I Think I'm Ugly | 34. Come to you

26.8K 2.9K 214
                                    

"Lo yakin mau ngelakuin ini, Lan?"

Irene bertanya dengan nada khawatir pada Lando yang masing bergeming di tempatnya. Setelah kepergian Dira yang berpamitan ke toilet—yang bisa dilakukan Lando hanya mengambil napas. Menatap punggung cewek itu dengan tatapan nanar.

"Gue harus, Ren." Lando membalas lirih.

"Dira kelihatan sedih banget karena lo bersikap dingin sama dia." Irene berujar. Menatap Lando dengan hatinya yang ikut terluka. Ngeliat gimana hancurnya Lando demi usahanya untuk mengakhirinya perasaanya pada Dira bikin dada Irene ikutan sesak. "Dan gue tahu lo juga sedih harus bersikap kayak gitu sama dia."

"Ini nggak akan lama. Gue udah janji untuk nggak akan ninggalin dia. Tapi sebelum itu, I have to do this, Ren. Gue harus benar-benar jadi seorang sahabat kayak yang dia pengen. Sahabat yang nggak cinta sama sahabatnya sendiri."

"Berapa lama, Lan? Berapa lama waktu yang lo butuhin untuk mengakhiri perasaan lo sama Dira? Gimana kalau selama itu, lo masih nggak bisa ngehapus dia di hati lo?"

Lando diam.

Irene menghela napas. Menyentuh lengan Lando lembut. "Berhenti kalau lo emang nggak sanggup, Lan."

In rumit. Tentu aja. Irene tidak pernah secara sengaja menenggalamkan diri dalam kisah membingungkan ini. Setelah hubungannya berakhir dengan Lando dan mereka memutuskan untuk menjadi teman. Tak pernah disangkanya kalau masih ada rasa yang tertinggal untuk cowok itu. Benih-benih itu kembali datang tanpa bisa ia hentikan. Lalu dengan penuh keberanian Irene menyatakan perasaanya pada Lando. Namun malah penolakkan yang ia dapat. Dengan alasan kalau Lando menyukai cewek lain.

Lando tidak pernah bilang padanya siapa cewek itu. Akan tetapi, pertanyaan itu lambat laun terjawab setelah Irene menyadari ada yang berbeda dari perhatian serta tatapan yang diberikan Lando pada Dira.

He looked at her the way all women want to be looked at by a man.

Bibir Lando menungkit. Mengukir senyum kecut. Menoleh kepalanya menatap Irene. "Dia akan lebih sakit kalau gue tetap mempertahankan perasaan ini sama dia, Ren. Lagian dia udah punya Adrian sekarang. Gue nggak bisa terus-terusan gini. Iya, kan?"

Irene menggigit bibirnya. Menyapu rambutnya ke belakang lantas menghela napas. "Gue ikutin kemauan lo, Lan."

"Thanks, Ren."

***

"Seriusan deh, Dir. Gue nggak tahu harus ngomong kaya gimana lagi sama lo." Tari mendesah jengah. Menyingkirkan rambut yang menutupi keningnya karena terpaan angin, kemudian meneguk sodanya dan kembali lanjut bicara. "Bisa nggak lo tanya langsung aja sama orangnya daripada menduga-duga sendiri gini?"

Pandanganku yang semula lurus menatapi bangunan tinggi Ibukota dari rooftop kantor beralih pada Tari yang melipat tangan, bersandar pada pagar rooftop. Napasku terhela panjang lantas membuka mulut menanggapi.

"It's not easy, Tar. At least, buat gue itu sulit." Bibirku terkatup rapat sebelum kembali melanjutkan. "Setelah gue pikir-pikir, semua ini bermula dari gue. Gue nggak tahu udah berapa lama Irene harus nahan sakit ngeliat cowok yang dia suka sayang sama sahabatnya sendiri. Dan gue juga nggak tahu betapa besar luka Lando karena kebegoan gue. Mereka berdua terluka karena gue, Tar. Setelah akhirnya mereka sama-sama memutuskan untuk sembuh, gue nggak mungkin tiba-tiba dateng dan bilang kalau gue juga sayang sama Lando. Gue akan nyakitin perasaan Irene, Tar. Lando juga pasti bingung sama kelabilan sikap gue."

"Tapi lo juga akan menyakiti diri lo sendiri, Dira."

Aku tersenyum hampa. Menatap langit biru yang terlihat indah hari ini. Berbanding terbalik dengan hatiku. "Itu hukuman yang setimpal buat gue, Tar. Gue juga udah nyakitin banyak orang. Lando, Irene, dan Adrian." Kepalaku menoleh menatap Tari sendu.  "Mereka tersakiti karena ulah gue."

I Think I'm UglyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang