25.

10.5K 564 11
                                    

Setelah selesai makan malam Vanya memutuskan untuk mencari angin sebentar di teras rumah dengan mug berisi teh hangat di gengamannya, langit malam ini sedang cantik-cantiknya.

Udara malam pun tidak terlalu dingin, dan bahkan malam ini begitu terlihat terang, padahal ini sudah jam 8 malam.

Vanya menghela nafas, meletakan mug di tangannya pada lantai, ke dua matanya tak henti-henti memperhatikan bulan yang terlihat sangat terang.

Apa malam ini bulan tengah merasa bahagia? Bahagia karna apa? Sedangkan selama ini ia tak pernah bertemu dengan kekasihnya, matahari.

Menjadi bulan sepertinya menyedihkan, ia harus rela tak pernah di persatukan dengan Matahari hanya demi bumi yang tak pernah tau bagaimana rasanya menjadi Bulan dan Matahari yang harus di pisahkan.

Setelah berkhayal tentang Bulan, Matahari dan Bumi, Vanya kembali ke kenyataan yang dimana ia sadar jika menjadi dirinya pun terasa begitu melelahkan, menjadi Vanya yang tiap hari ceria dan berbeda dari yang lain pun kadang membuat Vanya kewalahan sendiri, merasa lelah sendiri.

Vanya sendiri pun ingin seperti yang lain yang mudah bersikap ini dan itu, namun Vanya telah terlahir menjadi Vanya yang aneh, dan untuk merubah Vanya yang aneh menjadi Vanya yang normal pun sepertinya tak mungkin.

"Anya!" Mevan berdiri di ambang pintu dengan selimut di tangannya.

Vanya meneleh, menepuk tempat kosong di sampingnya, menyuruh Mevan duduk di sampingnya.

Mevan pun kenurut, duduk di samping Vanya sambil menyelimuti tubuh Vanya dengan selimut yang tadi ia bawa.

"Gerah Van," kata Vanya sambil melepaskan selimut di tubuhnya, lalu menyenderkan kepalanya pada bahu Mevan.

"Gua gak suka di comblangin ke Renata," kata Mevan tiba-tiba, membuat Vanya terkekeh geli mendengarnya.

"Gua gak nyombaling elo ke Renata Van, Renatanya sendiri yang suka sama lo dan ngedektin lo," balas Vanya.

"Tapi lo juga ikut serta Nya di dalemnya, lo selalu manas-manasin Renata dan berakhir bikin Renata makin suka sama gua," ucap Mevan yang tengah meluapkan semua ketidak sukaannya pada Renata ke Vanya.

"Gua cuman sedikit membantu Van, lagian kenapa sih? Bukannya dengan begitu lo bakal jadian sama Renata?" Vanya menegakan kembali tubuhnya, merubah posisi duduknya menjadi menghadap Mevan.

"Lo lupa kalo kita udah di jodohin Nya?" tanya Mevan.

"Lo lupa kalo kita itu cuman di jodohin dengan status masih sahabat, dan lo lupa kalo kita gak pacaran?" Vanya balik bertanya membuat Mevan sukses diam.

"Dengan adanya perjodohan ini gua gak mau jadi belengu Van, apa yang lo mau gua persilahkan. Gua gak larang lo buat deket sama Renata, kalau pun kalian berakhir jadian gua bakal ikut seneng," jelas Vanya, entah ada dorongan dari mana tapi yang jelas Vanya begitu ingin teelihat masa bodo sengan kedekatan Mevan dan Renata, entah ada apa dengan Vanya tapi yang jelas, melihat Mevan bahagia itu membuatnya bahagia.

"Bacot tau gak!" ucap Mevan penuh kekesalan, berdiri dari duduknya dan berlalu masuk meninggalkan Vanya yang terkejut.

Dengan cepat Vanya ikut menyusul Mevan, mengikuti Mevan yang menaiki tangga dengan langkah cepat.

"Mevan!" panggil Vanya, namun sama sekali tidak di dengar oleh Mevan.

"Mevan!" panggil Vanya lagi dan berhasil menghentikan Mevan.

"Lo tau Nya? Gua bener-bener amat membenci Vanya yang sekarang!" setelah mengucapkan itu Mevan langsung menutup pintu kamarnya dan menguncinya.

