I Think I'm Ugly | 26. Sunset

23.2K 2.6K 69
                                    

Hal yang selalu membuatku tak pernah bosan menyambangi Bali adalah panaromanya yang benar-benar memanjakan mata. Apalagi kalau sore-sore main ke pantai sambil ngeliatin sunset—udah deh, benaran nggak mau pulang aku rasanya. Ingin pindah saja ke Bali. Meninggalkan hiruk pikuk Jakarta terus jadi warga Bali.

Sayangnya, hal itu cuma bakal jadi angan-angan. Ibu lumayan protektif sama anaknya. Apalagi aku sebagai perempuan. Dulu saja aku nggak diizininkan buat kuliah ke Yogyakarta dengan alasan siapa yang bakal mantau aku di sana. Setelah lulus kuliah pun, aku nggak dibolehin Ibu jauh dari pengawasannya. Aku pernah diterima kerja di Surabaya, Ibu menolak dengan keras. Disuruh cari kerja di Jakarta saja.

Hidupku itu dari kecil sudah banyak dikekangnya. Saat bertemu dengan kebebasan kadang aku susah untuk mengontrol diri. Aku nggak bilang pergaulanku liar juga. Tapi kehidupan Jakarta sedikit banyak membuatku mudah tergiur untuk melanggar petuah-petuah Ibu.

Seperti pergi datang ke kelab dan clubbing. Serius. Aku baru berani mabuk saat sudah kerja. Waktu kuliah paling cuma nemenin teman ke kelab tapi nggak pernah ikutan mabuk. Hanya duduk dan tidak menyentuh alkohol sama sekali.

Kenakalan lainnya yang paling parah adalah waktu aku pergi liburan berdua bareng pacar ke puncak. Ngakunya ramai-ramai. Padahal kenyataannya hanya berdua. Waktu itu aku masih bego, jadi pas pacarku ngajak liburan berdua. Akunya malah senang. Nggak ada pikiran buruk tentang dia. Sampai tega aku bohongin Ibu. Namun saat ngeliat gelagat dia yang mulai aneh, aku langsung telpon Lando agar segera menjemputku. Diam-diam balik ke Jakarta tanpa sepengetahuan cowok itu. Dan memutuskan hubungan kami lewat pesan singkat. Aku menangis diperjalanan pulang. Menyesali perbuatanku yang bohong sama Ibu.

Makanya sekarang kalau mau pergi liburan aku selalu minta persetujuan dari Ibu. Nggak bakal pergi sebelum mendapatkan izin dari beliau. Takut nanti aku akan mendapatkan karma bila membohongi Ibu. Begitu lah. Pun gimana, aku hanya manusia yang suka khilaf saat bego dulu.

Setelah merias wajahku dan memberikan sentuhan terakhir di bibir. Aku langsung mengambil tas selempang kecil lalu mengalungkannya dileherku. Mengamati penampilanku yang hari ini memakai hotpants dipadu sama tank top putih dari standing mirror. Biar lebih kelihatan santai aku cuma pakai sandal bertali berwarna beige.

Aku tersenyum. Merapikan letak poniku. Sebenarnya, aku lagi-lagi melanggar perintah Ibu.  Kalau Ibu ngeliat cara berpakaianku. Ibu pasti langsung menyuruhku untuk menggantinya. Kata Ibu, walaupun aku belum ada niat berkerudung seenggaknya pakaianku itu harus sopan.

Maafin Dira ya, Bu. Mumpung Dira lagi di Bali. Sekali ini doang kok. Hehe.

Aku pun memeriksa jam di pergelangan tangan yang sudah menunjukkan pukul setengah lima. Tapi belum ada tanda-tanda kedatangan Lando maupun Kevin. Kucoba untuk menelpon kedua cowok itu. Alih-alih diangkat, malah suara operator yang menyahut.

Kuputuskan untuk langsung ke kamar mereka saja yang letaknya disebelah kamarku. Kuketuk pintu beberapa kali. Tapi sama sekali nggak ada sahutan dari dalam. Dengan tenaga lebih keras dan separuh dongkol, aku kembali mengetuk. Semenit kemudian, suara kunci dibuka. Aku pun sudah siap mengomel. Tapi yang ada omelanku tersangkut di tenggorokkan saat melihat pemandangan di depanku.

Lando dan roti sobeknya, just wow!

"Sorry, gue ketiduran," katanya dengan suara serak khas orang bangun tidur. Bahkan matanya belum terbuka sempurna. "Masuk dulu, biar gue siap-siap." Tambahnya seraya menarik tanganku buat melewati pintu kamarnya.

Aku masih bergeming. Seperti patung. Otakku seakan berhenti menjalankan fungsinya. Hingga syaraf-syaraf motorikku jadi seperti ini.

"Ra,"

I Think I'm UglyWhere stories live. Discover now