I Think I'm Ugly | 28. When the wind blows

23.5K 2.6K 119
                                    

Sejak percakapan soal Mara tadi. Lando nggak banyak bicara. Aku pun sama. Bahkan setelah sampai di hotel kami hanya saling melempar senyum.

Aku tahu kok apa penyebabnya. Meski bego aku nggak bego-bego banget (menurutku). Kesalahanku memang karena membahas cewek yang suka padanya padahal aku jelas tahu kalau dia menyukaiku. Seolah-olah aku berharap kalau Lando akan juga tertarik pada Mara. Padahal bukan itu niatku. Aku hanya penasaran, apa yang dipikirkan Lando tentang cewek sesempurna Mara?

Napasku terhembus panjang. Memangku dagu pada sandaran sofa di kamar hotelku. Jujur saja, aku sedang dilema parah sekarang. Aku ngerasa bodoh banget karena nggak bisa tahu isi hatiku sendiri.

Pernah nggak sih kalian bingung kalian itu maunya apa?

Kalian tahu menginginkan sesuatu tapi nggak tau apa itu.

Mengenal Adrian itu menyenangkan. Aku seperti terjebak dalam kisah romantis picisan drama Korea yang sering aku tonton. Sesuatu hal yang bikin aku ngerasa seperti tokoh utama dalam suatu cerita. Alur ceritanya sangat menarik seperti aku dan Adrian adalah suatu takdir yang lagi disatukan. Makanya, aku bilang itu menyenangkan. Sebab selama ini aku selalu menjadi pemeran tambahan yang eksistensinya sering dilupakan.

Tapi kayaknya aku terlalu meromantisme keadaan. Seharusnya aku sadar hal yang kayak gitu cuma ada di novel dan drama Korea.

Aku nggak marah sama Adrian. Dia baik banget. Perihal dia merahasiakan tentang Alira bisa kumengerti. Karena Alira bukanlah sosok yang bisa diceritakan dengan mudah. Pasti sulit untuk Adrian.

Dari awal aku bertemu Adrian, aku melihatnya sebagai sosok Pangeran berkudang dari Negeri dongeng. Khayalanku terlalu tinggi tentangnya. Lalu, saat aku tahu fakta yang cukup mengejutkan. Kecewaku jadi berlebihan.

Dan itu sudah biasa buatku. Kecewa karena harapanku sendiri sudah menjadi kebiasaanku.

Seperti sebuah siklus, kecewa dan sedihku akan terobati oleh Lando. Dia seperti rumah tempatku berteduh dan berlindung. Sudah pernah kubilang, memiliki Lando adalah anugerah. Dan aku nggak mau kehilangan dia.

Saat tahu Lando menyukaiku, aku merasakan perasaan takut yang luar biasa. Bayang-bayang perpisahan yang selalu terjadi saat aku menjalin hubungan dengan cowok menjadi momok dalam hidupku. Aku nggak k keberatan kalau aku harus sakit lagi karena dikecewakan karena ada Lando tempatku berteduh. Tapi bagaimana kalau suatu saat nanti hubunganku dengan Lando nggak berjalan baik. Kemana aku harus berteduh dan mencari perlindungan? Dan aku malah berakhir kehilangan Lando.

Saat dia pendekatan dengan Gigi pun, aku sudah merasa takut akan kehilangan Lando. Lalu sekarang ada cewek sesempurna Callia Asmara. Aku semakin merasa insecure dan perasaan takut itu kembali datang.

Rumit banget. Kepalaku jadi pusing.

Kulirik jam di dinding yang menunjukkan pukul tujuh malam. Kemudian perhatianku teralih saat ponselku berdering. Ada panggilan dari Kevin.

"Buruan turun. Gue sama Bang Lando mau makan. Ikut kagak lo?"

Benar-benar adik durhaka Kevin Babi ini. Gimana aku nggak sebal gitu? Caranya bicaranya padaku nggak ada sopan-sopannya.

"Ikut. Bentar lagi gue turun." Sahutku ketus.

"Gak pakek lama ya, Nin?! Apalagi lama karena lo sibuk sama alat lenong lo itu. Kita mau makan bukan cari jodoh."

Ish, tai. Nyebelin banget sih.

"Bacot lo."

"Lima menit lo nggak muncul. Gue sama Bang Lando cabut."

Aku menahan umpatan karena Kevin sialan itu mematikan ponselnya secara sepihak. Cepat-cepat kucari pouch-ku. Dandan ala kadarnya karena Kevin kembali menghubungiku saat aku lagi pakek liptint. Aku menggerutu, menyahut panggilannya sebal. Berlari ke luar dari kamar hotel menuju lobi. Dimana Kevin dan Lando yang sudah menungguku.

I Think I'm UglyWhere stories live. Discover now