26.

10.2K 558 4
                                    

Tidak di sekolahan tidak dirumah, Mevan tetap saja mendiami Vanya. Seolah-olah Vanya tidak ada, padahal Vanya sering kali sengaja duduk di samping Mevan dan sering menghalangi jalan Mevan, tapi tetap sajaa usahanya selalu gagal. Mevan tetap mendiami Vanya dan menganggap jika Vanya itu tidak ada.

"Gua mohon udah Van!" teriak Vanya, ia tidak pernah bisa jika harus terus seperti ini, di anggap tidak ada padahal ada.

"Kesalahan gua apa? Coba kasih tau gua!" pinta Vanya, matanya sudah mulai berkaca-kaca dan ingin segera menangis.

Mevan yang ingin menutup pintu kamarnya pun tertahan, menatap Vanya dengsn raut wajah datar.

"Cari kesalahan lo apa, kalo udah tau kasih tau gua," setelah mengucapkan itu Mevan langsung menutup pintu kamarnya.

Dan detik berikutnya Vanya menangis, menangis keras layaknya anak kecil yang kehilangan mainanya.

"Lo gila Van! Gua gak tau kesalahan gua apa, yakali gua harus nyari ke kolong jembatan hanya demi tau kesalahan gua apa!" teriak Vanya dengan peraaaan kesal.

"Huaaaa.... Mevan... Anya gak mau di giniin," Vanya kembali menangis dengan penuh kesedihan, harus berapa hari lagi ia merasakan dirinya yang seperti mati separuh? Jika Mevan terus mendiaminya seperti ini bisa di pastikan Vanya akan mati sepenuhnya.

"Tolong kasih tau gua Van kesalahan gua apa, dengan lo diem aja itu gak akan bikin gua tau apa kesalahan gua," Vanya menatap pintu kamar Mevan dengan raut wajah sendu, air matanya belum juga berhenti.

"Jangan terlalu lama benci sama gua Van, gua gak pernah mau di benci sama orang yang paling gua sayang," lirih Vanya, air matanya kembali keluar, dan bahkan dadanya terasa sesak.

"Anya..." panggilan dengan suara kecil dari arah belakang membuat Vanya cepar-cepat mengusap ke dua pipinya.

Vanya berbalik, menatap Naya dengan raut wajah yang berubah ceria.

"Tante udah pulang?" tanya Vanya.

Naya hanua mengganguk singkat.

"Anya laper Tante, nyari makan yuk ke luar," ajak Vanya dengan penuh semangat.

"Ayok deh Tante juga laper!" kata Naya yang langsung merangkul Vanya.

Menurut Vanya mungkin Mevan sedang butuh waktu untuk sendiri, lagian ia pun harus mencari tahu kesalahannya apa hiangga membuat Mevan membencinya.

***

"Sebebarnya ada apa sama kalian berdua? Kalian berantem?" tanya Naya sambil menikmati basonya.

"Anya gak tau Tante, Mevan nyuruh Anya cari tau apa kesalahan Anya. Padahal Anya gak tau kesalahan Anya apa, lagian Mevan gak ngasih Anya petunjuk," jelas Vanya dengan nada lelah.

Naya menatap Vanya dengan kening berkerut, apa gadis di hadapannya itu benar-benar tidak tau? Sebegitu tidak pekanya kah Vanya hingga tidak tau arti dari maksud Mevan itu.

"Emang Anya beneran gak tau kesalahan Anya itu apa?" tanya Naya dengan raut wajah yang terlihat menunggu.

Vanya menggeleng, ia memang tidak tau kesalahannya apa, tidak tau ada apa dengan Mevan hingga berakhir membencinya.

"Anya cuman ngebantuin Renata buat deket sama Mevan doang, tapi Mevan malah benci sama Anya," cerita Vanya, matanya kembali berkaca-kaca. Ia benar-benar tidak mau di benci oleh Mevan.

Jika waktu tidak bisa di ulang kembali, setidaknya cobalah untuk berjalan lebih cepat. Vanya benar-benar ingin keluar dari situasi seperti ini, situasi yang membuat dirinya jauh dari Mevan.

𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang