47.

6.3K 338 1
                                    

Setelah Nata benar-benar pergi Mevan langsung menutup pintu dapur, ia tidak mau ada yang menguping pembicaraanya dengan Vanya, terlebih lagi sekarang tengah ada Renata.

"Duduk Nya," pinta Mevan yang di turuti oleh Vanya.

Mevan berjongkok di hadapan Vanya, tersenyum pada Vanya, namun Vanya memilih membuang muka.

"Lo mau bilang ke gua kalo Renata ke sini cuman ngobrol doang? Ngajak lo main? Ngajak lo belajar bareng? Pengen ketemu sama lo? Apa mau ngajak lo malam mingguan bareng?"

Mevan menggelengkan kepalanya, "Dia cuman ngembaliin buku gua yang gak sengaja gua jatuin tadi siang," jelas Mevan.

"Cuman ngembaliin buku? Cuman? kalo emang cuman ngembaliin buku kenapa dia sekarang masih di sini? Bukannya lo tadi lagi ngobrol yah sama dia? Berarti niat dia kesini bukan cuman ngembiin buku lo yang jatuh doang!" Vanya berucap dengan perasaan yang tak bisa ia tahan, ia cemburu dan ia marah.

Vanya benar-benar ingin berteriak, melepaskan rasa sakit di hatinya sejak tadi.

"Gua gak bisa bersikap manis saat hati gua gak baik-baik aja Van! gua gak bisa nahan diri gua yang cemburu, bersikap masa bodo saat milik gua lagi asik sama Cewek lain," sorot mata Vanya berkaca-kaca, Vanya bisa saja meluapkan semuanya berbarengan dengan air matanya yang jatuh membasahi pipinya.

"Lo ngingkarin janji lo, lo bilang lo bakal jauhin Renata, lo gak akan terlalu deket sama Renata, tapi malam ini lo bikin gua kecewa Van," Vanya terus saja menatap Mevan yang tengah menatapnya dengan diam.

"Lo malah ngangap enteng ketakutan gua Van," lirih Vanya dengan suara yang semakin mengecil, Vanya sudah tidak kuat lagi, kali ini dirinya benar-benar takut, peluang Mevan yang di berikan pada Renata itu benar-benar membuat Renata dengan senang hati mendekati Mevan, dan kapan saja bisa merebut Mevan darinya.

"Maafin gua Nya," ucap Mevan yang kembali menyesal.

"Minta maaf buat kembali mengulang," ucap Vanya yang menyindir Mevan.

"Penyesalan lo gak ada gunanya Van, kalo lo sendiri kembali mengulangi kesalahan lo," tambah Vanya yang langsung berdiri dari duduknya.

"Gua mau pulang, permisi," pamit Vanya dengan nada gemetar.

Berniat pergi namun malah di tarik ke dalam dekapan oleh Mevan.

"Gua ngaku gua salah, gua ingkar janji. Seolah-olah gua gak peduli ketakutan lo, gua minta maaf dan kali ini gua sadar gua salah, dan gua nyesel," ucap Mevan sambil memeluk Vanya erat.

Vanya melepaskan diri dari pelukan Mevan, menatap Mevan dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Tapi sayangnya semuanya terlambat, gua udah terlanjut kecewa. Dengan mudahnya lo anggap ketakutan gua seperti hal biasa. Maaf Van, kali ini lo gua bebasin, terima gak terima gua harus bebasin lo, lo bebas mau ngelakuin apa di depan dan di belakang gua."

"Mulai hari ini lo bebas ngelakuin apa aja tanpa takut gua cemburu, lo mau deket sama Renata silahkan gua gak akan larang, gua terlalu lelah buat ngelarang namun berakhir menjadi bodo amat."

"Gua emang milik lo, lo juga milik gua. Tapi kita menghargai milik kita dengan cara yang berbeda."

"Tenang aja gua sama lo tetap sepasang kekasih, bedanya sekarang gua udah ngebebasin lo seolah-olah lo hanya sahabat gua-"

Prangg...

Tiga gelas utuh yang berada di atas meja kini sudah menjadi pecahan-prcahan beling.

Vanya menatap Mevan dengan penuh terkejut, dan Vanya bisa melihat jelas amarah dari sorot mata Mevan.

𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Where stories live. Discover now