I Think I'm Ugly | 8. Dating?

34.6K 3.4K 116
                                    

"Gimana? Kamu suka?"

Adrian membalikkan badannya. Sesaat wajah tampannya nampak bercahaya karena pantulan sinar matahari dari jendela kaca. "Nice place. Terima kasih, Anindira." Angguknya yang diselepi oleh senyum tulus.

Aku membalas senyum. "Sama-sama."

Entah kenapa, hormon endofrin seketika memenuhi tubuhku saat melihat senyum tulus yang diberikan Adrian. Kayak aku nggak keberatan buat menolong dia lagi besok-besok kalau dibalas sama senyumnya.

Senyuman Adrian senagih itu.

By the way, Studio ini emang bagus banget sih. Malah nggak mirip studio lebih pada rumah yang futuristik dan modern. Nggak kusangka di Jakarta ada tempat sekeren ini.

Studionya ada dua lantai. Yang mana lantai pertama akan Adrian jadikan tempat tinggalnya. Sementara lantai kedua yang dilapisi dinding kaca akan dijadikan cowok itu studio lukisnya. Ada tangga di luar rumah yang langsung terhubung ke lantai dua. Sehingga Adrian akan mendapatkan privasi untuk tempat tinggalnya sendiri di lantai pertama.

Cowok itu sengaja mencari tempat yang bisa ditinggali dan dijadikan studio sekaligus karena dia berencana untuk pindah dari apartemennya. Aku nggak nanya kenapa dia pindah, terkesan kepo banget kalau aku nanya-nanya hal yang nggak dibahasnya. Padahal kami baru kenal.

"Em, kalau gitu gimana cara aku buat bales kebaikan kamu? Aku kira ucapan terima kasih aja gak cukup."

Ya Tuhan. Andai dia tahu ucapan terima kasih dan senyumnya saja  sudah lebih dari cukup. Aku gak perlu apa-apa lagi. Lagian aku ikhlas lahir batin kok nolongin dia. Soalnya Adrian aja udah baik maafin aku.

"No, kamu nggak perlu ngelakuin apa-apa. Aku ikhlas banget nolongin kamu." Kataku jujur.

Adrian tersenyum tipis, " Tapi tetap aja. Aku bukan jenis orang yang nggak tau terima kasih." Katanya lalu mengusap pelipis pelan sebelum kembali bicara. "Oke, gini aja. Gimana kalau aku traktir kamu nonton? Kebetulan aku nggak pernah nonton film Indonesia dan pengen nyoba nonton film Indonesia."

Aku diam. Menimang.

"Anindira?" aku tersentak saat tangannya menyentuh pundakku.

"Eh, sorry. Iya, kenapa?"

Dia terkekeh pelan. Menarik kembali tangannya. "Kamu punya hobby ngelamun, ya?"

Mukaku memanas mendengar pertanyaannya. Kapan sih aku nggak kelihatan bego di depan Adrian.

Habisnya mau gimana lagi. Wajah Adrian itu membuat fantasiku bermain. Kalau melihat dia bawaannya ingin menghayal saja.

"Dikit..." jawabku malu. "Maaf, kamu ngomong apa tadi?"

"Gimana? kamu mau nonton bareng aku?"

MAU BANGET! GILA LO!

"Liat besok ya, Ad. Kerjaanku masih numpuk di kantor."

Oke, inilah namanya lain di mulut lain di hati. Pun nanti aku ada kerjaan di kantor, aku rela ninggalin itu buat nonton sama Adrian. Rezeki kan nggak boleh ditolak. Tapi sebagai wanita, aku harus agak jual mahal dikit dong. Cukup kejadian aku cium dia aja yang buat aku kelihatan murahan.

Jangan salah. Anindira mempunyai pride yang tinggi, loh!

"Yaudah. Nanti kamu kabarin aku aja, ya!"

Aku mengangguk.

"Tapi emangnya kamu nggak sibuk? Bukannya kamu harus ngurus pindahan sama pameran kamu?"

Dia tersenyum menatapku dalam. "Tenang aja. Aku bisa luangin waktuku buat kamu."

Okay, bye world!

I Think I'm UglyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang