I Think I'm Ugly | 40. Sea of love

33.2K 3.1K 192
                                    

"Lah, capek-capek gue nangis, taunya lo nggak jadi pergi. Sia-sia air mata gue, njir."

Tentu aja yang ngomong barusan adalah Tari. Seperti yang sudah kalian tahu, aku gagal berangkat ke Semarang. Bukannya aku gak bahagia atau gimana, hanya masih sulit dipercaya kalau Lando benar-benar sevisioner itu. Kupikir dia baru akan melamarku pada Ayah setelah aku pulang dari Samarang. Tahunya, dia bahkan sudah memberitahu Ibu dan Bundanya.

Bahkan Ibu menanggapi itu dengan santai.

"Niat baik kenapa harus ditunda-tunda? Ibu seneng dong kamu mau nikah. Apalagi sama Orlan. Nggak perlu pakek Ibu interogasi lagi buat cari tahu gimana orangnya. Dia juga nggak pakek ngajak kamu pacaran dan langsung ngelamar. Kelihatan dong keseriusannya. Eyang Putri juga ikutan seneng, katanya Orlan anaknya sopan."

Keningku mengernyit. "Emangnya Eyang Putri pernah ketemu Lando?"

"Waktu Eyang Putri ke Jakarta kan Orlan yang nemenin Ibu ngejemput di bandara. Orlan juga kalau ke Semarang, sering mampir ke rumah Eyang Putri."

"Kok Anin nggak tahu?"

"Kamu mana pernah tahu sih?"

Begitulah percakapanku dengan Ibu. Sempat Ibu bertanya, kenapa aku bisa mau nikah sama Lando sedangkan setahu Ibu aku lagi pacaran sama Adrian. Yaudah, aku cerita aja, kalau aku sama Adrian udah putus dua bulan yang lalu. Terus Lando tiba-tiba ngajakin nikah. Aku malu cerita detail sama Ibu. Pasti habis aku diledekkin nanti. Apalagi kalau Ayah tahu, udah deh, tiap pagi pasti aku kena sindir.

"Gue gak jadi pergi, bukannya seneng malah ngomel sih, Tar." Gerutuku. Menyeruput lemon tea.

Sengaja aku ngajak Tari buat makan siang bareng untuk cerita perihal lamaran Lando. Orang yang pertama aku kasih tahu adalah Irene. Awalnya aku takut-takut ngasih taunya, tapi untungnya respon Irene baik. Meski aku bisa liat matanya menyorot sedih kala itu.

"Seneng gue kok, elah. Cuma lo itu emang gak jelas banget hidupnya, Dir. Mana ngajakin makan jauh dari kantor lagi. Macet cuk, kalau sampai gue telat kantor bisa dipotong gaji gue sama tuh Bapak-bapak."

Aku tertawa. "Ya, maap. Gue malu kalau ketemuan di Pagi Senja. Disana kan banyak anak kantor. Udah buat pesta perpisahan taunya gak jadi pergi. Mau ditarok dimana muka gue?"

"Ya elo, sih. Pakek segala resign terus kabur ke Semarang. Lando juga kebelet kawin apa gimana? Ngegas amat kayak nagih kutang—eh, maksud gue hutang."

Aku menghela napas. "Lo PMS apa gimana deh, Tar? Perasaan dari tadi sewotin gue mulu."

"Kesel gue." Sahutnya. Menghempaskan badan di sadaran kursi sembari melipat tangan. "Lo mau kawin."

Alisku menungkit. "Lah terus apa masalahnya gue mau nikah?"

"Gue kan jadi kepengin kawin," ucapnya terus berhenti, sadar akan sesuatu." Kawin gue kan udah, ya. Nikah maksud gue. Gara-gara lo gue jadi pengen nikah."

Bibirku mengedut, tersenyum geli. "Ya, lo kurang-kurangin kawin terus cari cowok yang serius sama lo."

"Cih, sok bijak lo. Padahal kan selama ini yang bego milik cowok siapa?"

"Gue nggak sebego itu, ya." Bantahku. "Buktinya gue bisa bikin Lando dan Adrian suka sama gue."

Bangga dikit nggak apa-apalah ya?

"Ah, malang banget nasib mantan tulang rusuk gue pernah suka sama orang bego." Tukas Tari lantas menegakkan badanya untuk menyeruput minumannya sebelum kembali bicara. "By the way, lo ngajakin gue ketemuan bukan sekedar pamer doang kan? Pasti ada yang mau lo tanyain."

I Think I'm UglyWhere stories live. Discover now