#25 - Menang

128 15 3
                                    

Kantong plastik milik Risa dan Nessa sudah penuh. Risa menyeka keringat yang mengalir di keningnya. Sangat melelahkan! Jujur saja, ia sungguh bingung darimana sampah-sampah ini berasal. Bukannya jalan di sini bersih? Mengapa para murid yang diminta memunguti sampahnya?

Tiba di ujung jalan, ternyata ia kembali lagi ke bumi perkemahan. Di sana sudah ada beberapa kelompok. Ia juga kembali bertemu dengan Reylan dan Nartha. Oh, ada satu lagi di belakang mereka, Aril. Risa mengernyit melihat mimik Aril yang menunjukkan emosi. Mata yang menatap tajam, alis yang bertaut, dan ujung bibir melengkung ke bawah. Sama sekali bukan ekspresi tanda bahagia.

Reylan, Nartha, dan Aril berjalan mendekat ke arah Risa dan Nessa sekarang. Reylan mengembangkan senyumnya. "Kita dapat banyak, ya. Disuruh timbang tuh, di sana." Reylan menunjuk ke arah gerombolan orang yang juga membawa kantong plastik. Sepertinya mereka orang-orang yang hendak menyetor sampah bawaannya.

Nessa dan Risa mengangguk. Kali ini, Nessa menatap heran ke arah Aril yang tampak gelisah. Lelaki itu beberapa kali berdecak dan menghentakkan kakinya. Tatapan matanya fokus ke arah gerombolan orang di sana. "Kenapa, Ril? Dari tadi gue perhatiin kayak gak mood gitu?"

Aril mendengus. "Gue kesal, Nes. Di persimpangan jalan tadi, kelompok gue mencar. Zakri kasih saran, cewek sama cowok. Biar kalo ada apa-apa, cowok bisa bantu," katanya dengan alis bertaut. "Sialnya, gue barengan sama Zhia! Megang kantong sampah aja nggak mau, apalagi sampahnya! Gue malah ditinggalin sendirian, dia pergi ngikutin Zakri sama Rena. Sekarang antre lagi."

Nessa menggigit bibir bawahnya. Ia menoleh ke arah Risa. Risa yang sadar ditatap menunjukkan senyumnya--yang tampak terlihat terpaksa--ke arah Nessa. Nessa yakin Risa masih memikirkan kejadian tadi.

"Ya udah, ayo kita timbang ini dulu," ajak Nessa. Risa mengangguk dan membawa kantong sampah itu bersama Nessa dan diikuti oleh Aril.

"Budayakan antre, Nes," ucap Reylan mengingatkan. "Tha, gue serahin ke lo aja, ya." Reylan melepaskan cengkeramannya dari kantong plastik itu, digantikan oleh Nartha. Nartha mendengus kesal lalu melangkah ke arah tempat penimbangan. Reylan tersenyum lega kala mengetahui teman sekelompoknya itu adalah orang yang penurut dan suka mengalah.

Sepuluh menit berlalu. Nessa, Risa, dan Nartha kembali dengan tangan kosong ke posisi Reylan berada.

"Gue kira kalian balik bawa minuman dingin atau makanan gitu?" ujar Reylan. Ia kini tengah duduk di sebuah bangku dengan salah satu kaki diletakkan di pahanya sambil mengipasi dirinya dengan topi yang ia kibas-kibaskan.

Nessa mendelik. "Kami ke sana bawa sampah, Rey, bukan bawa bahan makanan mentah yang siap digoreng." Nartha mengangguk tanda mengiyakan ucapan Nessa.

"Lagian yang lapar dan haus bukan cuma lo. Tapi semuanya." Risa menimpali. Sekali lagi Nartha hanya mengangguk.

"Ya sudah, kita cuci tangan dulu. Setelah itu, kita ke tenda. Di tenda masih ada beberapa botol air minum dan kebetulan gue juga bawa roti, belum dimakan," ujar Reylan sembari mengangkat bokongnya dari bangku kayu itu. Ia menepuk celana bagian bokongnya beberapa kali, membersihkan pasir yang menempel di sana sebelum beranjak menuju tenda. Risa, Nessa, dan Nartha mengekor di belakangnya.

☕☕☕

"Baik. Sekarang, akan saya umumkan pemenangnya!" ucap Pak Bima dengan pengeras suara di depan mulutnya. Siswa dan siswi telah berbaris rapi di depannya, mendengarkan dengan saksama. Beberapa murid berbisik-bisik dengan bertanya-tanya siapa kira-kira pemenangnya.

"Aduh, gue deg-degan!" pekik Nessa sambil meremas lengan atas Risa kuat-kuat hingga Risa meringis. Sahabat Risa satu ini memang selalu memberi efek kepada orang lain di dekatnya.

TIRAMISSU (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now