara beratnya.

Sontak Risa terkejut. "Sejak kapan lo disini? Main muncul aja, nggak ada salam pula."

Zakri terkekeh, "Baru aja sih. Iya, Zakri minta maaf ya, Risayang. Zakri lupa, ulangin ya," ucap Zakri. Ia berjalan beberapa langkah menjauh dari pintu rumah Risa kemudian berbalik dan kembali ke depan pintu, "Assalamu'alaikum. Risa pergi sama saya, Tante."

Aini tertawa kecil. "Wa'alaikumussalam. Kamu pacarnya Risa, ya? Apa kamu anak baru di sekolah Risa?"

Zakri tersenyum lebar dan mengangguk. "Iya, Tante. Saya anak baru di sekolah Risa. Emm ... saya bukan pacarnya, tapi calon suaminya," ucap Zakri sambil terkekeh.

Aini kembali tertawa, sedangkan Risa merengut sebal sekaligus menahan malu. "Apaan sih lo! Gue mau naik angkot aja."

"Loh, kok gitu sih, sayang? Calon suami kamu sudah jemput masa malah ditinggalin? Dia lebih ganteng lho daripada sopir angkot yang kamu pilih itu. Nggak nyesal nanti?" ledek Aini diikuti tawa kecil Zakri.

Risa mengusap gusar wajahnya. Gara-gara Zakri, virus menyebalkan itu menular ke bundanya. Sekarang ia hanya bisa menghembuskan napas kasar dan terpaksa ikut dengan Zakri. Zakri tersenyum bahagia.

Dengan sepeda motor, perjalanan dari rumah Risa ke sekolah hanya dua puluh menit. Selama perjalanan, Zakri tersenyum lebar, sedangkan Risa memasang wajah cemberut.

"Senyum dong," ujar Zakri sambil menatap Risa lewat kaca spion. Risa tidak menggubris. "Kok cemberut? Kenapa, sih? Nggak suka ya gue jemput?"

"Memang kapan gue bilang suka?" kata Risa ketus.

"Jangan dimarahin guenya. Ntar gue hilang baru lo nyesel," jawabnya santai sambil terkekeh membuat Risa semakin cemberut.

"Ris, gue memang bukan Dilan yang jago buat kata-kata indah. Tapi, gue bisa buat hubungan indah. Maafin gue meskipun lo nggak kasih gue lampu hijau buat dekatin lo, tapi gue bakal terus melakukan itu," ungkap Zakri dengan tatapan fokus ke jalan. Risa menatapnya dari belakang, ia terdiam mendengar ucapan Zakri.

"Ri, gue trauma sama pacaran. Gue nggak percaya lagi sama cinta. Gue sudah muak dengan jenis hubungan seperti itu," jawab Risa.

"Gue bakal berusaha hilangin trauma lo."

"Tapi Ri," Risa menghela napas, "kalau akhirnya lo yang patah hati gimana?"

Zakri tersenyum, "Patah hati itu biasa. Yang nggak biasa itu patah semangat ngejar lo," sahut Zakri.

Seketika suasana mencair. Risa yang dari tadi hanya cemberut sekarang mulai tertawa. "Memangnya gue pencuri sampe dikejar?"

"Iya, pencuri hati gue."

☕☕☕

"Gimana tugas lo kemarin? Berhasil?" tanya Zhia sambil memainkan kuku jemarinya.

"Hahaha ... berhasil, dong! Dia nemenin gue ke toko buku, terus makan malam bareng di restoran. Dia yang bayar! Nggak nyangka 'kan, lo?" ucap Rena girang.

Zhia menatap Rena, "Seriusan? Wah, menang banyak lo!"

Zhia dan Rena kemudian ber-tos ria. Rencana pertama mereka berhasil dalam waktu yang cukup singkat.

"Sekarang tugas lo, Rey," kata Rena seraya menunjuk lelaki yang sedang duduk sambil memijit pelipisnya.

"Jujur, gue nggak rela, Ren. Gue setuju nerima ini karena lo sepupu gue." Reylan menghembuskan napas panjang, "gue butuh waktu buat ngelakuin ini," ujarnya sambil berdiri.

"Ayolah, Rey. Lo cinta sama Risa! Kenapa lo berat banget sih buat ngerjain tugas gampang gitu?" ucap Zhia dengan nada sedikit ditinggikan.

"Kalau gue cinta sama Risa harusnya gue nggak buat dia terluka! Harusnya gue ikhlaskan dia bahagia sama orang lain!" balas Reylan tegas. "Sudah! Jangan terus-terusan maksa gue! Gue butuh waktu."

Rena dan Zhia memandangi punggung Reylan yang semakin lama semakin jauh. Mereka terdiam sejenak sebelum akhirnya merancang rencana baru lagi.

"Oke, jadi, sekarang gue ngapain lagi?" tanya Rena. Zhia tersenyum kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Rena.

"Lo-"

Author say :

Voment dan krisarnya jangan lupa ya❤️

TIRAMISSU (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now