I Think I'm Ugly | 2. Good Job, Ra!

48.2K 4.6K 227
                                    

Dulu, aku punya impian buat menikah muda.

Rencananya aku ingin menikah di umur dua puluh tiga. Kalau pun habis wisuda sudah ada cowok potensial dan serius melamarku--nggak ada salah untuk dipertimbangkan.

Tapi, sayangnya nggak ada.

Diumurku yang sudah dua puluh empat, bukannya menjalin hubungan yang serius. Kisah cintaku selalu kandas di tengah jalan. Kalau tidak cowok yang kutaksir naksir Irene, cowok yang aku pacari cuma cowok brengsek nggak ada otak!

Bukannya ongkang-ongkang kaki di rumah menunggu suami. Aku malah terjebak di kubikel sempit dengan tumpukkan kerjaan yang belum kelar-kelar. Tiap hari kerjaku cuma melotot di depan laptop--menyelesaikan desain web yang deadline. Apalagi si perut buncit itu selalu nggak pernah puas dengan hasil kerjaku.

Kalau aku mengeluh, pasti dibilang nggak bersyukur. Kalau aku nggak mengeluh, hatiku rasanya sesak sendiri.

Jadi manusia itu selalu serba salah. Ada saja sikap kita yang dikomentari.

Padahal apa salahnya sih ngeluh? Itu kan salah satu luapan emosi kita. Ngeluh itu semacam buang sampah kotor. Kalau dipendam kan juga busuk sendiri di dalam hati.

Aku bosan dengan kalimat harus bersyukur dan nggak boleh ngeluh. Hey, tentu saja aku bersyukur. Lahir dari keluarga berkecukupan, punya orang tua yang perhatian, kerja sesuai dengan passion-ku. Aku bersyukur kok. Tapi kadang kan hidup itu nggak selalu indah. Aku juga butuh melepaskan kekalutan yang aku rasakan.

Dan orang yang setia dengerin ocehan bahkan keluhanku hanya Irene dan Lando. Kalau sama Ibu pasti aku malah diceramahin. Sama Irene juga kadang juga jatuhnya jadi ceramah walaupun nggak separah Ibu. Setidaknya kalau aku udah kelihatan males diceramahin--Irene langung diem.

Hanya Lando yang akan diam dan dengerin aku. Nggak mengintrupsi sama sekali. Responnya pun tidak menyudutkan atau menggurui. Nggak tau deh, dia memang dengerin atau malas menanggapi ocehanku.

"Dira,"

Nah, itu makhluknya.

Lando berjalan mendekat sembari menyeret kopernya. Senyum cowok itu merekah kontras dengan wajahnya yang kelihatan capek banget.

Aku yang dari tadi duduk di kursi besi dekat gate, akhirnya bangkit berdiri. Sudah satu jam aku nungguin dia. Sengaja pasang muka bete, biar dia tahu aku sedang umood. Si cowok yang aku cemberuti cuma senyum-senyum nggak jelas. Begitu dia sampai di hadapanku. Cowok itu langsung memeluk tubuhku yang nggak sebanding dengannya. Apalagi tinggi badanku dan Lando itu selisihnya jauh banget. Aku seperti minion kalau berdiri di sebelahnya.

"Lan, lo bau banget sih! Enggak mandi ya lo disana gara-gara dingin?" protesku. Aroma badan Lando nggak sebau itu sih. Cuma kerena dia memelukku kelewat erat--aromanya jadi menyengat di hidungku.

Lando terbahak, melepaskan pelukannya. "Tau aja lo."

Mataku otomatis memutar, bau kayak gitu gimana nggak tau coba?

Heran ya, Lando jorok kayak gini kok banyak cewek yang naksir?

Apa karena dia seorang sutradara yang duitnya banyak, ya?

Cewek kan walaupun cowoknya jelek asal duit banyak, ya, mau juga. Tapi Lando kan nggak jelek, ganteng banget malah. Cuma itu, joroknya kadang bikin aku ingin mandiin dia dengan bunga kembang tujuh rupa tiap hari.

Iyap. Benar sekali, orang yang sedang aku bicarakan ini adalah Orlando Mahesa Jafar. Sutradara muda yang berhasil menyabet satu penghargaan di ajang Singapore Internasional Film Festival. Prestasi Lando tak perlu diragukan lagi. Film-filmnya selalu laris manis di pasaran.

I Think I'm UglyWhere stories live. Discover now