I Think I'm Ugly | 24. Break

25.7K 2.7K 135
                                    

Setelah semua masalahku dan Lando selesai. Aku pun memutuskan untuk mengajak Irene bicara. Pun gimana karena sikap kekanakanku, dia jadi kena imbas. Padahal Irene merahasiakannya dariku dengan tujuan untuk menjaga persahabatanku dengan Lando. Dasar aku saja yang langsung main emosi dan ngambek kayak bocah SD.

Aku menarik napas lalu keluar dari lift menuju divisinya. Aku tersenyum pada Jihan ketika ia melintas melewatiku dan kutemukan Irene yang kelihatan serius di depan laptopnya.

"Ren," panggilku.

Irene menoleh. "Eh, Ra,"

Aku tersenyum canggung. "Sorry, gue ganggu lo nggak?"

Irene menatapku lalu menghembuskan napas lega. "Gue kira lo bakal marah lama sama gue."

Aku tersenyum menyesal. Menarik kursi di samping kubikelnya. "Maafin gue ya, Ren. Gue nggak bisa bersikap layaknya orang dewasa."

"Ngomong apa si, Ra. Gue ngerti kok lo pasti bingung dan kaget."

"Seharusnya gue nggak main ninggalin lo."

"Nggak apa-apa, Ra. Gue senang elo nggak marah lagi sama gue."

Aku melepaskan pelukannya. Menatap wajah Irene yang sudah menjadi sahabatku selama belasan tahun. Dia selalu sabar, dia selalu penyayang, dia selalu membelaku dan menjadi penasehat saat aku berada di jalan yang salah. Irene memang malaikat.

"Gue pasti nyebelin banget kemarin ya, Ren?"

Dia terkekeh dengan anggunnya. "Dikit. Tapi gue ngerti kok. By the way, lo udah ngomong sama Lando?"

Aku mengangguk. "Gue jahat banget, Ren. Tapi gue sayang banget sama Lando. Gue nggak mau kehilangan dia."

Lagi-lagi mataku berair. Beneran deh, aku nggak bohong, aku ngerasa ikutan patah hati dengan menyakiti perasaan Lando. Apalagi melihat dia yang bersikap baik-baik aja padahal aku tahu gimana terlukannya perasaanya sekarang.

"Lo nggak akan kehilangan dia. Kan lo tahu dia sayang banget sama lo." Kata Irene menenangkanku.

Aku menatapnya lalu mengusap pipiku pelan dan kembali memeluknya. "Makasih ya, Ren. Udah jadi sahabat gue dan selalu sabar sama gue."

Irene membalas pelukanku. "Itu gunanya sahabat, kan?"

**

"Dira,"

Aku tersentak. Saat mendongak kutemukan wajah Adrian yang memandangku khawatir. Kugigit bibir sembari menoleh kearah lain selain dirinya. Padahal sebelum mengajak Adrian bertemu aku udah menyiapkan mental terlebih dahulu. Tapi tetap saja. Ketika bertemu, aku langsung down. Apalagi wajah cemasnya itu semakin membuatku sulit untuk percaya kalau selama ini dia menipuku.

Bentar, apa menyembunyikan fakta aku mirip mantannya itu sama dengan penipuan?

"Dira, kamu kenapa?" Adrian bertanya seraya meraih tanganku dan digenggamnya sangat amat lembut.

Hatiku lemah diperlakukan kayak gini sama dia. Please, Dira. Tegas dong.

Kutarik napas perlahan. Sebelum akhirnya menoleh pada Adrian yang duduk disampingku. Saat ini kami sedang duduk di bangku taman dekat kantornya. Aku menghubungi Adrian secara mendadak. Sehingga saat menghampiriku, wajahnya sudah cemas duluan.

"Adrian," aku menyebutkan namanya pelan. "Boleh aku nanya sesuatu sama kamu?"

Alis Adrian menungkit. Pun begitu dia tetap mengangguk. "Sure,"

Kutatap mata beningnya, yang mampu menenggelamkan siapa saja yang melihatnya. Sebelumnya akhirnya, bibirku bergerak mengeluarkan suara.

"Alira...siapa?"

I Think I'm UglyWhere stories live. Discover now