Kali ini Vanya sangat terkejut sekaligus sedih, baru kali ini seorang Mevan membencinya, padahal dirinya tidak melakukan kesalahan apapun.

Jika ditanya apa Vanya merasa sakit setelah Mevan mengucapkan itu? Jawabanya iya! Karna sedari dulu Vanya tak pernah mendengar Mevan mengucapkan kata Benci padanya, dan sekarang?  Mevan membenci dirinya, disaat dirinya tidak melakukam kesalahan.

Di satu sisi Mevan tengah bersandar di balik pintu kamarnya, ia tau jika Vanya pasti akan menangis karna ucapannya barusan, tapi ia tidak memiliki pilihan lain selain jujur seperti itu.

Cara Vanya yang selalu mendekatkan dirinya pada Renata itu benar-benar membuatnya tak suka.

Entah apa yang ada di fikiran gadis itu hingga berniat mendekatkan dirinya pada Renata, apa gadis itu tidak takut jika nanti dirinya mungkin akan lebih fokus pada Renata dan mulai melupakannya?.

Dan untuk saat ini Mevan begitu membenci Vanya yang sekarang.

****

S

epertinya Mevan benar-benar membenci Vanya, karna pagi tadi pun Mevan malah menyuruh Rega untuk berangkat bersama Vanya.

Dan apa yang di rasakan Vanya? Sudah pasti sedih, Mevan menjauhinya tanpa memberitahu dulu padanya apa kesalahanya.

Rega yang sedari tadi duduk di samping Vanya pun merasa sedih, namun di satu sisi ia ingin tertawa kencang dengan raut wajah Vanya yang terlihat begitu mengemaskan.

Apaalgi baru kali ini Vanya terlihat begitu galau, dan momen seperti ini harus di abadikan oleh Rega.

"Apa gua salah kalo gua ngebantuin Renata buat deket sama Mevan?" tanya Vanya dengan raut wajah yang begitu menyedihkan.

"Mevan berhak buat bahagia kan? Dan gua sadar kalo kebahagiaan Mevan bukan terus-menerus sama gua, lagian Renata cewek baik kok dan gua yakin Mevan bakal bahagia sama Renata dan gak akan ngelupain gua," Vanya menatap Rega dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca, Vanya tidak mau di benci oleh Mevan, Vanya tidak mau di jauhi oleh Mevan, sama sekali tidak mau.

"Kalo orang gak suka yah susah Nya," ujar Rega sambil memainkan teh botol yang sudah berubah bentuk menjadi kotak.

"Tapi apa salahnya buat nyoba Ga," Vanya menatap Rega dengan raut wajah sebal.

"Coba kalo lo di paksa buat suka sama gua, apa lo bisa?" tanya Rega, raut wajahnya terlihat amat serius.

"Gua gak maksa Mevan buat suka sama Renata! Gua cuman-"

"Cuman apa? Cuman bantu Renata buat deket sama Mevan? Itu sama aja kaya lo maksa Mevan buat suka balik ke Renata," potong Rega cepat dengan raut wajah yang terlihat sebal.

"Terus gua gitu yang salah? Salah karna udah bantuin Renata buat deket sama Mevan? Salah karna gua udah maksa Mevan buat suka sama Renata? Iya?" tanya Vanya yang kini berubah kesal.

Bagaimana tidak kesal, jika niat baiknya di anggap salah.

"Bacot Ga!" umpat Vanya yang langsung bangun dari kursi, pegi menjauh dari Rega dengan langkah kesal.

Rega menghela nafas, dua kali ia kena amukan Vanya yang seperti monster. Tempo hari ia merasa lega karna Vanya masih bisa menenangkan dirinya sendiri, tapi sekarang? Vanya benar-benar tengah menjadi monster.

"Semerdeka lo aja deh Nya, kalo laper jangan lupa telfon gua!" teriak Rega dengan lantangnya.

Rega tau jika saat imi Vanya benar-benar marah padanya, tapi apa salahnya mencoba membujuk Vanya dengan kata makanan? Siapa tau Vanya akan berubah jinak jika mendengar kata makanan.

***

Tbc💙

Jangan lupa vote dan komennya:)
See you next time
Tiaraatika4.

𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang