52.

6.1K 306 3
                                    

Ternyata Renata benar-benar datang dan ikut bergabung di antara Mevan dan Vanya. Membuat suasana di kamar Rega terasa aneh.

Vanya tidak melakukan apapapun, ia hanya diam dan menonton apa yang dilakukan oleh Renata, mendekati Mevan.

Muak sudah pasti Vanya rasakan saat Renata terus saja mencoba mencari perhatian pada Mevan, cemburu pun Vanya merasakannya, namun Vanya memilih diam, ia tak mau terlihat cemburu di hadapan Renata, karna itu sama saja ia mengizinkan Renata menanang.

'Gua cantik, dan gua kudu main cantik!' Batin Vanya.

"Nya!" panggil Rega.

Vanya menoleh, menerima gelas yang di sodorkann padanya oleh Rega.

"Lo yang ngundang dia buat gabung?" tanya Vanya, suaranya santai namun terdengar datar.

"Maapin gua, gua lupa kalo gua ngajak dia ke sini sebelum gua nelfon lo tadi," kata Rega dengan raut wajah menyesal.

"Ga, gua gak nyuruh lo buat ngejauh dari Renata, terserah lo mau temenan sama Renata atau apalaah, tapi jangan pernah ajak dia saat kita lagi kumpul! Gua gak suka," jelas Vanya, menaruh gelas pada nampan kemdian berlalu pergi tanpa memperdulikan Renata yang semakin mencari perhatian pada Mevan.

Vanya sudah tidak kuat lagi, ia tak bisa terus menerus bersikap kalem saat dirinya ingin sekali mengajak Renata tauran.

Dan jalan satu-satunya adalah dengan ia menghindar, terlalu malas dirinya menonton aksi Renata yang menurutnya sangat muak!.

"Apa enaknya jadi pho sih? Heran gua," Vanya mendumel dengan perasaan kesal, namun dirinya tak bisa berbuat apa-apa.

Dirinya ingin meluapkan kekesalannya pada Renata, namun ia tak mau Renata merasa menang. Tapi, ia tak mau seperti ini terus, begitu terlihat jika dirinya memberi izin pada Renata dan membodo amatkan hubungannya.

"Serba salah bambank!" geram Vanya sambil mencabuti satu persatu rumput-rumput.

"Ayo pulang!" ajak Mevan yang entah sejak kapan sudah berada di hadapan Vanya.

Vanya mendongkak, menatap Mevan dengan tatapan datar.

"Gak mau! Gua mau disini main sama cacing!" balas Vanya yang kembali menyibukan diri dengan rumput.

Mevan menghela nafas, "Gua gak suka cara lo Nya," ucap Mevan tiba-tiba.

Gerakan Vanya terhenti, dirinya merasa binggung dengan maksud dari ucapan Mevan.

"Bersikap egois Nya, jangan biarin orang lain ngedeketin gua. Gua udah ngelakuin apa yang lo mau, tapi lo pun harus bantu gua Nya," kata Mevan dengan nada lelah.

Vanya berdiri dari duduknya, menatap Mevan yang tengah menatapnya dengan tatapan kesal dan lelah.

"Lo mau gua bersikap egois dengan mengekang lo?" tanya Vanya.

"Iya Nya."

"Tapi gua bisa ngekang lo Van, dunia lo bukan cuman gua dan gua doang," ucap Vanya.

"Banyak kemungkinan-kemungkinan yang gua gak pernah mau terjadi kalo lo gak bersikap egois Nya."

Vanya mengangguk singkat, memasukan ke dua tangannya pada saku jeansnya.

"Tapi Van, kalo gua egois pun tetep aja sama. Bakal ada kemungkinan-kemungkinan yang gua gak pernah mau terjadi, salah satunya lo nyari yang lain hanya karna gua terlalu ngekang lo."

Mevan diam, ia tak lagi menjawab ucapan Vanya, baginya saat ini dirinya dan Vanya seperti tengah berdebat tentang hal yang entah akan terjadi atau tidak.

𝐕𝐚𝐧𝐕𝐚𝐧.Where stories live. Discover now