I Think I'm Ugly | 35. Don't be in love with someone else

29.5K 2.9K 323
                                    

Bukankah aku udah pernah bilang kalau Lando itu serem pas lagi marah?

Selama aku bersahabat dengannya, aku pernah beberapa kali merasakan kemarahan Lando. Kami sering beradu argumen—terkadang. Lando itu bisa sensitif banget kalau disinggung sisi sentimentilnya. Dan aku sangat paham, kesalahan apa yang udah aku buat hingga membikin cowok itu dilingkupi oleh aura gelap di sekujur tubuhnya saat ini.

Menilik dari ekspresinya, aku yakin, Lando pasti sudah tahu rencana kepergianku. Meski aku juga bingung dia tahu dari mana. Tapi aku nggak bisa memikirkan itu sekarang. Karena kini aku sibuk meredakan jantungku yang berdebar kencang. Mengigit bibir mengikuti langkah Lando yang menyeretku ke rooftop kantornya yang menampilkan pemandangan malam yang indah. Boro-boro menikmati angin yang berembus membalai kulit. Aku justru kini merinding karena suasana yang terlalu senyap.

Tidak ada sepatah kata pun yang berani aku keluarkan. Kesunyian mengelilingi kami dengan posisi yang saling berhadapan. Sementara tanganku masih berada di dalam genggaman Lando. Dicengkramnya erat. Dia kelihatan sangat marah. Rahangnya pun masih mengeras sejak ia menyeretku. Bibirnya membentuk garis tipis dengan matanya yang tidak beralih sedikit pun dariku.

Ditatap seperti itu, aku jadi merinding. Kualihkan perhatian darinya. Perasaan takut dan cemas kini menjadi satu. Aku nggak tahu harus memulai dari mana agar hal ini tidakberujung buruk.

"Kenapa lo pergi?"ia langsung melamariku dengan pertanyaan. Nada suaranya memang datar namun tajam di saat bersamaan. Membuatku mendongak, bertemu dengan sapasang matanya yang memandang lurus ke bawah. Ke arahku.

Aku meneguk saliva. Mendadak otakku buntu. Kehilangan kosa kata.

"Dira," Lando memanggil namaku lirih, lantas menyambung. "What Am I to you?"

"Lan..." gumamku. Menatap wajahnya yang kini diselimuti kelabu. Membuat hatiku berdenyut nyeri. Bibirku bergetar samar, ingin mengucapkan sesuatu. Tapi entah kenapa ucapan itu selalu tertahan.

Lando menghela napasnya. Melepaskan genggamannya dari tanganku. Dia mundur satu langkah. Melepaskan sebuah tawa. Bukan tawa bahagia. Tentu saja. Melainkan lebih mirip desahan akan kekecewaan. "What am I supposed to do, Ra?" tanyanya menatapku lelah. "Everytime I tell you to get home safe, don't sick, have a good day, sleep well, what I am really saying is I love you. I love you so damn much. So that I can do anything for you. Including to stop loving you even though I can't."

Tubuhku membatu di tempat. Menatapnya dengan berbagai sayatan di hatiku.

"Tapi kenapa gampang banget buat lo ninggalin gue? Apa gue emang nggak seberarti itu buat lo?" Aku mengigit bibir. Ingin membantahnya. Tapi kemarahan Lando membuat takut untuk bersuara. "Gue bilang kasih gue waktu. Kasih gue waktu untuk menata hati gue. Supaya gue bisa jadi Lando yang hanya sebatas sahabat buat lo. Apa permintaan gue terlalu sulit, Ra?"

"Bukan gitu, Lan,"

"Terus gimana, Ra?!" Aku tersentak karena Lando menaikkan nada suaranya. "Gue yang minta lo untuk tetap egois dengan menahan gue di samping lo. Dan gue sadar hal itu menyikiti kita berdua. Perasaan gue bikin lo tersakiti dan itu lebih menyakitkan buat gue. Lo tahu gimana frustasi gue untuk berhenti cinta sama lo?! Gue nggak tahu caranya berhenti cinta sama lo karena mencintai lo pun nggak perlu pakai cara apapun. Meski gue nggak bisa milikkin lo tapi gue ingin lo tetap berada dalam jangkuan pengelihatan gue. Tapi lo nggak peduli itu, Ra. Lo nggak peduli sama perasaan gue."

Tanganku terkepal dengan wajah tertunduk. Berkata lirih. "Maaf..." suaraku tercekak dengan bahu yang bergetar. "Maaf, Lan."

Lando diam. Masih berdiri di tempatnya. Ia usap wajahnya kasar lantas membuang pandangannya dariku. Dadaku sesak melihat gimana kacaunya dia karena ulahku. Kenapa setiap apa yang kulakukan selalu menyakitinya?

I Think I'm UglyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang